Monday, June 29, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Teman Kampusku Pemuas Nafsuku


Kumpulan Cerita Dewasa - Hari ini aku akan berbagi cerita tentang pengalamanku masturbasi dengan seorang mahasiswi cantik yang bisa disebut juga dia adalah sahabaku sendiri yang satu kampus denganku. Akhir-akhir ini aku sering jalan bersama Dina, salah satu temen di kampus. Mulai dari nonton acara seni budaya, main-main ke museum dan nonton film. Sebenarnya kami sudah kenal sekitar 3 tahun di salah satu kegiatan kampus dan setelah itu kita menjadi temen. Malam itu kita baru saja selesai menonton acara budaya sunda di salah satu gedung pertunjukan di Bandung. Dengan menggunakan motor, aku langsung mengantarkan Dina pulang ke rumah.

“Eh Fer, aku mau copy film-film yang kemarin kamu ceritain itu dong”, kata Dina ketika kita udah di jalan.
“Kamu mau mampir? Bawa hardisk gak?”, tanyaku. Oh iya, namaku Ferry.
“Iya bawa kok”

Lantas aku melajukan motor menuju rumah kontrakan. Sepanjang perjalanan, kami berbincang-bincang ringan. Tidak jarang Dina merapatkan duduknya sehingga bagian dadanya menempel di punggungku. Dina tergolong cewek yang manis, pinter dan tau gimana harus berpenampilan. Seperti sekarang ini, dia menggunakan kerudung berwarna merah marun, dibalut kemeja garis-garis serasi dengan kerudungnya dan celana jins hitam. Walaupun memakai kerudung, dia tetap tampil modis.

“Waaah, lampunya kok gak pada dinyalain sih”, kataku ketika sampai di depan rumah kontrakan.
“Pada kemana nih anak-anak?”
“Kayaknya lagi di rumah Ryan deh. Masuk Din”
Rumah kontrakanku ada 3 kamar dan teman-teman yang mengontrak ini juga mengenal Dina dengan baik. Aku langsung mengganti pakaian kemudian membawa laptop ke ruang tengah. Kita duduk lesehan karena memang tidak ada kursi atau sofa di rumah kontrakanku ini.

“Nih film-film yang kemarin aku ceritain ke kamu”
“Ya udah, di-copy aja ke hardisk aku Fer”, jawab Dina. “Lama yoo…”, kata Dina ketika proses copy itu lama. Kemudian dia mengambil air minum dari dispenser yang ada di dapur.
“Sambil nonton film yang lain dulu aja Din, mau?”. Dia lantas duduk lagi disampingku.
Sekitar 2 jam, filmnya selesai juga. Sebenernya copy filmnya juga sudah selesai dari lama tapi karena film yang kita tonton seru, jadi lupa waktu. Jam menunjukkan pukul 23.40.
“Kamu dianterin sekarang?”. Dina tidak langsung jawab, dia masih melihat layar ponselnya.
“Aku nginep sini aja ya, udah kemalaman juga mau pulang”, jawab Dina agak lama.
“Oh ya udah, tidur di kamar aku aja”, kata gue sambil senyum.
“Terus Ferry tidur dimana ntar?”, tanya Dina. “Dikunci ya kamar yang lain?”.
“Iya, gampang ntar. Aku tidur di sini aja”, kataku sambil menunjuk kasur lipat yang diruang tengah.

Dina sudah masuk kamar untuk istirahat. Aku tidak memiliki pikiran macam-macam soal Dina. Kedekatan kita hanya sebatas teman. Perihal melepas jilbab ketika sedang bersama aku juga tidak masalah menurut dia. Lagipula aku sudah mengenalnya sebelum dia menggunakan jilbab. “Cekreeeeek…” Aku yang masih menonton pertandingan sepak bola sejenak memperhatikan Dina yang keluar dari kamar. “Kenapa Din?” Dia telah melepas jilbabnya dan kemeja yang dikenakan tadi, sehingga hanya menggunakan kaos dan celana jins. “Belum bisa tidur Fer”, kata Dina sambil duduk di sampingku. “Ya udah, ikutan nonton bola aja. Ntar juga ngantuk sendiri kamu”, jelasku kepada Dina sambil tersenyum. Hanya tawa kecil yang keluar dari bibirnya.

Pertandingan Liga Italia memang berbeda dengan Liga Inggris. Permainan yang lebih lambat kadang membuat penonton bosan dan ujung-ujungnya ngantuk. Setengah jam berlalu belum ada peluang emas di pertandingan namun aku mendapatkan peluang emas itu. Dina menyandarkan kepalanya di pundakku. Baru kali ini dia bertingkah seperti itu. Aku memperhatikan wajahnya yang memang mulai mengantuk, matanya sayu. “Dina pindah kamar gih, tidur di dalam aja”, kataku sambil dengan sopan memegang tangannya. “Iya Fer. Pertandingannya beneran bikin ngantuk”, jawabnya. Tanganku tidak di tepis olehnya.

Dina beranjak dari duduknya dengan tetap memegang tanganku. “Temenin yuk Fer”, pintanya, sedikit memaksa. “Eh,..seriusan? Gak pa-pa?”, aku tidak percaya. Dina menarikku menuju kamarku sendiri. Lantas dia merebahkan tubuhnya di sisi kasur yang dekat tembok. Aku yang masih tidak percaya hanya berdiri. Masih ada sisi luar kasur yang bisa aku pakai. Namun aku tidak berani mengambil inisiatif dengan langsung merebahkan badanku di situ. “Ferry sini aja”, kata Dina sambil menepuk kasur, menunjukkan kalau aku boleh tidur di situ juga. Dina sepertinya paham kalau aku merasa tidak enak sekamar dengan dia walaupun sebenarnya ini adalah kamarku sendiri.

“Kamu kenapa? Takut?”, tanyaku sambil menatap langit-langit kamar. Dina hanya menggangguk dan kemudian terus menatapku yang tidur di kirinya. “Fer…”, panggil Dina. Mata kita langsung saling berpandangan. Dina mendekatkan kepalanya kemudian bibirnya menyentuh bibirku. Ciuman itu terasa hangat dan lembab.
“Kenapa Din?”, aku sebenarnya agak kaget dan langsung bertanya ketika mulut kita berhenti berciuman.
“Efek nonton film tadi Fer, pas adegan romantisnya jadi pengen”, jawab Dina sambil merapatkan badannya. Aku tersenyum mendengar itu.
“Efek kelamaan jomblo juga yah?”, sindirku.
“Ihhh…Ferryyy…”, Dina memukul tanganku. Kemudian aku mencium bibirnya. Kali ini tidak seperti yang tadi, lebih lama dan saling menyedot.

Aku mulai meraba dada Dina yang dari tadi udah menempel di lenganku. Masih terbungkus bra tapi sudah terasa empuk.
“Uuuhhh…”, suara itu keluar dari sela-sela mulut Dina. Dia juga tidak mau kalah meraba bagian selangkanganku. Kita udah sama-sama makin bernafsu. Kaos yang kita kenakan sudah tergeletak disamping kasur. Dina kemudian membuka bra nya sendiri.

“Woow…”, aku bergumam melihat payudara yang tergantung bebas didepan mata. Tanpa menunggu lama, aku meremas dengan lembut kedua payudara Dina yang memiliki putting mungil berwarna coklat itu.
“Aaaahhh…Feeerrr…”, Dina mendesah. Aku menjiliat puttingnya yang kanan sambil memintir puttingnya yang sebelah kiri.
“Teruuus Feeerr…enaaaak…”, Dina mulai mendesah sambil mengacak-acak rambutku. Kemudian tangannya mencoba meraih penisku.
“Uuuhhh..enak Diiinn…”, lembut banget tangan Dina. Aku masih tetep meremas payudara Dina. Tapi setelah itu, aku mencoba membuka celana dalam Dina.
“Boleh dibuka Din?”.
Dina menghentikan kocokannya dan melihatku.

 KLIK DISINI

“Takut Fer…”,
“Kenapa? Kamu masih perawan?”, aku penasaran.
“Sebenernya dulu sering kayak gini sama pacar aku, cuma gak sampai dimasukin. Biasanya digesek-gesekin aja, petting doang”, jelas Dina. Kemudian dia mencium pipiku. “Gak pa-pa kan Fer kalo cuma digesekin?”, tanya Dina. Bagai mendapat durian runtuh, aku tersenyum dan mengangguk. Dina lantas melepas sendiri celana dalamnya. Aku melihat bentuk vagina yang indah dengan rambut yang tidak begitu lebat. Bagian klitorisnya masih tertutup rapat.
“Dina 69 yuk”,
“Ayo aja…”.

Dina beranjak berdiri dan menindih badanku. Setelah mengatur posisi supaya nyaman, aku melenguh duluan. “Uuuuhhhhh… Dinaaaa…”, Dina sudah melahap penisku bagaikan es krim. Penisku terasa hangat di dalam mulutnya. Tangan kiri Dina juga mengocok penisku. Variasi blowjob yang dilakukan Dina membuatku sedikit lupa kalau di depan mukaku terdapat vaginanya. Tidak mau kalah, akhirnya aku mulai memainkan jari-jariku di vagina Dina. Kubuka bagian klitoris yang masih tertutup rapat dan ketika sudah terlihat daging kecil menonjol itu lantas ku elus pelan. “Aaahhhh…”, suara lenguhan Dina tiba-tiba terdengar. Tidak berhenti sampai di situ, aku mulai menjilati vaginanya. Desahan Dina makin menjadi-jadi. Selain menjilat terkadang aku menyedot dan memasukkan lidahku ke dalam vaginanya. Akhirnya vagina Dina semakin basah, tidak hanya karena ludahku tapi juga cairannya mulai keluar.

Setelah merasa cukup dengan posisi 69, Dina beranjak dan merebahkan badannya di sampingku. Nafasnya sedikit terengah-engah. Bibirnya menyunggingkan senyum. Mungkin itu semacam kode untukku agar aku melanjutkan aksi ini. Aku mulai menciumi wajahnya mulai dari kening, hidung, dan bibirnya. Kemudian turun menuju puncak payudaranya. Puttingnya sudah tegang maksimal. Dina begitu menikmati semua perlakuanku terhadap badannya. Matanya terpejam namun bibirnya sedikit terbuka, dan kadang desahan-desahan kecil keluar dari mulutnya. Perlahan-lahan aku menindih tubuhnya. Mata kita saling berpandangan lagi. Bibirnya menyambut bibirku. Aku sudah sangat bernafsu, aku agak tidak menghiraukan permintaan hanya petting saja. Dina pun begitu diliputi hawa nafsu, desahannya semakin intens. Namun dia menghentikan ciuman dan menatap mataku.

“Digesekin aja ya Fer”, kata Dina mengingatkan.
“Aku udah gak tahan lho Din. Ntar kalo keenakan terus masuk gimana?”, ledekku.
“Iiihhh…Ferryyy…”, Dina tertawa kecil sambil mencubit lenganku.
“Aku yang nahan Fer, udah pengalaman…”, lanjutnya.
“Tapi aku yang gak tahan. Apa gak usah aja?”, kataku sambil berpura-pura beranjak dari badan Dina.
“Feeeeerrr….”, Dina merengek dan kemudian menarik tanganku. Bibir kita berciuman lagi. Dina melebarkan kedua pahanya dan meraih penisku supaya tepat berada di depan bibir vaginanya. Kemudian dia menggesek-gesekkan sendiri penisku dengan tangannya.
“Uuuuhhh…ssshh…”, Dina mulai mendesah ketika aku menggerakkan pinggulku. Kedua tangannya kini merangkul leherku.

“Enak Din?”, Dia mengangguk dan ikut menggoyangkan pinggulnya.
“Feerr… Uuuhhh…”, desah Dina diiringi kepalanya yang bergerak ke kiri dan ke kanan. Di bawah sana, kepala penisku hanya menggesek-gesek bibir vagina Dina yang semakin basah. Ujungnya benar-benar tepat di lubang vagina sehingga kalau aku nekat dan khilaf perawan Dina bisa-bisa tembus oleh penisku.

“Aku ganti diatas aja Fer”, kata Dina. Kita bertukar posisi, women on top. Dina menekan penisku tepat di vaginanya. Dia lalu mulai bergerak maju mundur. Payudaranya ikutan bergoyang.
“Aaassshhh…uuuhhh…Feeerrr…”, mulut Dina mendesah semakin nyaring. “Feeerrrss…mainin tetek akuuu…ssshh…”.

Tanganku lantas meraih dua buah payudara yang menggantung itu. Ternyata Dina semakin mempercepat gerakannya. Pinggulnya bergeak ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang. Mungkin sebentar lagi dia akan mendapatkan orgasmenya. Aku sebenarnya juga sudah tidak tahan. Tapi sayang sekali kalau cuma petting saja membuat orgasme. Apalagi kali ini lawannya salah satu teman yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Otakku berputar mencari cara agar aktivitas tak terduga bersama Dina ini berkesan.

“Aaaaahhhh…!!!”, Desahan panjang dari Dina membuyarkan pemikiran-pemikiranku. Badannya mengejang beberapa saat kemudian melemas. Dina memeluk tubuhku. Dina sudah mendapatkan orgasmenya.
Nafas Dina masih memburu. Aku mengelus rambut hitam bergelombang miliknya. Cukup lama juga, kita diposisi seperti itu.
“Ferry belum keluar yah?”,
“Belum Din. Tapi kalau kamu capek, ya gak pa-pa kok”, aku mencoba mengerti walaupun sebenarnya merasa nanggung.
Dina mengubah posisi dan langsung memegang penisku yang masih tegang. Lagi-lagi tindakan tiba-tiba yang mengasyikkan, Dina melakukan blowjob. Kepalanya terlihat naik turun.

“Aasshhh…”, aku hanya bisa mendesis seperti itu. Kemudian secara reflek aku memegang kapala Dina dan menahannya. Aku menggerakkan pinggul seoalah-olah aku sedang ML dengan mulut mungilnya.
Seketika Dina melepas emutannya dan melihatku. Aku agak kaget karena takut dia tidak suka ketika aku menahan kepalanya seperti tadi.
“Udah mau keluar? Jangan di mulut, gak suka”, kata Dina.
“Terus dimana?”

Dina melanjutkan mengocok penisku. Kali ini lebih cepat. Aku yang sudah tidak tahan langsung mengejang diiringi sperma yang keluar dan muncrat hingga mengenai payudara Dina. Kemudian dia menjilat penisku untuk dibersihkan.
“Capeeek…”, kata Dina ketika sudah selesai. Dia langsung merebahkan tubuhnya di sampingku.

“Yuk tidur…”
“Pakai dulu bajunya ntar kamu kedinginan”, kataku sambil mencoba beranjak dari kasur. Tapi tangan Dina menahan.
“Kan bisa minta peluk kamu”, jawab dia sambil memelukku. Tiba-tiba tangannya iseng mengelus-elus penisku. Mataku yang hampir terpejam menjadi sedikit melirik polah iseng Dina.

“Ntar kalau tegang lagi, aku masukin memek kamu lho”, ancamku.
“Mau dong, hihihi…”, Dina malah menggodaku. Kemudian dia membalik badannya dan memunggungiku.
“Sabar ya Fer, ntar ada waktunya kok”, Dina menggumam.
Samar-samar aku mendengar kata-kata yang diucapkan Dina. Namun tidak terlalu yakin dengan maksud kata-kata itu. Perasaanku campur aduk, kaget, senang dan berharap bisa melakukan seperti ini lagi bersama Dina.

Kumpulan Cerita Dewasa Bercinta Dengan Cewek Binal Di Rumah Ku


Kumpulan Cerita Dewasa - “Dadanya montok, sayang kakinya bisulan. Yang satu itu boleh juga, wah, celana dalamnya berwarna hitam” Andy sedang duduk di kantin kampusnya bersama teman-temannya. Biasanya Andy suka bercanda dan tertawa keras-keras bersama teman-temannya. Tapi beberapa hari ini dia kelihatan agak lain dari biasanya. Bila sedang berada di kantin sekolah, dia kelihatan asyik memandangi orang-orang yang lewat, atau lebih tepatnya cewek-cewek cantik dan seksi yang sedang lewat.

Tiba-tiba Tono yang sedang duduk di samping Andy menepuk bahunya sambil berkata. “Hei, ada apa denganmu? Kamu liat apa sih? Kok diam aja dari tadi.”
“Ah.. tidak..” Jawab Andy, pandangannya tetap terarah pada cewek cakep yang sedang duduk di seberang meja. Andy sedang mencoba untuk melihat celana dalam cewek tersebut. Tono mencoba mengikuti pandangan Andy, lalu dia tertawa keras-keras sambil menepuk-nepuk bahu Andy lebih keras dari sebelumnya.

“Ada apa sih, sakit tau.” Kata Andy dengan kesal.
“Jangan-jangan.. kamu tertarik ama si Susi yah.” Kata Tono.
“Apa.. maksudmu.” Wajah Andy sedikit memerah, karena ketahuan sedang memandangi Susi.
“Andy tertarik ama Susi? Wah ini berita besar nih. Ntar kita sebarkan pada teman-teman sekelas.” Kata Iwan yang duduk berhadapan dengan Tono.
“Hei, jangan macam-macam ya kalian. Awas kalo kalian berani bilang.” Ancam Andy.
“Wah, mengancam nih. Ini berarti.. dia memang ada maksud sama si Susi.” Tawa Iwan.
“Ah sudahlah, bosan aku bicara sama kalian.” Kata Andy sambil bangkit berdiri dari kursinya dan kembali ke kelasnya.
“Udah bosan sama kita katanya.” Ledek Tono. “Sekarang dia udah mau sama si Susi.”

Teman-teman lain yang juga duduk satu meja dengan Andy tertawa terbahak-bahak. Saat ini Andy sedang memasuki tahun kedua pada kuliahnya. Entah kenapa, akhir-akhir ini, gairah sex Andy menjadi lebih tinggi dari biasanya. Setiap kali melihat cewek seksi yang pakai rok mini lewat, dia suka berangan-angan sedang bercumbu dengan cewek tersebut, melepaskan BH dan celana dalamnya perlahan-lahan, kemudian meremas-remas kedua dadanya, lalu mengelu-elus vagina-nya yang lembut..

“Aku pulang.” Kata Andi.

Seperti biasanya, setelah melemparkan tasnya ke dalam kamarnya, dia langsung menuju dapur untuk mencari sesuatu untuk dimakan. Akan tetapi, alangkah terkejutnya dia, saat dia sampai di dapur, dia melihat seorang cewek berambut panjang yang tidak dikenalnya sedang memasak indomie. Andy spontan berkata dengan agak kasar. “Siapa kamu!”

Cewek itu membalikkan tubuhnya, dan terlihatlah dua buah dada yang besar dan montok, pinggul yang ramping serta sepasang kaki yang halus. Andy terkesima sejenak, apalagi cewek itu sedang mengenakan celana pendek serta T-shirt berwarna putih yang tidak menutupi bagian pusarnya. “Er.. saya.. saya mahasiswa baru yang akan menginap disini.” Jawab cewek itu, wajahnya yang cantik dan polos kelihatan cemas dan khawatir, karena dia takut dia akan disangka maling.

“Oh iya.” Kata Andy. Dia baru teringat akan perkataan orang tuanya, bahwa ruang kosong yang ada di lantai satu akan disewakan kepada dua orang mahasiswa tahun pertama.
“Tapi.. bukankah ada dua orang? Yang satu lagi ada dimana?” Tanya Andy.
“Er.. teman saya besok baru bisa datang.” Jawab gadis itu.
“Oh, begitu ya, em.. nama saya Andy. Barusan.. sori yah, soalnya saya lupa.” Kata Andy dengan wajah yang agak memerah, soalnya barusan dia telah membentaknya dengan keras.
“Oh, tidak apa-apa. Nama saya Elisa.” Kata gadis itu.

Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore. Andy sedang duduk di lantai kamarnya, nafasnya terengah-engah, tangan kirinya sedang membalik-balik halaman majalah Playboy yang dia pinjam dari temannya, sementara tangan kanannya sedang mengocok-mengocok penisnya dengan cepat.

Tidak lama kemudian, saat dia merasa akan orgasme, dia cepat-cepat mengambil kantong plastik yang sudah disediakan disampingnya, lalu disemprotkan spermanya ke dalam kantong plastik tersebut.

Untuk beberapa saat, Andy duduk termenung di lantai kamarnya, sambil membayangkan tubuh Elisa yang seksi. Malam itu, Andy tidak bisa tidur. Setelah berguling-guling di tempat tidurnya selama setengah jam, akhirnya dia memutuskan untuk turun ke dapur untuk mencari makanan. Orang tua Andy sedang bepergian keluar kota bersama kedua adiknya yang kebetulan sedang liburan. Mereka baru pulang pada keesokan harinya, jadi rumah Andy menjadi lebih sepi dari biasanya. Malam itu rumah Andy hanya dihuni oleh 4 orang, yaitu: Andy, tantenya, seorang pembantu rumah tangga, dan mahasiswi yang baru masuk itu. Kamar Andy terletak di lantai dua, sementara kamar tantenya, dan kamar si pembantu rumah tangga terletak di lantai tiga.

Saat Andy tiba di lantai satu dan hendak menuju ke dapur, dia melihat Elisa baru saja keluar dari toilet sambil mengenakan piyama yang sedikit tembus pandang. Elisa melihat ke arah Andy dan tersenyum, kemudian dia langsung menuju ke kamarnya yang terletak di lantai satu.

Jam dinding yang tergantung di dapur menunjukkan pukul 12.30 malam. Andy sudah menghabiskan semangkuk indomie, dan sekarang sedang duduk melamun di dapur. Dia tidak bisa melupakan lekuk tubuh Elisa yang seksi itu. Semakin dipikir, Andy semakin bernafsu, dan akhirnya, setelah duduk melamun di dapur selama sepuluh menit, Andy memutuskan untuk memasuki kamar Elisa dan melihat tubuhnya secara langsung.

Mula-mula Andy kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci kamar Elisa yang dititipkan ibunya kepadanya. Ibu Andy takut kalau-kalau mahasiswi yang baru masuk itu akan melakukan perbuatan terlarang di kamar tersebut, sehingga dia menitipkan kunci cadangan kepada Andy.

Andy lalu turun lagi ke dapur dan mematikan lampu dapur, sehingga sekarang suasananya menjadi gelap gulita. Setelah itu Andy langsung menuju ke kamar Elisa. Saat Andy memasukkan kunci tersebut dan memutarnya, terdengar bunyi “Klik!” yang lumayan keras, karena waktu itu sudah larut malam, sehingga bunyi yang kecil pun terdengar cukup jelas.

Andy menunggu sejenak karena takut kalau-kalau Elisa terbangun. Setelah memastikan bahwa Elisa masih tertidur lelap, dia lalu memasuki kamar Elisa, menutup pintu tersebut dengan perlahan-lahan, dan mengunci pintu tersebut, untuk berjaga-jaga.

Andy lalu bergerak ke tempat tidur Elisa. Elisa tidak menutup tirai jendela kamarnya, sehingga cahaya bulan yang berasal dari luar adalah satu-satunya penerangan di kamar itu, tapi cukup bagi Andy untuk melihat sekeliling ruangan.

Saat itu Elisa sedang tidur menghadap ke samping sambil memeluk gulingnya. Andy lalu berdiri di samping tempat tidur Elisa sambil menatap posisi tidurnya. Saat Andy melihat wajah Elisa yang polos dan lembut, untuk sesaat gairah sexnya hilang, digantikan oleh suatu perasaan aneh yang bergejolak di hatinya.

Namun saat Andy melihat punggung Elisa, terlihat baju piyamanya agak tersingkap ke atas, dan celana dalamnya yang berwarna cerah menyembul keluar dari celana panjangnya. Tiba-tiba saja, gairah sex Andy muncul kembali.

Andy lalu dengan tangan yang gemetaran mencoba memegang pantat Elisa, dan pada saat tangannya bersentuhan dengan pantat Elisa, kontan batang penis Andy menegang.

Andy biasanya hanya melihat cewek bugil melalui majalah atau VCD porno saja, jadi dia tidak pernah melihatnya secara langsung. Pada saat ini, seorang cewek seksi sedang terbaring di depan matanya, tentu saja gairah sex-nya langsung mencapai batas maksimal.

Akhirnya Andy tidak tahan lagi. Dia lalu memutarkan tubuh Elisa ke arahnya, melepaskan tangan Elisa dari gulingnya, lalu mengambil guling tersebut dan meletakkannya di atas lantai.

Kemudian Andy melepaskan kancing baju Elisa satu persatu. Saat Andy selesai membuka baju tidur Elisa, terlihatlah, BH yang berwarna putih dan bercorak bunga-bunga menutupi buah dada Elisa yang besar, pada saat ini, batang penis Andy kontan menegang hingga batas maksimal. Saat-saat ini hampir sama seperti saat Andy melihat gambar porno untuk pertama kalinya.

Dengan tangan yang semakin gemetaran, Andy lalu mengelus-elus dada Elisa yang masih terbungkus BH itu dengan perlahan-lahan. Saking bergairahnya, Andy bahkan merasakan bahwa batang penisnya ikut bergetar.

Andy lalu menurunkan celana panjang Elisa perlahan-lahan sampai pada lututnya, dan terlihatlah celana dalam Elisa beserta pahanya yang mulus.

Tangan kanan Andy lalu mengelus-elus paha Elisa yang lembut itu, sementara tangan kirinya meremas-remas bagian atas dada Elisa yang tidak tertutup oleh BH dengan perlahan-lahan. Setelah mengelus-elus paha dan dada Elisa selama beberapa saat, Andy merasa bahwa dia sudah tidak tahan lagi. Ingin rasanya dia melepaskan celana dalam Elisa, dan menusukkan batang penisnya kuat-kuat ke dalamnya.

Akan tetapi, pada saat inilah Elisa terbangun dari tidurnya. Saat Elisa membuka matanya, dia sangat terkejut karena seseorang sedang berdiri di samping tempat tidurnya sambil memegangi paha dan dadanya. Kontan dia menjerit “Tolong..!”

Melihat hal ini, secara refleks Andy langsung menutup mulut Elisa dengan tangan kanannya, dan dia juga segera tidur tertelungkup di atas tubuh Elisa supaya Elisa tidak melarikan diri. Namun Elisa juga tidak menyerah begitu saja, dia terus berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Andy, kedua tangannya terus sembarangan pukul, dan kedua kakinya juga terus-menerus menendang.

 KLIK DISINI

Selama kira-kira lima menit, Elisa terus meronta dan meronta, namun biar sekuat apapun dia memukul dan menendang, dia tetap tidak dapat menyingkirkan tubuh Andy yang sedang menekannya dengan keras. Namun pada saat sinar bulan yang melalui jendela mengenai wajah Andy, wajah Elisa memperlihatkan ekspresi terkejut yang teramat sangat. Air mata tiba-tiba mengalir turun membasahi pipinya, dan entah kenapa, perlawanan Elisa berangsur-angsur melemah, dan pada akhirnya dia malah tidak memberikan perlawanan sama sekali, entah karena tenaganya telah terkuras habis, atau karena dia sudah pasrah akan nasibnya, atau mungkin juga karena alasan lain.

Rintihan dan rontaan Elisa tadi malah membuat nafsu sex Andy semakin meningkat, dan pada saat ini nafsu sex-nya sudah mencapai tahap klimaks. Melihat Elisa yang sudah tidak memberikan perlawanan lagi, Andy langsung meremas-remas tubuh Elisa dengan kasar.

Mula-mula Andy melepaskan tangan kanannya dari mulut Elisa dengan perlahan-lahan. Setelah melihat bahwa Elisa tidak berteriak lagi, dia langsung meremas-remas kedua dada Elisa yang masih terbalut BH berwarna putih itu dengan bernafsu.

Tidak lama kemudian, dia pun merobek baju piyama Elisa, dan membuangnya ke lantai. Rintihan kesakitan Elisa membuat Andy semakin bergairah. Andy lalu melepaskan celana panjang Elisa dan sementara kedua tangannya tetap meremas-remas dada Elisa, lidahnya menjilat-jilat vagina Elisa yang masih terbungkus oleh celana dalam itu.

Setelah selang beberapa waktu, Andy lalu menciumi bagian dada Elisa yang tidak tertutup oleh BH, sekaligus menjilatinya. Andy juga menciumi bagian leher dan bibir Elisa dengan paksa.

Setelah puas menciumi Elisa, Andy lalu melepaskan BH dan celana dalam Elisa, sehingga sekarang Elisa sedang dalam keadaan telanjang bulat dan dalam posisi tidur terlentang di atas tempat tidurnya.

Melihat kedua dada Elisa yang besar dan berisi, serta vaginanya yang dipenuhi oleh bulu-bulu halus, Andy tidak dapat menahan dirinya lebih lama lagi. Dia langsung melepaskan baju, celana, dan celana dalamnya, sehingga mereka berdua sekarang dalam keadaan telanjang bulat.

Tangan kiri Andy lalu meraba-raba vagina Elisa, sementara tangan kanannya memutar-mutar puting susu Elisa. Perbuatan Andy membuat tubuh Elisa sedikit bergetar karena saking gelinya. Tidak lama kemudian, Andy merasakan vagina Elisa mulai basah dan mengeluarkan cairan.

Andy lalu menusukkan batang penisnya ke dalam vagina Elisa. Tindakan ini, membuat Elisa menjerit kesakitan, namun Andy sudah tidak peduli lagi. Walaupun Elisa menangis terisak-isak, Andy tetap saja mencengkram kedua dada Elisa sambil memompa vaginanya dengan keras. Andy yang sekarang sudah kehilangan akal sehatnya dan sudah dikuasai oleh hawa nafsu. Sekarang tujuannya hanya satu, yaitu menyetubuhi gadis yang sekarang sedang tidur terlentang di hadapannya.

Namun entah karena rasa takut atau malu, Elisa berusaha untuk menahan dan memperkecil suara teriakannya. Sementara itu, Andy terus menggerakkan pantatnya naik turun sesuai irama. Rintihan kesakitan Elisa hanya membuatnya semakin bersemangat.

Walaupun penis Andy sedang melakukan tugasnya keluar masuk vagina Elisa, tangannya juga tidak tinggal diam. Kedua tangannya terus meremas-remas kedua dada Elisa dengan keras, sehingga kadang-kadang Elisa merintih. “Ahh.. sakit bang.. AHH.. jangan bang..”

Setelah memompa vagina Elisa selama kira-kira 15 menit, Andy akhirnya menyemburkan spermanya ke dalam vagina Elisa, membuat Elisa menjerit tertahan.

Biasanya setelah ejakulasi penis Andy akan menjadi lemas dan mengecil, dan dia juga akan terduduk lemas, akan tetapi karena ini adalah pertama kalinya Andy melakukan sex nyata dengan seorang wanita, sehingga penisnya tetap saja menegang, dan rasanya dia masih punya kekuatan untuk melakukannya sekali lagi, atau bahkan mungkin dua kali lagi.

Namun Andy tidak ingin terburu-buru, dia ingin menikmati malam ini hingga sepuas-puasnya. Andy lalu memain-mainkan kedua dada dan puting susu Elisa. Mula-mula dia meremas-remas dada Elisa, seperti tukang susu yang sedang memerah susu sapi. Lalu dia memutar-mutar puting susu Elisa, dan menjilatinya serta menghisapnya.

Mulut Andy menghisap-hisap dada sebelah kiri Elisa, sedangkan tangan kanannya meremas-remas dada Elisa yang satu lagi. Lalu tangan kirinya digunakan untuk meraba-raba paha dan vagina Elisa.

Gerakan Andy yang makin lama makin mengganas itu membuat Elisa merintih dan meronta. “Jangan bang.. cukup bang.. ahh.. Akhh.. sakit bang..” Namun Andy tidak peduli. Andy dengan tubuhnya yang lumayan kekar itu tetap menekan tubuh Elisa, sehingga dia tidak bisa banyak bergerak.

Setelah menghisap puting susu Elisa selama beberapa saat, Andy lalu menurunkan kepalanya sampai sejajar dengan vagina Elisa, dan diapun mulai menjilat-jilati vagina Elisa. Mula-mula Andy menjilati bagian luar vagina Elisa. Kemudian secara perlahan-lahan dia pun mulai menjilati bagian dalam vagina Elisa, sambil sesekali menusuk-nusukkan lidahnya kedalam vagina tersebut.

Gerakan lidah Andy yang semakin mengganas itu membuat Elisa merintih dan mengerang. “Ah.. geli bang.. Ahh.. Ahh.. AHH.. jangan.. bang..”

Setelah puas menjilati vagina Elisa, Andy lalu mengangkat kedua kaki Elisa dan meletakannya di atas kedua pundaknya. Andy lalu kembali menusukkan penisnya ke dalam vagina Elisa dan menekan kedua paha Elisa hingga menyentuh kedua dadanya sendiri, lalu Andypun mulai memompa vagina Elisa lagi.

Melihat hal ini, Elisa berusaha untuk menolak tubuh Andy. Namun tenaganya saat ini sudah terkuras habis, sehingga dia hanya pasrah saja, sambil sesekali merintih dan mengerang.

Mula-mula pantat Andy bergerak maju mundur dengan perlahan, dan gerakannya sedikit demi sedikit dipercepat. Namun sesudah lebih dari 10 menit, pantatnya digerak-gerakkan dengan cepat dan kasar, sehingga suara rintihan Elisa terdengar semakin keras dan terputus-putus.

Tidak lama kemudian, Andy pun menembakkan spermanya ke dalam vagina Elisa untuk yang kedua kalinya.

Walaupun sudah berejakulasi untuk yang kedua kalinya, namun nafsu sex Andy tetap saja tinggi. Dia lalu mengganti posisi Elisa dan mulai memompa vaginanya lagi, sambil meremas-remas kedua dadanya.

Kali ini Elisa tidak merintih dan meronta lagi, badannya tergeletak lemas di atas ranjang. Dia merasakan dada dan vaginanya sudah mati rasa. Matanya menatap ke atas rembulan yang sedang menggantung di langit malam. Pandangannya menerawang jauh..

Keesokan harinya, kedua orang tua Andy beserta adik-adiknya akhirnya pulang dari rekreasi. Teman Elisa yang satu lagi juga telah tiba di rumah Andy.

Namun Elisa sepertinya tidak mengatakan hal tersebut kepada siapa-siapa, termasuk teman sekamarnya, soalnya semua orang melakukan kegiatan sehari-harinya seperti biasanya, dan setiap kali Andy berpapasan dengan Lidya, teman sekamar Elisa, Lidya selalu tersenyum kepadanya, seakan-akan antara Andy dan Elisa tidak pernah terjadi apa-apa.

Satu hal yang berubah adalah, Elisa selalu berusaha untuk menghindari Andy, sama halnya dengan Andy, setiap kali melihat Elisa, dia juga selalu berusaha untuk menghindar.

Lima hari kemudian, Elisa tiba-tiba mengatakan bahwa dia hendak pindah ke tempat lain. Hal ini tentu saja mengejutkan semua orang. Sewaktu ditanya alasannya, dia hanya berkata bahwa tempat kosnya yang baru lebih dekat dengan kampusnya, dan Lidya juga ikut pindah bersamanya.

Setelah Elisa pindah keluar, Andy masuk ke kamar itu lagi. Dia melihat-melihat ruangan itu sejenak, kemudian saat dia hendak melangkah keluar, dia melihat keranjang sampah kecil yang terletak di sudut ruangan hanya terdapat tiga gumpalan kertas. Karena penasaran, Andy lalu mengambil tiga kertas tersebut, dan diluruskannya kertas-kertas itu.

Kertas yang pertama hanya berisi coret-coretan yang tidak penting. Sedangkan kertas yang kedua dan ketiga merupakan sobekan dari sebuah diari. Kertas yang kedua hanya berisi tentang perjalanan Elisa dari rumahnya sampai ke rumah Andy. Sedangkan saat Andy selesai membaca kertas yang terakhir, tanpa disadarinya, air matanya mengalir turun membasahi pipinya. Hatinya serasa bagaikan disayat sembilu.

Isi kertas yang terakhir adalah sebagai berikut: “lalu saat saya sedang memasak indomie di dapur, tiba-tiba seorang cowok membentakku. Saya sangat terkejut. Tapi setelah kami berbincang-bincang, rupanya dia adalah anak pemilik rumah ini, namanya Andy. Menurutku orangnya lumayan cakep, dan entah kenapa, sewaktu saya berbincang-bincang dengannya, rasanya ada sebuah perasaan aneh muncul di hatiku. Siang itu tidak ada hal yang istimewa, dan malamnya saya makan malam bersama Andy dan tantenya.

Setelah makan malam saya langsung kembali ke kamar dan membaca buku sampai lupa waktu. Malam ini haid saya datang lagi, sungguh membuatku kesal. Akan tetapi, mungkin saya juga harus berterima kasih kepadanya, karena saat saya keluar dari toilet, saya berpapasan dengan Andy. Saya hanya tersenyum kepadanya karena badan saya sudah lemas gara-gara haid, padahal sebenarnya saya ingin berbincang-bincang banyak dengannya.

Kenapa ya setiap kali bertemu dengan Andy, jantungku selalu berdebar keras? Apakah mungkin, saya jatuh cinta kepadanya? Wah, jadi malu nih. Baiklah, besok saya pasti akan mengajaknya ngobrol. Semoga besok cepat datang.”

Kumpulan Cerita Dewasa Memperkosa Gadis Perawan Sampai Berak


Kumpulan Cerita Dewasa - “Sakit Paaaaaak! Sakiiiiiit!”, terdengar seorang gadis merintih. Gadis itu, berusia tidak lebih dari tujuh belas tahun, terlentang pasrah ditindih seorang pria muda.

“Memek lu enak banget, pecunh….”, sang pria berkata agak serak. Tersengal-sengal seiring dengan tubuhnya yang menggenjot habis tubuh langsing sintal si gadis. Menghujamkan burung berototnya ke dalam vagina lembut yang terkuak paksa.

“Sakit Paaak… pelan… aduuuh… pelan-pelan Pak…..”, sang gadis menjerit sejadinya. Tubuhnya terlentang tertindih di atas ranjang hotel murahan. Tangannya mencengkeram bantal. Kedua pahanya berusaha menutup dengan sia-sia karena menahan sakit bagaikan teriris silet di liang vaginanya. “Memek Dian sakit Paak… udaaagh… “, raung gadis yang rupanya bernama Dian itu menyayat hati.

“Ah, pecun kecil… nngghh… enak ajja lu bilang udah…. Lu udah gue bayar!, gue belum puas!”, hardik si pria pada gadis malang.
“Sakit Pak… ampun….!”, kini air mata Dian mulai mengalir.
“Agh… diam, pelacur cilik, diam!”, si pria menghardik lagi. “Lu kan udah.. nngh.. gue… bayar….” Ia melepaskan batangannya dari vagina Dian. “Sekarang nungging!”
“Egh… nggak… jangan Pak… jangan di pantat…”, Dian terkulai lemah.
“Ah, pelacur banyak bacot lu!”, si pria langsung menarik tubuh Dian, memposisikannya supaya menungging, membuat dua bungkahan pantat yang bulat kenyal berada persis di depan si pria. Dan tanpa menunggu, dengan brutal ia menghujamkan batang zakar itu ke dalam belahan pantat itu.
“Aaaaaagh… sakiit… sakiit… ampun Pak.. ampuun!”
“Ayo jerit terus, sampe mati!”, si pria tertawa kasar. Setelah ia melesakkan batangan miliknya ke dalam anus Dian, kemudian menghujamkannya berkali-kali.

Dian sudah kehabisan tenaga, dirinya bagaikan tubuh tanpa jiwa, boneka yang dijadikan alat pemuas nafsu belaka. Gesekan penis si pria dan anus Dian, membuat perut gadis itu bergolak. Dian yang sudah kehabisan tenaga karena kesakitan, tidak bisa menahan ketika ampas tubuhnya mengalir keluar. Muncrat melewati celah yang sama, yang sekarang sedang dihujam oleh batangan zakar sang pria.

“Eh, setan! Dia berak!”, si pria seketika mencabut penisnya yang sekarang berlumuran pasta coklat lengkap dengan aromanya menjijikan.
“Mmmmph… maaf…. Maaf… Dian ngak tahu…. maaf….”, Dian menangis.
“Ih.. dasar!”, si pria menghardik lagi. Kemudian ia menjambak rambut dian sehingga gadis itu jatuh tunggang langgang ke lantai. “Buka mulut lu, bocah!”, si pria dengan kasar mencoba melesakkan penisnya yang berlumur tinja itu ke mulut Dian.
“Aaagh… nggaaaaak… nggaaaak…..nnggggh….”, Dian mencoba berpaling, dan mengatupkan mulutnya. Namun si pria mencengkeram leher Dian sehingga gadis itu terpaksa membuka mulut. Dan detik itu pula batangan berotot yang berlumuran kotorannya sendiripun memenuhi mulutnya. Perut Dian seketika bergolak. Gadis itu muntah tanpa bisa tertahan. Tapi si pria tadi tetap mencengkeram kepala Dian, memaju-mundurkannya, memaksa menggesek mulut Dian dengan kejantanannya. tidak peduli segala isi perut Dian yang termuntahkan keluar.

“Hahahaha… enak eh, kontol saos tahi?”, si pria kembali menghardik. “Ayo kenyot terus bocah! Nanti dapet tambahan saos pejuh!”

Dian pasrah. Walaupun perutnya luar biasa mual, tapi seluruh isinya sudah dimuntahkan. Gadis itu hanya bisa menangis. Sambil berharap monster gila ini cepat cepat puas, dan ejakulasi di dalam mulutnya. Dan itulah yang kemudian terjadi. Si pria tiba-tiba menegang dan mengerang, dan menghujamkan penisnya sejauh mungkin ke dalam mulut Dian. Dan seketika mulut gadis itupun dipenuhi ciran lengket.

“Telan!”, perintahnya dengan suara serak. “Ayo, telan!”

Dian yang sudah pasrah memilih untuk menurut. Jika kotorannya sendiri saja bisa ia telan tadi, maka sperma laki laki ini masih jauh lebih baik. Tanpa banyak bicara gadis itu langsung menelan cairan kental itu, sampai habis.

“Jilatin kontol gue! Sampe bersih!”, monster itu kembali memerintah.

“Terima kasih…”, ujar Rani sambil tersenyum. Laki laki paro baya yang berada di depannya pun membalas senyumannya. Tanpa berkata apa apa lelaki itupun berbalik badan dan berjalan keluar. Dengan rapi jemari mungil Rani mengambil amplop kecil berisi kartu akses pembuka pintu itu. Menggeseknya di mesin magnetic untuk menghilangkan datanya.

Pagi ini Rani berpakaian rapi seperti biasanya. Gadis langsing berkulit bersih itu mengenakan seragam sekolahnya, kemeja OSIS berpasangan dengan rok berwarna abu-abu, ditambah balutan jas almamater berwarna cokelat muda. Rambutnya yang lumayan pendek -tidak sampai menyentuh bahu- malah membuat Rani semakin manis. Sebagai siswi SMK jurusan pariwisata yang sedang kerja praktek di sebuah hotel mewah, Rani mendapat tugas sebagai asisten receptionist. Namun pagi ini, rupanya masih terlalu pagi sehingga mungkin sang receptionist malas menemani Rani. Demikian juga dengan kawan kerja prakteknya yang juga ditempatkan di bagian reception, masih belum terlihat juga batang hidungnya. Untungnya pagi ini tidak terlalu ramai. Tamu-tamu sangat jarang yang check in pada jam-jam ini. Tamu yang check out juga bisa dihitung dengan jari. Sebagian besar tamu hotel sedang menikmati makan paginya di coffeeshop hotel.

Karena reception masih sepi sepi saja, Ranipun duduk dan melirik jam tangannya. Hampir pukul tujuh pagi. Mestinya sang mitra kerja praktek yang juga berasal dari sekolah yang sama sudah datang. Sehingga walaupun tidak ada pegawai hotel yang menemani, Rani tidak perlu sendirian disini. Gadis itu kemudian menghela napas. Perasaan bingung kembali bergelayut dihatinya. Jika saja, jika saja, ia sudah benar benar bekerja di hotel ini, mungkin ia tidak segalau ini.

Hemodialisa. Satu kata itu benar benar mengerikan bagi Rani sekarang. Mungkin bagi orang berpunya, akan enteng saja dijalankan. Namun baginya, lain cerita. Ibunya telah divonis pembengkakan jantung. Dan setelah analisa dokter, penyebabnya adalah gagal ginjal.

Hemodialisa. Benar, cuci darah. Rani menghela napas lagi. Hemodialisa harus dilakukan ibunya seminggu dua kali. Seminggu, dua kali. Berapa biayanya itu? Tujuh ratus lima puluh ribu, sekali tindakan. Satu juta lima ratus ribu, setiap minggu. Enam juta setiap bulan. Seumur-umur Rani belum pernah memegang uang sebanyak itu. Namun pengobatan mahal itu mutlak dilakukan. Jika tidak, Ibunya akan mati lemas.

Rani tumbuh besar menjadi seorang gadis remaja tanpa merasakan kasih sayang seorang ayah. Ayahnya meninggal ketika Rani masih berusia delapan bulan karena kecelakaan. Sejak saat itu, Ibunya yang bekerja serabutan sebagai tukang cuci atau pembantu rumah tangga yang pulang hari, harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri dan Rani. Dan Rani bukan gadis yang tidak tahu diri. Prestasinya di sekolah selalu baik. Gadis itu tahu sang ibunda selalu bekerja keras agar dirinya mendapat pendidikan yang layak. Karena itu, Rani sudah bertekad akan secepat mungkin bekerja, untuk membantu meringankan beban ibunya. Itulah alasan ia memilih untuk sekolah di SMK.

“De’.…”, tiba-tiba terdengar suara memanggil.

Rani masih diam.

“Hei, De’….”

Rani terkejut. Seketika ia mendongakkan kepalanya. Lebih terkejut lagi ia mendapati sosok yang memanggilnya berwajah tampan. Pemuda berusia di akhir usia duapuluhan, atau awal tigapuluhan. Ia mengenakan kemeja putih berpasangan dengan pantalon berwarna krem.

“Sendirian disini? Receptionistnya mana? …”, ujarnya.

Rani seperti tersihir. Entah kenapa. Laki laki ini begitu tampan. Apakah dia mau menologku? Tiba tiba terpikir pertanyaan aneh di benak Rani.

“Lho, kok nangis?”, pemuda itu bertanya bingung seiring dengan air mata Rani yang tiba-tiba mengalir.

Rani terkesiap. Dengan tergesa-gesa ia menghapus air matanya. “Eh iya Pak? Maaf… maaf… tadi… eh.. Bapak mau check out?”, Rani gelagapan.

Si pria tampan tersenyum geli. “Nggak, saya nggak mau check out. Saya kan kerja disini”, ujarnya lembut.

“Hah?”, Rani terlihat bingung.

“Kamu nggak kenal saya?”, senyum pria tampan itu kembali menghiasi wajahnya. Membuat Rani seakan limbung. “Tadi kenapa, kok nangis Ran? Eh kamu dipanggil Rani kan?”

Astaga, kenapa dia tahu nama aku? tanya Rani dalam hati. Tapi gadis itu hanya mengangguk.

“Nah, mau cerita kenapa tadi kamu nangis?”, si tampan malah menatap Rani. “Diputusin pacar ya Ran?”, kemudian ia tersenyum simpul.

“Ah, Bapak… bisa aja…”, Rani kembali mengusap matanya. “Rani belum punya pacar Pak…”, gadis itu mencoba menyunggingkan senyum.

“Terus kenapa dong?”, si tampan kembali bertanya.

“Ah nggak apa apa Pak…”, jawab Rani.

“Terus kenapa nangis?”, si tampan mengejar terus. “Ada yang bisa aku bantu?”, si tampan kembali menatap Rani dengan lembut.

Rani menatap pria tampan itu dengan ragu-ragu. Kondisi Rani sekarang sudah jelas membuat gadis itu memerlukan bantuan. Bantuan dana. “Rani butuh uang Pak..”, ujar Rani tanpa sadar. Seketika gadis itu menutup mulutnya. “Eh… aduh… maaf Pak….”, wajah gadis itu seketika menjadi panas.

“Buat beli pulsa?”, si tampan nyengir kuda.

“Ah enggak… enggak…”, ujar Rani kembali gelagapan. “Bu… buat cuci darah…”, karena kalut dan malu, Rani malah berkata jujur. “Eh.. aduh… “, gadis itu kembali menutup mulutnya.

Raut wajah si tampan berubah serius. “Cuci darah Ran? Siapa? berapa kali seminggu?”

Rani terdiam. Sekarang sudah tidak ada gunanya lagi menutup-nutupi. Tanpa sadar, gadis itu sudah terlalu banyak bicara. “Ibu. Dua kali seminggu”, ujar Rani akhirnya.

“Ooo..”, jawab si tampan. Ia langsung mengeluarkan buku cek. Setelah menulis sesuatu disitu, kemudian ia merobeknya selembar dan menyodorkannya pada Rani. “Ini saya kasih cek aja. Mestinya cukuplah, untuk beberapa minggu. Tinggal diuangkan saja”, ujarnya.

Rani melongo. “Pak.. aduh..”, tiba tiba lidah Rani langsung kelu.

“Jangan banyak komentar. Ambil saja. Nanti kamu boleh minta lagi kalo sudah habis”, jawabnya cepat. Tapi Rani masih terlihat bingung. “Cepat. Itu receptionist-nya datang. Enggak enak kalau kelihatan dia”, ujar si tampan ketika melihat seorang gadis berusia duapuluhan masuk ke ruangan yang ada di dekat situ. Ruangan itu memiliki selasar yang menembus di bagian belakang ruang reception.

Rani masih bingung. Tapi melihat si tampan menatapnya dengan tajam, membuat gadis itu terpaksa mengambil lembaran cek yang disodorkannya. Rani sempat melihat jumlah nominal yang tertera di atasnya. Lima belas juta rupiah. Jantung Rani seakan berhenti ketika menyadarinya. Dan ia hampir melompat karena kaget ketika mendengar pintu dibelakangnya tiba tiba membuka.

“Pagi Pak…”, si receptionist menyapa sambil sedikit membungkuk ketika melihat si tampan.
“Pagi…”, si tampan membalas sambil tersenyum. “Saya naik dulu ya”, ujarnya kemudian sambil berbalik badan.
“Baik Pak”, si receptionist kembali sedikit membungkuk. Tapi si tampan tidak menoleh. Beberapa saat kemudian ia lenyap dibalik pintu elevator.
“Eh.. mbak… bapak itu tadi siapa ya?”, tanya Rani bingung.
“Hah? Aduh Rani, masa lu nggak tahu itu siapa? itu Pak Anthony, yang punya hotel ini!”, seru si receptionist. “Tapi dia emang jarang nongol sih disini”
“Hah? masa? aduh, aku kirain tamu!”, wajah Rani tiba-tiba berubah pias. “Abis kelihatannya masih muda”

“Emang. Tigapuluh tahunanlah”, jawab si receptionist. “Pak Anthony resmi jadi pemilik hotel ini, dua tahun yang lalu. Setelah kedua orang tuanya meninggal. Tragis. Ibunya gantung diri. Sementara ayahnya, pemilik awal hotel, yang waktu itu masih di Malaysia, malah meninggal karena kecelakaan disana. Dia sempat stress berat dan hampir bunuh diri karena itu. Tapi untung aja ada yang menyadarkannya. Dia langsung mengambil kendali hotel, meningkatkan fasilitasnya sampai jadi bintang lima. Tapi banyak orang yang bilang, sepeninggal ayah ibunya, Pak Anthony menjadi berbeda..”

Rani belum sempat buka mulut ketika pintu dibelakang mereka kembali membuka. Seorang gadis yang berpakaian sama dengan Rani tampak tergopoh-gopoh masuk. “Maaf mbak Clara, aku telat…”, ujarnya sambil tersengal-sengal.

Receptionist yang rupanya bernama Clara itu tersenyum sambil berujar, “Lagi-lagi telat, Dian?” Rani berdiri mematung di depan pintu jati yang kokoh. Belum sempat gadis itu menggerakkan tangan hendak mengetuk, pintunya membuka.

“Ah, datang juga, akhirnya!”, Anthony berujar dengan wajah cerah. Pemuda itu langsung mempersilahkan Rani masuk. Anthony tampil rapi seperti biasanya. Namun mungkin karena hari ini hari minggu, ia tidak mengenakan dasi. Pemuda itu mengenakan pantalon hitam berpasangan kemeja lengan pendek berwarna kuning gading.

Rani duduk di hadapan sofa berhadapan dengan Anthony yang duduk di meja kerjanya. Gadis itu kikuk luar biasa. Kembali ke hotel ini lagi, bukan sebagai siswi PKL melainkan sebagai tamu dari Anthony, yang tidak lain adalah pemilik sekaligus direktur hotel, membuat gadis itu gugup. Terlebih lagi Anthony sudah tahu maksud kedatangan dirinya.

“Jadi, Ibumu sehat, Rani?”, tanya Anthony sambil menulis buku cek.

“I… iya, Pak…”, jawab Rani.
“Syukurlah”, jawab Anthony. “Berarti Rani sekarang kelas tiga dong ya? Naik kelas kan?”
“Eh… iya, kelas tiga sekarang Pak..”, Jawab Rani.
“Bagus!”, seru Anthony sambil menyerahkan selembar cek. Tapi Rani diam saja. Anthony menatap Rani dengan kening berkerut.
“Pak Anthony…”, Rani berujar Lirih.
“Iya?”, anthony menatap Rani dengan lembut.
“Cu… eh… cuci darah… Ibu mesti cuci darah itu… seumur hidup Pak…”, Rani terbata-bata.
“Oh iya, biasanya. Kecuali ada yang mau donor ginjal…”, jawab Anthony.
“Jadi selama itu Rani…”, gadis itu diam sesaat, sebelum melanjutkan, “Rani harus minta uang sama Pak Anthony?”

Anthony tersenyum lagi. Dan sekarang ia duduk di sebelah Rani. Rani refleks menggeser duduknya untuk memberikan tempat yang lebih luas pada mantan atasannya itu. “Rani”, ujar Anthony. “Nggak selamanya kamu mesti minta uang sama saya. Nanti kalo udah kerja kan bisa biayain sendiri..”

“Tapi itu kan masih lama…”, Rani makin malu. “Sebelum itu, Rani ngerepotin Pak Anthony terus”
“Ya nggak apa-apa…”, Anthony mencoba menenangkan.
“Tapi… Rani nggak enak harus minta terus…”, jawab Rani lagi. Gadis itu merasa serba salah.
Anthony menghela napas. “Ibumu kerja apa Ran?”
“Tukang cuci”, jawab Rani. “Tukang cuci keliling. Pembantu. Tapi pulang hari, nggak nginep”
“Ahh… begitu”, jawab Anthony. “Kalau begitu jadi lebih mudah”, raut wajah Anthony terlihat sedikit cerah.
“Maksud Bapak apa? Rani nggak ngerti..”
“Ah gini aja Ran, kamu sama Ibu tinggal di rumah saya saja. Ibumu bisa kerja sama saya, saya gaji untuk ngurus-ngurus rumah. Kamu juga bisa berangkat sekolah dari rumah saya. Nah tiap minggu ibumu juga bisa cuci darah kan, saya yang bayarin. Jadi kita simbiose mutualisma”, cerocos Anthony sambil tersenyum lucu.

Rani malah melongo. Tentu saja usulan Anthony adalah usul yang bagus. Tapi…

“Ya sudah deh, Ran. Antar saya ketemu Ibu. Nanti saya yang bicara sama Ibumu..”, kembali Anthony menyunggingkan senyumannya yang khas. “Boleh?”
“Eh, iya terserah Bapak aja…”, Rani masih belum bisa lepas dari rasa kikuknya.
Anthony tertawa. “Kalau Ibumu setuju, tugas pertama kalian adalah, nemenin saya liburan dua minggu, di Bali!”, seru Anthony.
“Bali?”, Rani makin bingung.
“Iya Bali. Kamu masih libur panjang kan? Kamu sama Ibu harus ikut saya. Eh tapi panggil Mas aja Ran”, ujar Anthony.
“Mas?”, Rani terbengong seperti orang linglung.
“Iya, panggil saya Mas aja…”, Anthony menegaskan.
“Pak Anthony… eh.. Mas.. Mas.. Mas.. Anton…”, Rani terbata-bata.
“Boleh! Mas Anton kayaknya bagus. Mas Anton!”, seru Anthony.

Sampai hari ini Rani belum bisa memahami nasib baik yang menaungi dirinya. Bagaikan dijatuhi durian runtuh, nasib Rani seketika berubah. Dari gadis miskin yang mengisi hari hari luangnya dengan pekerjaan rumah, seketika menjelma menjadi gadis yang menghabiskan waktu liburannya di Bali. Tiap hari Rani berjalan-jalan di pantai sekitar hotel tempat mereka menginap. Makan satu meja dengan Anthony, belanja dari mulai gantungan kunci sampai dengan baju. Sampai gadget. Betul, gadget. Walaupun barang yang disebutkan terakhir tidak perlu dibeli disini. Namun kenyataannya Anthony memang membelikan Rani gadget di Bali. Anthony masih dengan sangat murah hati membelanjakan uangnya untuk memanjakan Rani, dan juga Ibunya.

Walaupun demikian, Rani menyadari, semahal apapun pakaian yang dikenakannya sekarang, secanggih apapun gadget yang ada di genggamannya, statusnya sebagai anak dari seorang tukang cuci tidak akan pernah berubah. Namun sebagai seorang gadis remaja biasa, mau tidak mau Rani menikmati juga kehidupan ‘mewah’ yang baru saja diberikan padanya oleh Anthony.

Sekarang Rani sedang menikmati malam terakhirnya di Bali, karena Anthony harus kembali ke Jakarta besok. Dan penuh rasa syukur Rani menatap laut yang hitam pekat dihadapannya. Puluhan lampu kelap kelip tampak dari kejauhan. Pemandangan yang, sebelumnya, hanya bisa dilihat Rani dari buku, majalah, atau acara televisi. Gadis itu berdiri di balkon president suite room pada hotel tempat mereka menginap. Suara desiran ombak terdengar merdu di telinga Rani. Apakah nasibnya sekarang sudah berubah? Pertanyaan itu berkali kali terngiang dalam benak Rani.

“Jika ada orang yang berbuat baik pada kita”, ibunya suatu hari pernah berkata, “terima dan syukurilah. Mungkin itu balasan Tuhan atas perbuatan baik kita di jaman dulu. Tapi, bisa juga itu hutang yang harus dibayar di waktu yang akan datang”

Ingatan akan perkataan ibunya itulah yang masih mengganjal di benak Rani. Jika memang kebaikan yang diberikan Anthony adalah hutang, dengan apakah gadis itu harus membayar? Walaupun Rani sudah berusia enam belas tahun, pemikiran gadis itu masih polos. Untuk membayar semua yang telah diberikan Anthony padanya, dan ibunya juga, rasanya Rani tidak sanggup. Walaupun ia bekerja siang malam selama sepuluh tahun.

“Masih muda kok udah pinter ngelamun!”, seru Anthony tiba tiba dari belakang Rani. Dengan lembut ia mengenakan jasnya di punggung Rani, maksudnya supaya gadis itu terlindung dari terpaan angin laut. “Daripada masuk angin”, ujarnya sambil nyengir.

“Eh… Mas Anton…”, Rani tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Sebenarnya gadis itu risi, tapi, ada perasaan senang ketika Anthony datang dan menyampirkan jasnya di punggungnya. Kayak di film-film romantis, Rani geli sendiri dalam hati.
“Besok kita balik ke Jakarta”, ujar Anthony.
“Ehm, iya Mas. Masih ada yang harus diberesin?”, tanya Rani. Belajar jadi asisten rumah tangga yang baik.
Anthony tersenyum. “Ibu-anak sama aja. Yang dipikirin pekerjaan melulu. Disuruh santai di Bali malah masih nyari-nyari kerjaan”
“Ah nggak, Rani santai aja kok disini”, Rani menyanggah. Mulai berani nyolot pada ‘majikannya’. “Tapi, ada yang masih harus diberesin, Mas?”

Anthony tertawa. “Nggak. Semua kan udah ibu, dan kamu, beresin tadi sore. Besok pagi tinggal berangkat”, Anthony berujar. “Besok sehabis dari bandara, kita langsung ke rumah saya aja. Kamarmu dan kamar Ibumu sudah disiapkan. Oo oo.. jangan melihat saya kayak gitu, Rani. Iya, kamarmu berbeda dengan Ibumu. Saya tahu anak perempuan seumur kamu sudah harus punya kamar sendiri. Privasi. Dan bajumu dan ibumu nanti beli saja lagi. Jadi kamu nggak perlu balik lagi ke rumah kontrakanmu yang butut itu”

Tidak biasanya kediaman Anthony, bujangan pemilik sebuah hotel bintang lima di jakarta, ramai oleh kunjungan tamu-tamunya. Namun hari ini keriuhan tidak terhindarkan karena kedatangan teman-teman Rani, anak dari asisten rumah tangganya yang berulang tahun yang ke tujuh belas.

Anthony sendiri yang berinisiatif mengundang teman-teman Rani, dan mengadakan pesta ulang tahun di rumahnya. Rani pada awalnya menolak, namun Anthony tetap pada pendiriannya. Sehingga membuat Rani tidak bisa berbuat banyak – walaupun senang tentu saja.

Pesta berlangsung sejak jam 18.30. Setelah acara makan malam, dilanjutkan dengan tiup lilin diiringi suara riuh rendah teman-teman Rani yang membuka mulut selebar-lebarnya menyanyikan lagu panjang umurnya. Rani sendiri merasa sangat bahagia. Seumur-umur baru kali ini ulang tahun gadis itu dirayakan.

Setelah potong kue, tentu saja dilanjutkan dengan acara buka kado. Semua teman teman Rani memberikan gadis itu hadiah. Jenisnya bermacam-macam, sampai Rani bingung sendiri. Anehnya selama acara berlangsung, hanya sekali Anthony menampakkan batang hidungnya : ketika menyambut kedatangan teman teman Rani yang memang datang segerombolan. Setelahnya Anthony mengurung diri di kamarnya. Bahkan sampai teman teman Rani pulang, Anthony tidak pernah muncul lagi.

“Jadi maumu apa heh?”, seorang pria terdengar marah-marah dengan lawan bicaranya melalui ponsel.
“Jangan sentuh dia, Pak. Please..”, suara perempuan di ujung sana hampir menangis.
“Apa hakmu ngelarang saya…”, nada suara sang pria terdengar makin tinggi, tapi terpotong jerintan lawan bicaranya.
“Dia itu teman saya. Anak baik baik Pak. Dia masih polos..”, lawan bicara sang pria terdengar putus asa.
“Tidak seperti kamu eh, Dian?”, pungkas sang pria seraya memutuskan hubungan.

 KLIK DISINI

Rani baru saja selesai mandi ketika smartphone miliknya berbunyi ‘ping’ beberapa kali. Tidak mengacuhkannya, gadis yang masih mengenakan gaun mandi itu terus saja mengeringkan rambutnya yang basah. Iapun duduk di tempat tidur miliknya yang bersprei satin berwarna putih bersih. Setelah merasakan rambutnya hampir kering, Rani baru meraih smartphonenya.

Apa-apaan sih, si Dian? Tanya Rani dalam hati. Gadis itu berdiri dan berjalan menuju lemari pakaiannya yang berpintu kaca cermin. Tapi tiba tiba Rani kembali teringat akan perkataan ibunya,

“Jika ada orang yang berbuat baik pada kita, terima dan syukurilah. Mungkin itu balasan Tuhan atas perbuatan baik kita di jaman dulu. Tapi, bisa juga itu hutang yang harus dibayar di waktu yang akan datang”

Sial, gerutu Rani dalam hati. Kenapa tiba-tiba aku jadi ketakutan begini sih? Kenapa juga si Dian gila itu mesti ngomong yang nggak-nggak, kan nggak mungkin kalo Mas Anton… Gadis itu terkejut bukan main ketika tiba-tiba pintu kamarnya membuka, Anthony masuk dan langsung mengunci pintunya.

“Mas Anton?”, Rani heran. Belum menyadari bahaya yang tengah mengintai.
“Oh kamu memang cantik, Rani…”, ujar Anthony. Pria itu bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana boxer. Sorot matanya aneh. Ia mendekati Rani dan mencengkeram lengan gadis itu. Sementara dengan tangan lainnya Anthony mencoba melepaskan gaun mandi Rani.
“Mas Anton! Apa-apa…”, Rani berusaha menahannya.
Anthony memelintir lengan Rani sehingga gadis itu memekik kesakitan. Dan kemudian ia mencengkeram tubuh gadis itu dari belakang.
“Ibuuuuu! Tolooong!”, Rani memekik.
“Teriak saja semaumu, manis. Ibumu sudah tidur. Dan asal kau tahu, kamarmu dan kamar ibumu kedap suara”, tangan kiri Anthony berhasil melepaskan ikatan gaun mandi Rani. Sementara tangan kanannya menahan tubuh Rani.
“Mas Anton.. jangan Mas.. tolong..”, Rani mulai menangis.
“Kau pikir kau bisa seenaknya aja ngabisin uangku eh?“, hardik Anthony sambil mencium pipi Rani dengan kasar. “Dasar perempuan murahan. Selalu saja menggunakan kecantikan dan air mata kalian untuk keuntungan. Sial. Jika tidak ada perempuan murahan terkutuk macam kalian, tentu Ayahku tidak selingkuh. Dan Ibuku masih hidup…”
“Mas Anton ngomong apaan sih? Rani nggak…”
“Halah, sudah, lepas aja!”, Anthony menghardik sekaligus menarik gaun mandi Rani dengan keras sehingga gadis itupun telanjang. Anthony langsung menarik Rani ke ranjang dan menindihnya. Dengan kasar ia langsung mengulum bibir Rani. Sementara kedua tangan gadis itu dipegangi dengan kuat. Puas melumat bibir gadis malang itu, Anthony menuju sasaran lain, payudara. Anthony menarik salah satu payudara mungil gadis itu ke pangkalnya sehingga putingnya mencuat ke atas. Detik itu juga anthony menggigit puting itu dan menariknya dengan gemas.
“Aaaaaagh… sakit.. sakit Mas Anton… sakit…”

Anthony hanya mengerang dan memperkuat gigitan. Seperti binatang buas yang mencoba mengoyak daging buruannya dengan ganas. Kemudian ia beralih ke puting Rani yang lain. ia menjilatinya. Sementara Rani hanya bisa meringis. Tapi kemudian Anthony kembali menggigitnya dan menarik puting itu sekuat mungkin. Rani kembali menjerit, dan Anthony seperti tersenyum dalam erangan. Anthony cukup cerdik untuk menyakiti puting Rani tanpa membuat puting Rani putus. Karena jika sampai hal itu terjadi, bisa berakibat fatal. Dan ia tidak bisa bermain dengan tubuh Rani lebih jauh.

“Tetek kamu imut imut kenyal, Ran!”, seru Anthony sambil mengusap mulutnya dari liur yang mengalir. Ia tampak puas melihat kedua payudara Rani yang berwarna kemerahan bekas gigitannya. Anthony kemudian dengan kasar mengangkangkan kedua paha Rani. Gadis itu hanya bisa menangis pasrah. “Wuih Rani, memek kamu masih rapet nih…”, ujarnya sambil mencolek-colek celah vagina Rani yang segaris lurus, bersemayam diatas gundukan yang menyembul berwarna putih bersih tanpa rambut.

Anthony melepaskan boxernya. Seketika burung berotot miliknya menjenjang keluar seperti tiang listrik. Kemudian ia berlutut di antara kedua paha Rani, dan membiarkan kedua kaki Rani yang jenjang itu menjuntai di atas pahanya, sehingga kepala zakar miliknya tepat berada di hadapan belahan mungil rapat di kutub selatan tubuh Rani.

“Mas… jangan Mas… tolong… ampun Mas…”, Rani meratap sambil terisak.
“Ah, persetan!”, Anthony mulai melesakkan kejantanannya ke dalam sangkar imut Rani.
“Jangan Mas… sakiit….”, Rani meringis. Air matanya terus mengalir.
“Perempuan kayak kamu emang harus disakitin. Itu kan yang kalian mau? Setelah menangis, lalu mengais. Mengais uang macam tikus mengais makanan basi di tong sampah!”, Anthony menghardik. Dan seketika mendorong penisnya sejauh mungkin. Dengan sekuat tenaga.
“Aaaaaaagh… sakit Mas…”, Rani merintih pilu. Detik yang sama kejantanan Anthony berhasil merenggut kepolosan tubuh Rani. Darah menetes dari celah mungilnya.

Anthony tertawa serak. Mengerikan. Bagaikan hewan buas yang baru menguasai lawannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Anthony mulai memompa. Menggenjot tubuh Rani yang malang. Bagaikan memeras sari kemurnian tubuh gadis itu. Menyayat liang vagina Rani, Seiris demi seiris.

“Mas… ampun Mas… periih… sakit….”, Rani merintih memohon belas kasih.
“Ah…” napas Anthony tersengal sengal. “Bohong! kalian bilang sakit, ngh.. ngh.. supaya bisa dapet duit lebih kan…” Anthony makin buas mengaduk liang mungil Rani. Vagina Rani berkontraksi luar biasa, mencoba mengeluarkan batangan asing mengerikan yang menyesakinya. “Ah… memek… memek perawan emang enagh…”, Anthony merasa nikmat luar biasa.
“Eng… Sakit Mas… ampun… udagh Mas.. please… udagh… perih Mas… ampun…”

Anthony makin ganas. Seakan ingin merobek robek liang vagina Rani, ia menghujamkan batangannya bukan hanya untuk merasakan kenikmatan celah surgawi itu, tapi juga untuk menyakiti Rani. Sesakit mungkin. Tapi seketika tubuh Anthonypun menegang. Ototnya mengeras bagai patung. Dan detik itu cairan hina Anthony muncrat dan membanjiri liang mungil Rani. Anthony menghujamkan batangannya sedalam mungkin, mengangkat pantat Rani agak keatas agar spermanya mengalir ke rahim. Seakan akan hendak menghamili gadis itu. Semata mata hanya untuk menambah penderitaanya saja. Jika Rani benar benar hamil, Anthony akan menggugurkannya.

“Ah… memek kamu luar biasa Ran!”, seru Anthony sambil mencabut penisnya dari vagina Rani. “Bener-bener memek perawan sweet seventeen!”

“Mas Anton tegaa…”, Rani meratap sambil terisak isak. Gadis itu langsung terduduk. Memandang celah mungilnya yang sekarang perih luar biasa. Noda merah terpercik di sprei dibawahnya.

Anthony tertawa kasar. “Basa basi”, sergahnya. “Emangnya kamu sebegitu naifnya sehingga mau aja uang yang saya kasih eh? Kamu tidak pernah berprasangka sedikitpun, hari ini pasti terjadi?”, Anthony nyerocos sambil mengenakan kembali boxernya. “Nggak mungkin Ran. Nggak mungkin kamu sebodoh itu. Kamu pasti tahu, cepat atau lambat, pasti…”

“Rani nggak tahu!”, jerit Rani. “Lagipula, waktu itu Rani lagi bingung. Jujur, butuh duit buat Ibu. Apa Rani salah kalo nerima uang, yang Mas Anton kasih sendiri, buat Ibu berobat?”, kembali Rani tersedu-sedu.

“Ah iya”, Anthony berkata sinis. “Ibumu itu butuh uang ya…”, ujarnya sambil mendekati Rani yang terduduk di ranjang. “Kalau begitu”, Anthony duduk di samping Rani, mendorong gadis itu hingga terlentang, kemudian menghujamkan jari tengah dan telunjuknya ke dalam vagina Rani. Seketika Rani menjerit kesakitan. “Siapkan memekmu setiap saat, bocah, Kalau kamu mau aku terus bayar ibumu berobat!”

“Baru pulang Ran?”, tanya Anthony yang sedang duduk di ruang tengah, ketika melihat Rani berjalan masuk masih mengenakan seragam sekolahnya dan bertelanjang kaki.

“Iya Mas”, jawab Rani sambil berjalan masuk ke ruang makan. “Mas Anton belum makan ya?”, ujarnya ketika melihat makanan di atas meja makan masih utuh. “Ibu masih di rumah sakit ya Mas?”

“Iya”, Anthony menjawab pendek. Tiba tiba sudah di pintu ruang makan. Ia langsung memeluk Rani dari belakang. “Aku mau makan kamu dulu…”, Anthony menciumi leher Rani. “Ah, keringat kamupun enak dicium, Ran…”

“Mas… “ Rani meronta. “Jangan… tadi pagi kan udah…”

“Ah, sudah lupa kalo kamu itu pelacurku, Ran? Pelacur!”, Anthony menghardik sambil menyeret Rani ke ruang tengah.

Air mata Rani menitik. Hatinya sakit luar biasa setiap mendengar Anthony menyebutnya pelacur. Tapi gadis itu tidak punya pilihan lain. “Nggak Mas… Rani nggak lupa..”, Rani menjawab. “Tapi Rani baru dapet..”, gadis itu sedikit meronta ingin melepaskan diri. Anthony mencengkeram pinggang gadis itu, memeluknya dari belakang.

Anthony tertawa. “Emang kenapa? Jangan cari-cari alasan!”, pria itu kemudian melepaskan rok yang dikenakan Rani dan memaksa Rani nungging dengan bertumpu tangan di atas sofa. Anthonypun memeloroti celana dalam gadis itu. Seketika darah Ranipun mengalir dan membercak di lantai.

“Mas… kan udah Rani bilang…”
“Iya.. iya tahu… kamu lagi dapet kan?”, Anthony terlihat cuek. Ia langsung melepaskan celana dan celana dalamnya sendiri. “Ah.. suck it in, bitch!”
“Aaaaaagh!”, Rani memekik. Anusnya terasa sakit luar biasa. Rupanya anthony melesakkan kejantanannya ke dalam anus Rani. “Mas! Jangan Mas! Sakiit!”
“Agh… pantatmu enak juga Ran!”, Anthony terus mengobok obok pantat Rani dengan kejantanannya. “Lebih peret dari memek kamu!”
“Agh… sakit Mas… ampun!”, Rani menangis, meringis menahan sakit.
“Agh..”,

Plak! Plak! Plak! Plak!

Anthony menampar-nampar kedua bulatan pantat Rani. Rani menangis tersedu sedu. Hujaman demi hujaman terus dilesakkan Anthony, sementara Rani mengeliat-geliat kesakitan. Sampai akhirnya, Anthony mengerang keras, dan penyiksaan itupun berakhir setelah cairan nafsu Anthony yang membanjir. Rani merosot ke lantai. Lantai pualam yang dingin terasa menyejukkan pantatnya yang perih.

“Jilatin kontol gue!”, Anthony membentak. Dengan kepatuhan seorang budak, sambil berlutut Rani menjilati kejantanan Anthony yang mulai melayu itu. Membersihkannya dari noda noda sperma. “Bagus.. “, ujarnya sambil mendorong kepala Rani agar menjauh.
“Mas Anton suka?”, tanya Rani sambil menatap majikannya.
“Suka apaan? Ngentotin pantat kamu?”, Anthony tertawa keras. “Kenapa nanya? Udah keenakan jadi pelacur?”

Rani tersenyum miris. “Kalau Mas Anton senang, Rani juga senang. Yang penting Ibu sehat…”

Anthony menyetir sendirian memasuki kompleks tempat rumahnya berdiri. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 03.30 pagi, dan tanggal 14 Februari. “Ah iya, 14 Februari ya..”, gumam Anthony. Hari Valentine, cetus Anthony kemudian dalam hati. Bull shit! Hari yang dihiasi cokelat dan hati. Cih! Cokelat. Cewek abg seperti Rani pasti senang diberi cokelat di hari ini. Kontol gue juga warnanya coklat! Anthony terkikik sendiri.

Pria itu baru pulang sehabis karaoke bersama teman-teman sesama pengusaha. Sang teman melanjutkan kegiatannya dengan kegiatan di ranjang bersama lady escort karaoke yang sedari tadi sudah membakar nafsu mereka. Anthony memilih pulang untuk kemudian menggelut tubuh Rani, gadis yang dianggap pelacur pribadinya. Gadis lugu yang selalu pasrah mengikuti kehendaknya, apapun itu.

Hampir pukul empat pagi ketika Anthony membuka pintu kamar Rani yang memang tidak pernah dikunci. Pria itu sangat terkejut mendapati ‘pelacur ciliknya’ sedang duduk bersimpuh di lantai beralaskan karpet kecil, dengan menyelubungi tubuhnya dengan busana putih yang hanya menyisakan wajahnya yang tak tertutup. Air mata gadis itu terlihat berlinang. Samar-samar Anthony dapat mendengar bisikan gadis itu, yang diiringi isak tangis kecil.

“…terima kasih… terima kasih… engkau telah menolong ibu… … mengirim Mas Anthony untuk menolong Ibu… … berkahilah Mas Anton… karena ia baik sekali pada hamba dan ibu… limpahkanlah rezeki kepadanya… hanya engkau yang maha kaya… yang bisa membalas kebaikan Mas Anthony… tetapi kalau masih boleh hamba memohon… hamba mohon…. hamba tidak mau jadi pelacur… hamba tahu itu dosa… jika memang hamba harus melayani… Mas… Anthony… hamba mohon… hamba bisa jadi isteri Mas Anthony… supaya hamba bisa melayaninya dengan tulus… hamba sangat sayang padanya… hamba rela melayaninya… kapanpun… walaupun hamba sampai sakit… hamba tidak menginginkan apa-apa… kesehatan ibu adalah yang paling penting buat hamba…“

Lutut Anthony seketika menjadi lemas mendengarnya. Pria itu merosot hingga jatuh terduduk di lantai. Tanpa tertahan air matanya mengucur deras. Rani yang terkejut mendengar suara orang terjatuh langsung melepaskan busana putih yang membalut gaun tidurnya. Bergegas ia berlari menuju pintu, dimana tampak sesosok bayangan yang terduduk di lantai.

“Lho… Mas Anton?”, Rani heran mendapati majikannya itu menangis.
“Rani…”, ujar Anthony dengan suara serak.
“I… iya Mas?”
“Kamu… kamu…”, Anthony menggenggam tangan Rani kuat-kuat.
“Iya, Mas?”
“Kamu mau nikah sama saya?”, Anthony berujar setelah mengumpulkan kekuatan.
Rani terkejut. Gadis itu mencoba menarik tangannya.
“Jawab Ran! Sekarang!”

Rani diam saja. Gadis itu memandang Anthony yang sedang menangis dengan pandangan lembut. Baru kemudian ia mengangguk.

“Bener?”, Anthony masih mengejar.

Rani mengangguk sekali lagi. Saat itulah Anthony melihat ada yang lain di sorot mata Rani. Ada cinta disana. Ada ketulusan. Ada kebaikan hati. Mirip dengan sorot mata seseorang yang sangat ia kenal, ibu Anthony sendiri.

“Terima kasih ya Ran”, Anthony mencium tangan Rani lekat-lekat. “Terima kasih… dan.. ha..happy… valentine’s day…”
“Mestinya Rani yang bilang terima kasih”, ujar Rani sambil membenamkan tubuhnya di dalam pelukan Anthony.

Kumpulan Cerita Dewasa Pacarku Tega Menjual Tubuh Ku


Kumpulan Cerita Dewasa - Aku adalah seorang wanita yang dari kecil dipungut oleh orang tua dikarenakan anak wanita pertama. Sebenarnya wajahku ga cantik, hanya banyak yg mengira klo ada darah arab di diri aku. Tinggiku sekitar 155cm, dan jangan tanya soal BB ku, karena aku akan tersingung. Hahaha.. Tubuhku tergolong gemuk tapi dengan toket kecil. Hihihi…

Setelah sekolah SMA, aku malah menjadi sangat nakal. Sampai kecolongan keperawanan oleh pacar sendiri. Suatu hari, aku punya pacar yang berlainan sekolah. Saat pulang sekolah, aku dijemput dia, dia bilang ingin mengenalkan aku pada teman-temannya.

Tak lama kami sampai disalah 1 rumah lumayan besar. Disana ternyata ada 1 laki-laki yang sedang menunggu. Pacarku mengenalkanku padanya. Namanya Jarwo. Jarwo berperawakan tinggi besar dan berkulit hitam. Wajahnya cukup tampan dan terlihat aga sedikit sombong. Di saat aku sedang duduk berduaan dengan pacarku, dia berbisik padaku bahwa kontolnya sudah tegang sedari tadi. Dengan senyum aku membalasnya.

“Ini kan di rumah orang lain sayang.” Bisikku.
“Ga apa-apa, kita pinjam kamarnya ajah. Lagian ini basecamp temen-temenku. Kebetulan mereka belum datang kesini.” Jawab pacarku.
Aku mengangguk.
“Tunggu aku minjem kamar nya dulu.” Lanjut pacarku.

Terlihat pacarku sedikit berbisik pada Jarwo yg sedang brada diruang sebelah dan dibalas anggukan oleh jarwo. Ada sedikit senyum yang tersungging dibibirnya terarah padaku. Pacarku menuntun aku masuk kesalah 1 kamar di rumah itu. Kamar yang agak sempit, dengan kasur lantai yang kecil, mungkin nomber 3. Tapi dengan situasi yang romantis. Lampu remang-reman, musik yang menenangkan, dan kamar itu sangat harum.

“Kamar siapa ini sayang?” Tanyaku sambil duduk diatas kasur.
“Kamar siapa aja yang mau tidur.” Jawabnya.
“Oh oke.”
“Kenapa nanya gitu?” Tanya balik pacarku. Dia ikut duduk disebelahku dan menciumi leherku menuju kuping.

Aaghhh, serr serrr darahku serasa naik, sedikit terangsang. Yah, memang kelemahanku itu dileher dan kuping. Dan dia tau.

“Ga apa, cuma nyaman ajah kalo untuk bercinta.” Kataku.
“Itu ga penting sayang.” Pacarku berkata sambil melepaskan kancing bajuku satu per satu. Aku tatap wajahnya saat dia melakukan itu.

Laki-laki berumur 17tahun yang mempunyai wajah khas, mirip Ariel Peterpan yang saat itu sedang booming. Wajahnya yang sedang horny membuatku ikut horny. Selesai membuka pakaian kita berdua, aku elus wajahnya dan menyosor bibirnya duluan. Dia bilang, aku pencium yang lihai. Yah, aku memang suka berciuman. Semangatnya ciumanku ternyata membuat kontol pacarku makin tegang.

“Sayang, memekmu basah.” Katanya padaku sambil mengelus-elus memekku.
“Kamu kan tau, kalo aku ini gampang sange.” Jawabku.

Tak ingin menghambur-hamburkan waktu, aku lalu membaringkan tubuh pacarku. Aku memang lebih suka aktif.
Aku jilati lehernya, dadanya, perutnya. Sampai pada kontolnya yang yaaa standar orang Indonesia.

 KLIK DISINI

“Sayang, hmmm kontolmu tegang banget. Hummmm.” Aku berkata sambil menjilati kontol pacarku. “Aghh, aghhhh uhhh sayang, kamu memang paling jago kalo udah oral. Sepong yang dalem sayang. Aaghhhh. Ya, begitu sayaaangg ughh.” Ku lihat wajah pacarku yang sedang sangat menikmati kontolnya yang berada di dalam mulutku. Sekali-kali, ku cucuk lubang pipis nya oleh lidahku. Dia memegang kepalaku berusaha membuat kontolnya lebih melesak masuk kedalam mulutku, dia mendesah-desah tak merasa malu bila terdengar oleh Jarwo diluar kamar.

Mendadak pacarku bangun dan dgn pelan membanting tubuhku keatas kasur. Diangkatnya kakiku lebar2, di kangkanginya aku dan sleeebbb. “Aaaghhh.” Katanya. Aku sedikit terpejam saat kontolnya masuk memekku. Ugh selalu terburu-buru, fikirku. Tak lama, dia menggoyangkan pantat dan pinggulnya, menggenjot memekku dengan kuat-kuat. Dengan hentakan yang kuat dan bernafsu.

“Aghhh sayang, yang dalem, lebih keras sayang, ya, ohh sayang, terussss.” Pintaku.

Aku pun tak mau kalah, ku goyangkan pinggulku kekanan kekiri membuat kontolnya serasa masuk menyilang didlm memekku. Ooghhh rasanya nikmat sekali. Ingin rasanya aku orgasme, tapi entah kenapa, rasanya sangat susah. Berkali-kali melakukan sex tapi belum pernah aku merasakan orgasme. Memang aneh.

Tiba2, aku terhenyak dari lamunan yang nikmat.
“Aaaaghhhh aku keluaaarrr sayaanng.” Teriak pacarku mendadak.
“Hah? Apa? Udah keluar? Padahal aku baru saja ingin klimax. Ahhhh sialan.” Batinku berkata.

Tubuh pacarku lalu menindihku, terkulai lemas. Ku singkirkan tubuhnya dari atasku. Klik, suara pintu kamar terbuka. Kaget, kulihat Jarwo masuk kekamar. Tersenyum dan menubrukku yang saat itu masih tertidur tanpa pakaian.
“Hey, apa ini Mas?” Jeritku.
“Tenang sayang, Sebentar kok.”Balasnya. Sambil terus menggerayangiku.
Pacarku bangun, terduduk dengan wajah tanpa dosa memandangiku. Lalu aku berusaha berontak dgn posisi terbaring aku membalikkan badan ke arah kanan dekat pacarku yang sedang duduk. Ku pegang tangan pacarku sambil menangis memohon pertolongannya. Pacarku dengan teganya hanya membalas peganganku dan tersenyum ragu. “Sudah sayang, ga apa-apa.” Jarwo memelukku erat dari samping kiri, dan terasa dari arah belakang ada kontol besar yang menusuk memek ku. Aaahhhh, aku ga bisa bergerak karna keras nya pelukan oleh Jarwo.

“Ahhh sakit, sakit massss.

“Aaghhh, mass sakittt, agghh mass.” Jeritku.
Meski memekku sebenernya licin oleh sperma pacarku tadi, tapi tetap saja rasanya sakit.
“Sebentar, gakan sakit.” Kata jarwo sambil terus memompaku dgn gaya menyamping gaya 99.

Ku tatap wajah pacarku yang tersenyum ketcub dia berbisik “Maaf sayang, ini rumahnya, jadi dia meminta imbalan untuk meminjam kamarnya.”
“Aaghhh sialan kau.” Kataku.
“Aaaghhhhhh, maaaasss, agghhh, oughh mas jangaann.” Lanjutku sembari berusaha menyingkir dari pelukannya dan melepaskan kontolnya yang menancap dalam pada memekku.
Tapi ternyata tenaga Jarwo lebih kuat. Dia malah lebih terlihat semangat dan keenakan dgn rontaanku. Tapi, ada yang aneh. Aaghhh gila, aku mulai merasakan keenakan disaat aku meronta-ronta berusaha melepaskan pelukannya. Aaghhh enaaakk, enak rasanya memekku di kocok oleh Jarwo, kontolnya serasa penuh didalam memekku. Oughhh apa ini? Rasanya akan ada yang meledak.

“Aaghhhh aghhh masss, jangan masss, mas oughhh mas jaa.. jaangg.. jangan.” Desahku. Tetap berusaha berontak. “AAAGHHHHHHHHH.” Akhirnya aku teriak lumayan keras, serasa terbang saat itu. Baru rasanya aku menikmati Ngentod seenak ini. Apa ini yang namanya orgasme? Fikirku.

Agh apa ini yang namanya orgasme? Baru rasanya aku ngentod seperti ini. Dalam rontaan, dalam penolakan, ada kenikmatan yang tak terkira. Orgasme pertama yang ga akan aku bisa lupakan.

“Oughhhh saaayyy, tah,, tahhaannnn. Aku keluaarrrrrr” Teriak Jarwo sambil menghentakan kontolnya lebih dalam ke memekku. Crottt,, croot,,
crooottt,, entah berapa kali spermanya keluar menembak memekku.

Oughhhh enaaaaknyaaaaaaaa. Benar-benar aku baru merasakan enaknya ngentot. Gila, ini benar-benar gila. Perlahan dilepaskannya konton Jarwo dari dalam memekku. Plop. Tanpa basa basi, Jarwo pergi keluar kamar.

Aku bangun, terduduk. Masih tak menyangka bisa mendapatkan kenikmatan yang sangat besar seperti itu dalam paksaan. Aku hampir lupa, kalau disana ada pacarku. Aku sadar dan meminta pulang. Dalam hati, aku berkata “Jarwo adalah cowok yang bisa puasin aku. Lebih baik aku dengan Jarwo daripada dengan cwokku yang sekarang ini.

Sunday, June 28, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Bercinta Dengan Pegawai Bank Yang Masih Perawan Bagian Dua


Kumpulan Cerita Dewasa - “Ada apa Mbak? Udah gak tahan yah …” Tejo pun tak mau berbasa-basi lagi, ia pun langsung mengangkangi bagian pinggul pegawai bank yang manis tersebut. Dengan bersemangat, ia pun menggesek-gesekkan kontolnya di memek Sinta, yang tampaknya sudah basah oleh lendir gairah itu.

“Akhhh, geli banget Mas,” Sinta pun merasakan sensasi yang benar-benar baru dan luar biasa. Dalam kehidupan cintanya, ia tidak pernah berhubungan cinta dengan lawan jenis, apalagi menyentuh kemaluan lawan jenisnya. Namun kini, seorang pria muda tengah mengangkanginya, sambil menggesek-gesekkan kontolnya ke memek Sinta, membuaat Sinta benar-benar hilang akal. Ia pun hanya bisa pasrah ketika Tejo melepas kausnya, hingga payudaranya yang besar dan indah itu pun telah terpampang dan siap untuk dinikmati.

Tejo pun terkesiap dengan apa yang ada di hadapannya. Sinta, seorang pegawai bank cantik dan jelita yang berstatus sebagai supervisor, kini sedang mengerang dan mendesah dengan banal di hadapannya. Dilihatnya kemaluan sang pegawai bank yang tanpa bulu sehingga dapat terlihat dengan jelas olehnya di mana letak klitoris dan lubang kelamin suci sang wanita. Memek Sinta ternyata telah berdenyut-denyut kencang tanpa bisa dikontrol si empunya, tanda bahwa empunya sedang mengalami gejolak birahi yang luar biasa.

Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Tejo langsung mendorong penisnya ke dalam memek suci Sinta . Diperlakukan seperti itu, Sinta tambah bergairah dan sedikit berteriak, “Ahhhhh, Massss ….” Tangannya menggenggam ujung seprei tempatnya berbaring sekarang, tempatnya dikerjain oleh seorang pria seperti Tejo yang sedang mengangkangi keperawanannya.

“Mbak, toketnya nganggur tuhh, Mas remes-remes yahh …”

“Ohhh, ohhh, tolong Mas, jangan lanjutkan ini … kasihani saya” Tampaknya Sinta telah berangsur-angsur sadar dari efek obat perangsang yang telah diminumnya. Namun sayangnya itu semua telah terlambat, dan keperawanannya telah di ujung penis Tejo.

“Tanggung, Mbak, dikit lagi masuk neh. Sekali Mbak ngerasain kontol Tejo, pasti minta nambah deh nanti,” Tejo cekikikan ketika merasakan selaput dara pegawai bank itu telah berada tepat di depan kontolnya. Dengan menambah kekuatan remasan pada payudara Sinta, sehingga membuat Sinta sedikit menggelinjang, Tejo pun memusatkan konsentrasinya pada memek Sinta dan … “Akhhhhh, memek Mbak Sinta memang mantap …. Akhhhhh”

“Akhhhhh, Masss …” Merasakan selaput daranya telah jebol, Sinta pun belingsatan. Rangsangan yang diberikan Tejo kepadanya begitu hebat. Bukannya berontak, Sinta memilih untuk melanjutkan persetubuhan ini sampai akhir, ia merasakan semuanya sudah terlanjur baginya. Selain itu ia tidak mengira kalau persetubuhan dengan lelaki ternyata sangat nikmat sekali.

Tejo merupakan lelaki yang berpengalaman dalam masalah seks. Ketika merasakan aliran darah merembes di sela-sela kontolnya dan dinding vagina Sinta, Tejo pun sedikit menarik kontolnya keluar dari sarang yang hangat itu. Sinta pun terkesiap dan berusaha memasukkan kembali burung nakal Tejo kembali ke dalam tubuh seksinya. Mimik wajah Sinta telah berubah menjadi begitu banal dan jalang. Namun rambut yang dikuncir ekor kuda serta poni rambutnya nampak rapi tetap menghiasi paras manis dan cantik khas pegawai bank ini. Tejo benar-benar tak tahan akan mangsanya kali ini. Ia pun kehilangan control dan langsung menyambar bibir Sinta dengan bibirnya.

Sekitar 15 menit lamanya Tejo menyetubuhi Sinta dengan posisi konvensional. Dengan buas ia melumat bibir dan lidah Sinta. Sinta pun tak kalah liar membalas kuluman bibir pria muda itu. Sementara itu, kontol Tejo terus mengocok vagina Sinta tanpa henti. Sinta pun membantu sang pejantan dengan mengangkat pinggulnya yang gemulai itu menjemput kontol Tejo yang berukuran dua kali ukuran normal ini. Dua insan berbeda jenis kelamin dan status social itu tampak menikmati persetubuhan terlarang itu. Sinta dengan tanpa malu mendesah-desah kenikmatan ditindih mesra oleh Tejo yang kekar dan gempal itu.

“Ahhh, Ahhh, Ahhh, Mass, enakk Mas, enakk, Ohhh, Ohhh …”

“Enakk ya Mbak, Ahhh, Ahhh, memek Mbak Sinta legit banget, Akhh, Tejo mau keluar Mbak …”

“Ahh, iya Mas, kontolnya enakk Mas … Apanya yang mau keluar mas?”

“Spermaaa Mbak, Pejuu Tejo …”

Tiba-tiba Sinta bagai tersambar petir. Ia sadar betul bila sperma Tejo sampai masuk ke dalam rahimnya, maka besar kemungkinan ia akan hamil dan mengandung anak Tejo. Ketika terpikir hal itu, Sinta pun hendak berontak, Tapi saat itu juga ia mengalami orgasme. Cukup lama sekali Sinta menahan nafsunya karena sibut dikejar target menggaet nasabah untuk program asuransi. Kini tiba-tiba ada penis yang memasuki memeknya, apalagi memang dia dalam keadaan birahi tinggi, akibat pengaruh obat perangsang serta pemainan Tejo yang sudah cukup berpengalaman, dan sudah hampir klimaksnya, maka ketika Tejo menghujamkan penisnya dalam-dalam, maka Sinta mencapai orgasme yang begitu hebat yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

Tejo merasa dirinya di surga ketujuh. Kini kontolnya sudah ambles masuk ke memek sinta. Dirasakannya liang senggama Sinta menjadi begitu sempit meremas batang kontolnya. Dinding liang senggama Sinta basah oleh cairan kewanitaan dan terasa seperti pipa lembut yang menjepit keras kontolnya. Apalagi sekarang Sinta sedang orgasme.

Tejo dapat merasakan pinggul Sinta yang sedikit bergetar seperti menggigil, sementara dinding lubang kencing Sinta berdenyut-denyut meremas kontolnya seakan ingin menyedot habis isi kontolnya. Tejo terus mengaduk lubang memek Sinta dengan lembut dan membuat Sinta makin terbuai. Lalu, dengan geraman panjang, ia menusukkan kontolnya sejauh mungkin ke dalam kemaluan pegawi bank yang seksi ini.

“Ohhh …mmhhh …enghhh”desah Sinta ketika sekali cairan kemaluannya menyembur menyiram penis Tejo yang sedang mengaduk aduk kemaluannya.

Sinta yang masih dibuai gelombang kenikmatan, kembali merasakan sensasi aneh saat bagian dalam lubang memeknya gantian disembur cairan hangat mani dari penis Tejo yang terasa banyak membanjiri lubang lubang memeknya. Sinta kembali merintih, saat perlahan Tejo menarik keluar kontolnya yang lunglai.

Sementara hujan diluar turun dengan deras disertai dengan Guntur. Rupanya Tejo belum puas setelah menyebadani badan montok wanita yang selama ini diperhatikan dari jauh tersebut. Sesaat kemudian Tejo meremas remas buah dada Sinta yang menegang seperti dua buah gunung kembar.

“mas sudah mas… aku lelah banget” pinta Sinta sambil menoleh ke Tejo
“satu ronde lagi aja mbak… tanggung nih..” kata Tejo sambil meremas buah dada pegawai bank tersebut. Lidah Tejo kini menyapu leher Sinta. Sinta menggelinjang karena perasaan geli bercampur nikmat, apalagi jilatan lidah Tejo itu terkadang disertai cupangan-cupangan yang membuat lututnya lemas. Kedua tangannya tetap meremas rambut Tejo. Lidah Tejo kini menyusuri dadanya. Tejo menjilat belahan dada Sinta yang seperti lembah kecil sambil sesekali mencupang daerah itu juga. Kemudian tanpa membuang waktu Tejo kemudian melucuti BH masih yang dipakai Sinta dan dengan rakus melahap payudara kanan Sinta sambil tangan kanannya meremas payudara Sinta yang sebelah kiri. Sinta makin menanjak birahinya ketika dirasakannya lidah Tejo memutar-mutar di puting payudaranya dan diselingi dengan hisapan mulut. Terkadang mulut Tejo menyedot pinggir payudara Sinta, bagian bawah payudara Sinta, bagian atasnya, pokoknya setiap jengkal dada kanannya dijelajahi oleh lidah dan mulut Tejo sehingga kini di sana-sini terlihat bekas cupangan. Nasib yang sama juga dialami oleh payudara kirinya. Tejo menyerang payudara kirinya dengan buas dan terkadang terlihat seakan Tejo sedang makan buah atau makanan nikmat karena mata Tejo itu merem melek.

Puas dengan payudara Sinta kini perhatiannya pindah ke selangkangan, Matanya melotot buas ketika memperhatikan lubang memek Sinta yang tampak membukit. Gundukan di tengah selangkangan yang tampak menonjol membuat penis Tejo terasa kian keras menegang oleh birahi dan Tejo tak tahan mengulurkan tangannya meremas-remas bukit kemaluan yang montok milik Sinta. Sinta tersentak ketika tangan Tejo meremas-remas bagian selangkangannya yang masih berlepotan mani Tejo, darah perawan dan cairan kewanitaannya, namun pengaruh obat perangsang sex yang diminumnya membuat Sinta ini hanya bisa mendesah.

Badan Sinta ini hanya menggeliat-geliat saat selangkangannya diremas remas oleh tangan Tejo tanpa jemu. Mulutnya mendesah-desah dengan ekspresi yang membuat libido Tejo kembali semakin terangsang. Tejo terkekeh melihat gelinjangan pegawai bank muda yang cantik ini saat bagian selangkangannya diremas-remas. Puas meremas-remas tonjolan bukit kemaluan sinta tersebut, mata Tejo kembali memandang Sinta yang terlentang di atas kasur ini dari ujung kepalanya yang masih tampak manis dengan rambut poni yang masih tertata rapi dan rambut yang dikuncir ekor kuda.

Sungguh sebuah pemandangan yang menakjubkan dan muncul sebuah sensasi sendiri saat Tejo berhasil melihat bagaimana kemaluan wanita cantik seperti Sinta. Tangan dan penis Tejo memang telah merasakan kekenyalan bukit kemaluan Sinta, saat meremas-remas dan kemudian memasukinya sebelumnya. Tetapi ketika melihat bentuknya pada saat terlentang dalam keadaan telanjang ternyata sangat merangsang birahi. Tejo memperhatikan muka Sinta yang terlentang di depannya, muka ayu itu terlihat semakin ayu menggemaskan.

Muka Sinta tersebut memperlihatkan ekspresi wanita yang tengah terlanda birahi. Tejo menyeringai sejenak sebelum kemudian kembali membenamkan mukanya di tengah selangkangan Sinta yang terasa hangat. Hidungnya mencium bau kewanitaan Sinta yang segar dan wangi, jauh sekali perbedaannya dibanding bau kewanitaan kenalan Tejo. Tejo semakin mendekatkan mukanya ke arah bukit kemaluan Sinta, bahkan hidungnya telah menyentuh kelentit pada kemaluan Sinta. Dengan nafas yang terengah-engah menahan birahi, lidahnya terjulur menjilati kelentit yang menonjol di antara bibir kemaluan Sinta. Saat lidahnya mulai menyapu kelentit Sinta, tiba-tiba pinggul Sinta ini menggelinjang dibarengi desahan pegawai bank yang cantik ini.

“Ahh…ahhhhh..ahhh”desah Sinta yang membuat libido Tejo semakin menggelegak.
Tejo semakin bernafsu menjilati dan menciumi bukit kemaluan Sinta yang semakin becek oleh cairan kemaluannya. Setiap kali lidahnya menyapu permukaan kemaluan Sinta atau bibir Tejo menciumnya dengan penuh nafsu, wanita berkulit putih ini menggelinjang dan mendesah- desah penuh birahi. Lidah dan bibir Tejo seakan berebut merambah sekujur permukaan bukit kemaluan Sinta .
“Ouhhhh….Mbak Sinta……”desis Tejo melihat lagi gundukan bukit kemaluan Sinta yang makin basah akibat aksi Tejo.

Bibir kemaluan Sinta terlihat merekah kemerahan dengan kelentit menonjol kemerahan semakin menawan dengan putihnya bukit kemaluan pegawai bank tersebut. Tejo melihat kemaluan Sinta sudah basah oleh persetubuhan sebelumnya, bahkan ketika Tejo menguakkan bibir kemaluan pegawai bank ini cairan kenikmatannya yang bercampur dengan darah keperawanan dan sperma Tejo jatuh menetes membasahi kasur. Tejo menjadi sangat terangsang melihat hal ini. Dengan birahi yang kian menggelegak lidah Tejo menyapu kemaluan telanjang di antara paha wanita cantik ini. Tejo merasa paha Sinta bergetar lembut ketika lidahnya mulai menjalar mendekati selangkangan pegawai bank lebar ini. Sinta menggeliat kegelian ketika akhirnya lidah Tejo sampai di pinggir bibir kemaluannya yang telah terasa menebal. Ujung lidah Tejo menelusuri lepitan-lepitan di situ, menambah becek kemaluan yang memang telah basah itu.

Terengah-engah Sinta mencengkeram kasur menahan nikmat yang tiada tara. Sinta menggelinjang hebat ketika lidah dan bibir Tejo menyusuri sekujur kemaluan ibu muda ini. Mulut pegawai bank ini mendesah-desah dan merintih-rintih saat bibir kemaluannya di kuak lebar-lebar dan lidah Tejo terjulur masuk menjilati bagian dalam kemaluannya. Bahkan ketika lidah Tejo menyapu kelentit Sinta yang telah mengeras itu, kemudian di teruskan dengan menghisapnya dengan lembut Sinta merintih hebat. Badannya mengejang sampai punggungya melengkung bagaikan busur panah membuat dadanya yang montok membusung.

“Ahhhhh….ahhhhhh….ahhhhh”rintih Sinta dengan jalangnya disertai badan yang menggelinjang.
Kembali cairan kenikmatan membasahi kemaluan pegawai bank ini, hal ini lidah dan bibir Tejo makin liar menjilati di daerah paling pribadi milik Sinta yang kini sudah membengkak kemerahan. Gundukan kemaluan yang putih kemerah- merahan itu menjadi berkilat-kilat basah dan bulu-bulu kemaluan pegawai bank ini pun menjadi basuh kuyup oleh jilatan Tejo. Lidah Tejo menyusuri belahan kemaluan yang telah membengkak lantas ke sekujur permukaan kemaluan yang membukit montok hingga ke sela-sela kedua pahanya, kemudian menyusuri ke bawah hingga ke belahan pantat yang tampak montok.

Tejo menjadi semakin gemas melihat belahan pantat Sinta yang terlihat sebagian, sehingga dengan bernafsu Tejo membalikkan badan pegawai bank yang terlentang menjadi tengkurap. Mata Tejo melotot liar melihat pemandangan indah setelah pegawai bank lebar tersebut tengkurap. Pantat pegawai bank yang montok dan telanjang tampak menggunung menggiurkan. Tejo terengah penuh birahi memandang kemontokan pantat bundar Sinta yang putih mulus itu. Dengan gemas Tejo meremas-remas bukit pantat Sinta tersebut dengan tangan lantas Tejo mendekatkan mukanya pada belahan pantat pegawai bank tersebut . Lidahnya terjulur menyentuh belahan pantatnya kemudian dengan bernafsu Tejo mulai menjilati belahan pantatnya yang putih mulus tersebut. Sinta mendesah-desah dengan badan menggelinjang menahan birahinya, saat lidah Tejo menyusuri belahan pantatnya hingga belahan kemaluannya yang kemerahan. Belahan pantat mulus Sinta yang putih dalam sekejap menjadi basah berkilat oleh jilatan lidah Tejo.

Kemudian bibir dan lidah Tejo secara bergantian menyusuri sekujur pantat montok Sinta tersebut. Tangannya juga menguak belahan pantat Sinta dan selanjutnya lidahnya menyapu daerah anus dan sekitarnya yang membuat Sinta tersebut mengerang penuh birahi. Puas menikmati pantat Sinta yang montok, Tejo kembali menelentangkan pegawi bank yang cantik ini. Mata Tejo terarah pada sepasang payudara montok yang seperti gunung hendak meletus. Tangan Tejo dengan lincah jari-jari tangannya meremas remasbuah dada Sinta yang tegak bagai gunung kembar tersebut.

 KLIK DISINI

Buah dada Sinta nampak sangat montok dan indah. Buah dada yang putih mulus dengan puting susu yang kemerahan membuat Tejo tak sabar untuk meremas dan menyedot putting susunya. Sedetik kemudian, payudara pegawai bank ini telah berada dalam mulut Tejo yang menyedot dengan nafsu secara bergantian. Puting susu yang telah tegak mengeras tersebut di hisap dan diremas-remas membuat Sinta terpekik kecil menahan kenikmatan birahinya. Payudara Sinta yang putih mulus itu dalam sekejap basah oleh liur Tejo. Tejo sudah tak tahan menahan nafsunya.

Tejo tidak menyangka kalau saat ini Tejo berhasil menelanjangi wanita yang selama ini ia kagumi. Birahinya sudah menggelegak di ubun-ubun dengan penis yang tegang mengeras. Tejo melihat pegawai bank ini mempunyai badan yang indah dan terlihat masih kencang.Tejo menyusuri keindahan badan telanjang wanita muda ini dari muka hingga ke kakinya. Kemudian mata Tejo kembali menatap kemaluan Sinta yang indah itu, tangan Tejo kembali terulur menjamah bagian kewanitaan pegawi bank yang telanjang ini. Tejo merasakan kewanitaan Sinta berdenyut liar, bagai memiliki kehidupan tersendiri. Warnanya yang merah basah, kontras sekali dengan warna putih bukit kemaluannya. Dari jarak yang sangat dekat, Tejo dapat melihat betapa lubang kewanitaan wanita muda tersebut membuka-menutup dan dinding-dindingnya berdenyut-denyut, sepertinya jantung Sinta telah pindah ke bawah. Tejo juga bisa melihat betapa otot-otot di pangkal paha Sinta menegang seperti sedang menahan sakit.

Begitu hebat puncak birahi melanda Sinta, sampai dua menit lamanya perempuan yang menggairahkan ini bagai sedang dilanda ayan. Ia menjerit tertahan , lalu mengerang, lalu menggumam, lalu hanya terengah-engah. Batang kejantanan Tejo segera terlihat tegak bergerak-gerak seirama jantungnya yang berdegup keras. Sinta masih menggeliat-geliat dengan mata terpejam, menampakkan pemandangan sangat seksi di atas kasur ini.

Tangan Sinta ini mencengkram kasur bagai menahan sakit, kedua pahanya yang indah terbuka lebar, kepalanya mendongak menampakkan ekspresi muka menggairahkan, rambut ekor kudanya yang kini menjuntai ke kanan dan kiri, sementara wajahnya yang sedang berkonsentrasi menikmati puncak birahi. Tejo menempatkan dirinya di antara kedua kaki Sinta, lalu mengangkat kedua pahanya, membuat kemaluan Sinta semakin terbuka.

Sesaat kemudian dengan cepat penis Tejo yang tegang segera melesak ke dalam badan Sinta melalui lubang memeknya. Tejopun segera menunaikan tugasnya dengan baik, mendorong, menarik kejantanannya dengan cepat. Gerakannya begitu ganas dan liar, seperti hendak meluluh-lantakkan badan Sinta yang sedang menggeliat-geliat kegelian itu. Tak kenal ampun, batang penis Tejo menerjang-nerjang, menerobos dalam sekali sampai ke dinding belakang yang sedang berkontraksi menyambut orgasme. Wanita cantik ini merintih dan mengerang penuh kenikmatan. Tejo mengerahkan seluruh tenaganya menyebadani wanita yang cantik ini. Otot-otot bahu dan lengannya terasa menegang dan terlihat berkilat-kilat karena keringat. Pinggang Tejo bergerak cepat dan kuat bagai piston mesin-mesin di pabrik.

Suara berkecipak terdengar setiap kali badannya membentur badan Sinta, di sela-sela desah dan erangan Sinta. Sinta merintih dan mengerang begitu jalang merasakan kenikmatan yang ganas dan liar. Seluruh badannya terasa dilanda kegelian, kegatalan yang membuat otot-ototnya menegang. Kewanitaannya terasa kenyal menggeliat-geliat, mendatangkan kenikmatan yang tak terlukiskan. Dengan mata merem melek, Sinta mengerang dan merintih penyerahan sekaligus pengesahan atas datangnya puncak birahi yang tak terperi. Tejo merasakan batang kejantanannya bagai sedang dipilin dan dihisap oleh sebuah mulut yang amat kuat sedotannya. Tejo tak mampu menahan lagi, Kenikmatan yang didapatkan dari jepitan kemaluan wanit cantik ini tidak mungkin dilukiskan. Dengan geraman liar Tejo memuncratkan seluruh isi kontolnya dalam lubang memek Sinta, bercipratan membanjiri seluruh rongga kewanitaan wanita cantik yang sedang megap-megap dilanda orgasme. Sinta mengerang merasakan siraman birahi panas dari ujung penis Tejo ke dalam dasar kemaluannnya. Tejo merasakan jepitan Sinta kian ketat berdenyut-denyut pada batang kontolnya dan cairan kewanitaan wanita cantik ini terasa mengguyur batang kontolnya yang datang bergelombang. Tejo menggeram liar disusul Sinta yang mengerang dan mengerang lagi, sebelum akhirnya terjerembab dengan badan bagai lumat di atas kasur.

Tejo menyusul roboh menimpa badan motok Sinta yang licin oleh keringat itu. Nafas Tejo tersengal-sengal ditingkahi nafas Sinta yang juga terengah bagai perenang yang baru saja menyelesaikan pertandingan di kolam renang. Badan Tejo lunglai di atas badan telanjang Sinta yang juga lemas.
“Oh, nikmat sekali. Betul-betul ganas…” kata Sinta akhirnya, setelah ia berhasil mengendalikan nafasnya yang memburu.

“bagaimana mbak Sinta… nikmat kan? Bagaimana jika sekali lagi mbak…” ujar Tejo sambil terengah-engah sementara kedua tangan sibuk meremas – remas buah dada Sinta.

“jangan mas… aku dah gak kuat… kapan-kapan lagi aja mas” sahut Sinta diantara nafasnya yang memburu. Sementara badannya sudah bagaikan kehilangan tulang.

Tetapi Tejo yang tengah asyik meremas-remas payudara Sinta seolah tak mendengar keluhan Sinta, Tejo justru tersenyum buas sambil tangan kanannya bergerak mengelus-elus paha dan kemaluan Sinta yang berlepotan sperma. Diperlakukan seperti itu Sinta hanya bisa pasrah, matanya merem melek sementara badannya sudah tak berdaya.

Tejo menjadi tak tahan. Laki – laki ini segera menindih Sinta yang tengah pasrah. Sinta sempat melirik penis besar Tejo sebelum penis besar dan panjang itu mulai melesak ke dalam lubang memeknya untuk yang ketiga kalinya. Wanita cantik ini mengerang dan merintih kenikmatan saat dirasakannya penis Tejo menyusuri lubang memeknya kian dalam, dan wanita ini terpaksa kembali membuka pahanya lebar-lebar untuk menerima sodokan penis yang besar dan panjang seperti milik Tejo. Tak berapa lama kemudian, Tejo menaik turunkan pantatnya diatas kemaluan Sinta. Kini Tejo mulai menggerak-gerakkan kontolnya naik-turun perlahan di dalam lubang kamaluan wanita cantik yang hangat itu. Lubang yang sudah sangat becek itu berdenyut- denyut, seperti mau melumat kemaluannya. Rasanya nikmat sekali. Tejo mendekatkan mulutnya menciumi muka ayu Sinta. Tangan Tejo juga menggerayangi payudara putih mulus yang sudah mengeras bertambah liat itu. Diremas- remasnya perlahan, sambil sesekali dipijit-pijitnya bagian putting susu yang sudah mencuat ke atas. Pinggul wanita cantik yang besar ini ikut bergoyang-goyang sehingga Tejo merasakan kenikmatan di dalam selangkangannya. Sementara lubang memeknya sendiri semakin berlendir dan gesekan alat kelamin kedua manusia lain jenis ini itu menimbulkan bunyi yang seret-seret basah.

“Prrttt… prrrttt… prrttt.. ssrrrtt… srrrttt… srrrrttt… ppprttt… prrrttt…”
penis besar Tejo memang terasa sekali, membuat kemaluan Sinta seperti mau robek. Lubang memek wanita berusia 25 tahun ini menjadi semakin membengkak besar kemerah-merahan seperti baru melahirkan. Membuat syaraf-syaraf di dalam lubang senggamanya menjadi sangat sensitif terhadap sodokan kepala penis laki – laki ini. Sodokan kepala penis itu terasa mau membelah bagian selangkangannya. Belum lagi urat-urat besar seperti cacing yang menonjol di sekeliling batang kemaluan Tejo membuat Sinta merasakan nikmat yang luar biasa. Meski agak pegal dan nyeri karena sudah ketiga kalinya disebadani oleh Tejo tapi rasa enak di kemaluannya lebih besar. Lendirnya kini makin banyak keluar membanjiri kemaluannya, karena rangsangan hebat pada wanita cantik ini. Ketika Tejo membenamkan seluruh batang kemaluannya,Sinta merasakan seperti benda besar dan hangat berdenyut- denyut itu masuk ke rahimnya. Perutnya kini sudah bisa menyesuaikan diri tidak mulas lagi ketika saat pertama tadi laki – laki ini menyodok- nyodokkan kontolnya dengan keras.

Sinta kini mulai menuju puncak orgasme. Lubang memeknya kembali menjepit-jepit dengan kuat penis Tejo. Kaki wanita cantik ini diangkat menjepit kuat pinggang Tejo dan tangannya mencengkram kasur. Dengan beberapa hentakan keras pinggulnya, Sinta memuncrakan cairan dari dalam lubang memeknya menyiram dan mengguyur kemaluan Tejo disertai erangan panjang penuh kenikmatan. Setelah itu Sinta terkulai lemas di bawah badan berat Tejo. Kaki wanita cantik tersebut mengangkang lebar lagi pasrah menerima tusukan-tusukan kemaluan Tejo yang semakin cepat. Tanpa merasa lelah Tejo terus memacu kontolnya dan sesekali menggoyang-goyangkan pinggulnya. Sepertinya ia ingin mengorek-ngorek setiap sudut kemaluan wanita cantik ini. Suara bunyi becek makin keras terdengar karena lubang memek Sinta itu kini sudah dibanjiri lender kental yang membuatnya agak lebih licin. Sinta mulai merasakan pegal di kemaluannya karena gerakan Tejo yang bertambah liar dan kasar. Badannya ikut terguncang-guncang ketika Tejo menghentak-hentakkan pinggulnya dengan keras dan cepat.

“Plok.. plokk… plok.. plookk…
crrppp… crrppp… crrrppp… srrrpp… srrppp…” Bunyi keras terdengar dari persenggamaan ketiga kalinya oleh Tejo dan Sinta .
“Mas Tejo….. ouhhh pelan, …!” desis Sinta sambil meringis kesakitan.
Kemaluannya terasa nyeri dan pinggulnya pegal karena agresivitas Tejo yang seperti kuda liar. Akhirnya Tejo mulai mencapai orgasme. Dibenamkannya muka Tejo pada buah dada Sinta dan ditekankannya badannya kuat-kuat sambil menghentakkan pinggulnya keras berkali-kali membuat badan Sinta ikut terdorong. Muncratlah air mani dari kontolnya mengguyur rahim dan kemaluan pegawai bank tersebut. Karena banyaknya sampai-sampai ada yang keluar membasahi permukaan kasur. Sinta dari tadi diam, terdengar pelan isak tangisnya terdengar sementara hujan masih turun dengan derasnya. Tejo cuma menggumam, menenggelamkan kepalanya di antara dua payudara Sinta yang lembut. Begitu gelombang kenikmatan berlalu, kesadaran kembali memenuhi ruang pikiran wanita cantik ini. Sinta hanya bisa terlentang tak berdaya, meskipun hanya sekedar memakai pakaiannya kembali. Melihat tersebut Tejo tersenyum puas namun tiba-tiba sebuah rencana masuk ke pikiran bejat Tejo. Tejo kemudian bangkit berdiri memakai pakaiannya kembali dan pergi ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian kekuatan Sinta sudah mulai pulih, tapi Sinta jadi bingung karena celana dalam dan BHnya hilang

“BH dan celana dalammu tak cuci di kamar mandi mbak, habis kotor kepakai ngelap sepermaku tadi. Mbak Sinta tak beli makanan jadi aku keluar dulu ya….” Ujar Tejo sambil tersenyum. Tak lama sesudah mandi ia tampak keluar rumah untuk membeli sesuatu.

Setelah memastikan Tejo sudah keluar rumah, Sinta minum air yang ada di gelas dekat kasur dan memakai pakaiannya walaupun tanpa celana dalam dan BH, sehingga tampaklah cetakan pantat dan buah dadanya, dengan gontai Sinta berjalan ke kamar mandi untuk mengambil celana dalam serta BHnya dan mandi karena jarum jam menunjukkan pukul 3.00 sore.

Setelah mandi badan Sinta nampak segar, namun tiba-tiba pakaian yang disampirkan di pintu jatuh di sisi luar. Ketika ia membuka pintu untuk mengambilnya, Tejo yang sudah menunggu tidak ingin membuang kesempatan emas itu. Dengan sigapnya ia meyerobot masuk, tangan Sinta ditarik dan tubuhnya disandarkan ke tembok. “Mbak.. aku masih ingin menikmati keindahan tubuhmu.. Pasti Mbak Sinta sudah segar kembali.. Nah sekarang tiba saatnya kita lanjutkan kembali..”

Mendengar itu Sinta kaget setengah mati. Ia tidak menyangka bahwa Tejo masih belum puas. “Tapi Mas.., Sinta sudah capek nih.., lagian tadi kan sudah.., masa Mas tega pada Sinta?”

“Oh.., jangan kuatir Mbak.., cuma sebentar kok.. aku masih pengen sekali lagi..”, kata Tejo. “Ja.., jangan Mas.., tolong jangan.., Sinta masih capek..”, jerit Sinta. “To.., tolong.., tolong..!”, tampak Sinta berusaha meronta-ronta karena tangan Tejo mulai meremas-remas payudaranya yang berukuran besar. Dan dengan sekali hentakan, BH Sinta barusan dipakai sudah lepas dan dilempar keluar. Walau sudah berusaha mendorong dan menendang tubuh gempal itu, namun nafsu Tejo yang sudah demikian buas terus membuatnya bisa mencengkeram tubuh mulus Sinta yang kini hanya mengenakan celana dalam dan terus menghimpitnya ke tembok WC itu.

Karena merasa yakin bahwa ia sudah tidak bisa lari lagi dari sana, Sinta hanya bisa pasrah. Sekarang mulut Tejo sudah mulai menghisap-hisap puting susunya yang besar. Persis seperti bayi yang baru lahir sedang menyusu ke ibunya. Mulut Tejo juga kadang mengecup dan mengenyot payudara Sinta yang bermandikan peluh dan sekarang, bermandikan ludah Tejo juga. Sehingga payudara mulus Sinta makin penuh bekas-bekas merah akibat cupangan dari persetubuhan yang sebelumnya dan yang barusan dicupang Tejo. Jilatan kini sudah sangat melebar hingga ketek dan leher Sinta, cupangan dan sedotannya juga makin kencang, sehingga menimbulkan bunyi kecipokan yang keras dan bekas cupang dimana-mana. Gairah dalam diri Sinta tiba-tiba muncul dan bergejolak, tampaknya obat perangsang yang dicampurkan Tejo ke air minum yang diminum Sinta mulai bereaksi. Dengan sengaja diraihnya batang kemaluan Tejo yang sudah berdiri dari tadi. Dan dikocok-kocokknya dengan pelan. Memang penis itu amat besar dan panjang. “Wah, tadi enak banget waktu ngisi memekku.., ngak ngira dimasukin kontol sebesar ini ngak sakit sama sekali tapi malah bikin ketagihan..”, pikir Sinta dalam hati.

Sementara itu tangan Tejo pun melepaskan celana dalam biru muda yang dikenakan Sinta… Dan Tejo pun ikut membuka semua pakaiannya.., hingga kini keduanya sama-sama dalam keadaan tanpa busana selembar benangpun. Tejo mengangkat kaki kanan Sinta ke pingggangnya lalu dengan perlahan ia memasukkan batang kemaluannya ke memek Sinta. Bles.., bless.., jebb.., setengah dari penis itu masuk dengan sempurna ke memek wanita yang barusan kehilangan keperawanannya itu. Sinta terbeliak kaget merasakan penis itu kembali masuk memeknya. Tejo terus saja mendorong maju batang kemaluannya sambil mencium dan melumat bibir Sinta yang seksi itu. Sinta tak mau kalah. Ia pun maju mundur menghadapi serangan Tejo. Jeb.., jeb.., jebb..! Penis yang besar itu keluar masuk berkali-kali.. Sinta sampai terpejam-pejam merasakan kenikmatan yang tiada taranya tubuhnya terasa terbang ke awang-awang kini ia sudah kecanduan penis ajaib Tejo…

Sepuluh menit kemudian, mereka berganti posisi. Sinta kini berpegangan ke bagian atas kloset dan pantatnya di hadapkan ke Tejo. Melihat pemandangan menggairahkan itu, tanpa membuang-buang waktu lagi Tejo segera memasukkan batang kemaluannya dari arah belakang kemaluan Sinta.., bless.., bless.., jeb.., jebb..! Tejo dengan asyik melakukan aksinya itu. Tangan kanannya berusaha meraih payudara Sinta sambil terus menusukkan penis supernya ke kewanitaan Sinta.

“Mas duduk aja sekarang di atas kloset ini.., biar sekarang gantian Sinta yang aktif..”, kata Sinta di tengah-tengah permainan mereka yang penuh nafsu. Tejo itu pun menurut. Tanpa menunggu lagi, Sinta meraih penis yang sudah 2 kali lebih keras dan besar itu, untuk segera dimasukkan ke liang kenikmatannya. Ia pun duduk naik turun di atas penis ajaib itu. Sementara kedua mata Tejo terpejam-pejam merasakan kenikmatan surgawi itu. Kedua tangannya meremas-remas gunung kembar Sinta. “Ooh.., oh.., ohh..”, erang Sinta penuh kenikmatan.

Penis itu begitu kuat, kokoh dan keras. Walau sudah berkali-kali ditusukkan ke depan, belakang, maupun dari atas, belum juga menunjukkan akan menyemburkan cairan putih kentalnya, sementara Sinta sudah orgasme beberapa kali. Melihat itu, Sinta segera turun dari pangkuan Tejo itu. Dengan penuh semangat ia meraih penis itu untuk segera dimasukkan ke mulutnya. Dijilatnya dengan lembut kemudian dihisap dan dipilin-pilin dengan lidahnya… oooh.., oh.., oohh.., kali ini ganti Tejo yang mengerang karena merasakan kenikmatan. Lima belas menit kemudian, wajah Tejo tampak menegang dan ia mencengkeram pundak Sinta dengan sangat erat.. Sinta menyadari apa yang akan terjadi.., tapi ia tidak menghiraukannya.., ia terus saja menghisap penis ajaib itu.., dan benar.., crot.., crot.., crott..! Semburan air mani masuk ke dalam mulut seksi Sinta tanpa bisa dihalangi lagi. Sinta pun menelan semua mani itu termasuk menjilat yang masih tersisa di penis Tejo itu dengan lahapnya…

Sejak peristiwa di rumah kontrakan itu, mereka tidak henti-hentinya berhubungan intim di mana saja dan kapan saja mereka bernafsu.., di mobil, di hotel, di rumah Sinta. Sinta kini mulai meninggalkan dunia lesbinya karena sekarang ada Tejo yang selalu sukses membawanya merasakan surga dunia. Sebaliknya Tejo juga ngak pusing lagi kalau lagi sange karena ada memek Sinta yang peret, wangi, halal dan aman.