Saturday, March 21, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Akibat Berenang Bugil


Kumpulan Cerita Dewasa - Hari itu, sekitar jam 12 siang, aku baru saja tiba di vilaku di puncak. Pak Imam, penjaga vilaku membukakan pintu garasi agar aku bisa memarkirkan mobilku. Pheew…akhirnya aku bisa melepaskan kepenatan setelah seminggu lebih menempuh UAS. Aku ingin mengambil saat tenang sejenak, tanpa ditemani siapapun, aku ingin menikmatinya sendirian di tempat yang jauh dari hiruk pikuk ibukota.

Agar aku lebih menikmati privacy-ku maka kusuruh Pak Imam pulang ke rumahnya yang memang di desa sekitar sini. Pak Imam sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7 tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah kemalingan. Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku daridulu sebenarnya berniat mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur, maka kuurungkan niatku.

“Punten neng, kalau misalnya ada perlu, bapak pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja” pamitnya
Setelah Pak Imam meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari buku-buku kuliah itu. Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih terasa. Aku jadi ingin berenang rasanya, apalagi setelah kulihat kolam renang di belakang airnya bersih sekali, Pak Imam memang telaten merawat vila ini. Segera kuambil perlengkapan renangku dan menuju ke kolam.

Sesampainya disana kurasakan suasanya enak sekali, begitu tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin. Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi begini, bagimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada siapa-siapa lagi disini selain aku lagipula aku senang orang mengagumi keindahan tubuhku. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam. Aahh…enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan. Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu (karena aku tidak bisa, hehe…)

20 menit lamanya aku berada di kolam, akupun merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam. Aku lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng coca-cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil suntan oilku dan kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan. Saking enaknya cuaca di sini membuatku mengantuk, hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis-habisan.

Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata bukan sekedar mimpi. Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit. Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia adalah Muklas, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu tepat di depan wajahku

“Sstt…mendingan neng nurut aja, di sini udah ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam !” ancamnya
Aku mengangguk saja walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada mulutku
“Hehehe…udah lama saya pengen ngerasain ngentot sama neng !” katanya sambil matanya menatapi dadaku
“Ngentot ya ngentot, tapi yang sopan dong mintanya, ga usah kaya maling gitu !” kataku sewot

Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan daridulu kalau ada wanita berenang di sini. Mengetahui Pak Imam sedang tidak di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke sini. Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat, namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi).
“Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka baju juga, daritadi pegang-pegang doang beraninya !” tantangku
“Hehe, iya neng abis tetek neng ini loh, montok banget sampe lupa deh” jawabnya seraya melepas baju lusuhnya
Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya si Wahyu, tukang air yang pernah main denganku (baca Tukang Air, Listrik, dan Bangunan).

Dia duduk di pinggir kursi santai dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan menggosok-gosok bibirnya.
“Eenghh…terus Klas…ooohh !” desahku sambil meremasi rambut Muklas yang sedang mengisap payudaraku.
Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat. Dengan merem melek aku menjambak rambut si Muklas yang sedang menyeruput vaginaku. Perasaan itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Muklas melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.

Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya agak bau, entah bau rokok atau jengkol. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya.

“Gua ga tahan lagi Klas, sini gua emut yang punya lu” kataku
Si Muklas langsung bangkit dan berdiri di sampingku menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam benda itu, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.

Mulutku terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip helm itu, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
“Eemmpp…emmphh…nngg…!!” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan cairan itu, tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku, kacamata hitamku juga basah kecipratan maninya.

Kulepaskan kacamata hitam itu, lalu kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu terbuka dan Pak Imam muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya, aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku.

“Eehh…maaf neng, bapak cuma mau ngambil uang bapak di kamar, ga tau kalo neng lagi gituan” katanya terbata-bata
Karena sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya
“Ah…ga apa-apa Pak, mending bapak ikutan aja yuk !” godaku
Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku. Aku mengelus-elus batangnya dari luar membuatnya terangsang.

Akhirnya dia mulai berani memegang payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya
“Neng, tetek neng gede juga yah…enak yah diginiin sama bapak ?”sambil tangannya terus meremasi payudaraku.

Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka celana panjangnya, setelah itu saya turunkan juga celana kolornya. Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung, jari-jariku pun mulai menggenggamnya. Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga pemiliknya mengerang keenakan
“Wah, Pak Imam sama majikan sendiri aja malu-malu !” seru si Muklas yang memperhatikan Pak Imam agak grogi menikmati oral seks-ku.

Muklas lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kemaluannya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua penis yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Muklas pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku. Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam vaginaku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudaraku. Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada penis Pak Imam makin bersemangat.

Rupanya aku telah membuat Pak Imam ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku dengan memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja disenggamai dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghujam ke tubuhku. Perasaan ini sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Muklas menyentuh bagian terdalam dari rahimku dan ketika penis Pak Imam menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku. Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Imam. Bersamaan dengan itu pula genjotan si Muklas terasa makin bertenaga. Kami pun mencapai orgasme bersamaan, aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku, dari selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan.

Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
“Neng, boleh ga bapak masukin anu bapak ke itunya neng ?” tanya Pak Imam lembut
Saya cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi “tapi neng istirahat aja dulu, kayanya neng masih cape sih”

 KLIK DISINI

Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Muklas duduk di sebelah kiriku dan Pak Imam di kananku. Kami ngobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. Yang satu ditepis yang lain hinggap di bagian lainnya, lama-lama ya aku biarkan saja, lagipula aku menikmatinya kok.

“Neng, bapak masukin sekarang aja yah, udah ga tahan daritadi belum rasain itunya neng” kata Pak Imam mengambil posisi berlutut di depanku.
Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala merestuinya, dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vaginaku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Muklas yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.

“Aahh…Pak cepet masukin dong, udah kebelet nih !” desahku tak tertahan
Aku meringis saat dia mulai menekan masuk penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.

“Wah…seret banget memeknya neng, kalo tau gini udah daridulu bapak entotin” ceracaunya
“Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih piktor, gua kira lu alim” kataku dalam hati
Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi itu, dia melepas penisnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke penisnya. Dengan refleks akupun menggenggam penis itu sambil menurunkan tubuhku hingga benda itu amblas ke dalamku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang padat berisi itu, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua payudaraku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Pak Imam memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun, anak majikannya sendiri, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak dirasakannya.

Goyangan kami terhenti sejenak ketika Muklas tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Imam. Muklas membuka pantatku dan mengarahkan penisnya ke sana

“Aduuh…pelan-pelan Klas, sakit tau…aww !” rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya.
Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua batang penis besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Muklas menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Muklas malah makin buas menggenjotku. Pak Imam melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut.

Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Imam erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Pak Imam. Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, putingku disedot kuat-kuat oleh Pak Imam, dan Muklas menjambak rambutku. Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku, di air nampak sedikit cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan penis masih tertancap.

Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh…ternyata mereka mengikutiku dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka senang. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir
“Wah…kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih” disambut gelak tawa kami.
Setelah itu, giliran akulah yang memandikan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun kembali digarap di kamar mandi.

Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku. Sejak itu kalau ada sex party di vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku, mereka pun senang karena bisa merasakan tubuhku dan teman-teman kuliahku yang masih muda dan cantik. Jadi ada variasi dalam kehidupan seks kami, tidak selalu main sama teman-teman cowok di kampus. Lain hari aku akan menceritakan bagaimana jahilnya aku mengerjai teman-teman kuliahku sehingga mereka jatuh ke tangan Pak Imam dan Muklas dan juga pengalaman-pengalamanku lainnya, harap sabar yah, soalnya kan aku juga sibuk tidak bisa menulis terus.

Kumpulan Cerita Dewasa Pergaulan Bebas


Kumpulan Cerita Dewasa - Anita dan Lina adalah teman satu kampus. Mereka juga satu jurusan dan tinggal
di tempat kos yang sama. Tidak hanya itu, mereka juga memilih kamar tidur
yang sama pula. Hehehe…Rumah kos mereka cukup besar dan dibangun 2 lantai.
Lantai pertama adalah untuk tuan rumahnya, sedang lantai dua adalah untuk para
anak kos cewek. Ada sekitar 10 kamar yang tersedia dan saat itu fully occupied.

Suatu hari… Lina hendak kembali ke kos setelah selesai mengerjakan tugas
kelompok. Badannya terasa lelah, sehingga spring bed yang selama ini ditidurinya
membayangi pikirannya. Pokoknya mau segera tidur ! Hehe…
Dia lalu masuk ke rumah dimana dia kos dan menuju ke tempat tidurnya lalu
membuka pintu kamar.

“Eit…”. Anita, teman sekamarnya yang sedang berada didalam, menjerit
tertahan. Lina yang melihat temannya itu jadi kebingungan, ngga tau kenapa.
“Wah…kamu buat gw kaget aja nih…”, tukas Anita.
“Ye…kenapa lho?”, tanya Lina singkat.
“Gw kan lagi asyik tadi.”, sahut Anita cepat.
“Asik apaan neh?”, tanya Lina lagi, penuh selidik.
Anita ngga menjawab, tetapi dia langsung menekan tombol remote TV-nya.
Wuah…ternyata dia lagi nonton DVD-porno. Hehehe…Lina sampe kaget.
“Wah…apaan tuh? Loe demen banget nonton begituan ya?”, ujar Lina.
“Ye…emang kamu ngga pernah nonton?”, tanya Anita. Lina menggeleng pelan,
tapi matanya terus menatap kearah TV dimana ada adegan sex panas.
“Hehehe…Mo nonton? Yuk…”, ajak Anita genit. Lina cuman menggeleng aja
sambil tiduran diranjang. Tapi benernya, dia tetap melihat film porno itu
dari awal sampe akhir! Dasar…Itu adalah pertama kalinya dia melihat film
begituan.

Oh ya. Nih gue kasih kasih gambaran gimana “tokoh utama” kita. Anita
adalah cewek yang gaul, lumayan cantik lah (score: 70) dengan rambut yang
disemir highlight pirang. Tubuhnya langsing (cenderung kurus sih) dengan
payudara sekitar 34A. Kulitnya putih bersih. Mulus deh ! Kalau temen gw,
si Lina itu, sama putihnya. Wajahnya lebih cantik (score: 85) tetapi tubuhnya
semok (seksi montok). Hehe..agak overweight dikit lah…tapi ngga banyak kok
jadi kelihatan padat berisi gitu! Kalau ukuran dadanya, gue tahu bener: 36C!
Wakakak ! Rambutnya hitam asli, tidak disemir. Lina udah punya cowok, namanya
Rudi. Orangnya kurus tapi alim.

OK. Ceritanya saya lanjutkan…
Sejak saat itu, mereka berdua sering nonton film porno. Hanya,
tentu saja mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Kalau cewe
tuh malu-malu lho kalo nonton film begituan, sedangkan kita para cowok
sih, ngga malu-malu, tetapi mah malu-maluin. Hahaha…

Nah, suatu malam, Lina baru saja menyelesaikan kerja kelompok dirumah
salah seorang teman dan – seperti biasa – dia langsung menuju ke rumah
kosnya. Dia melirik jam tangannya, weleh…udah jam 10malam. Karena
jarak antara rumah temennya itu dengan kosnya tidak terlalu jauh, dia
memilih untuk berjalan kaki, sendirian. Itung-itung aerobik lah

Ketika udah hampir sampai di kosnya, Lina melihat ada beberapa pemuda
lokal sedang asyik bercengkrama. Beberapa botol bir terlihat tergeletak
disana. Hatinya merasa tidak enak tapi toh kosnya tinggal beberapa
meter lagi.

Dengan “tekad bulat”, Lina memberanikan diri melewati para pemuda itu. Dan,
bisa ditebak, berandal-berandal itu tidak akan membiarkan Lina lewat tanpa
“halangan”. Begitu melihat ada gadis manis berkulit putih jalan sendirian
di malam hari, timbul keisengan para berandalan itu.

“Halo…mau kemana cantik?”, ujar salah seorang dari mereka, yang langsung
berdiri menghadang. Lina tersentak kaget. Dia menutupi dadanya dengan
tas kuliah.

Dua orang berandal lain ikutan berdiri dan “mengepung” gadis cantik itu.
“Wah..seksi sekali non ini. Montok!”, goda preman itu. Saat itu Lina
memakai T-shirt ketat berwarna merah, ga tipis sih tapi ketatnya itu lho…
Lina berusaha menyelinap keluar dari kepungan para preman itu tapi dihadang.
Salah seorang dari mereka memegang lengannya sambil dielus-elus.
“wah mulus nian dikau…”.

Preman yang lain dengan iseng menepuk dan meremas pantat Lina yang terbungkus
rok jeans selutut.

“Eh Jangan kurang ajar kamu!”, kata Lina kepada mereka, dengan ketus. Merasa
diatas angin, salah seorang preman lalu menyusupkan tangannya, masuk kedalam
rok jeans Lina dan meremas bukit vagina Lina yang masih tertutup CD pink itu
dari belakang.

Lina sontak kaget dan langsung menyikut preman itu. Kedua temannya pada
tertawa-tawa. Melihat premannya agak lengah, dengan cepat Lina keluar dari
kepungan para berandal itu dan berlari sekencang-kencangnya ke tempat kosnya.
Beruntung! Para berandal itu tidak mengejarnya.

Sesampainya didalam, Lina mulai bisa menguasai dirinya. Airmata yang mengalir
dipipinya udah mulai kering. Untung dia tidak dikejar oleh pecundang-pecundang
itu. Hi….dia ngeri kalau memikirkan kejadian tadi.

Sampai didepan kamar, dia mendengar suara tape yang diputar cukup keras.
Dengan lesu dia membuka pintu kamarnya dan masuk kedalam.
Namun, setelah didalam, dia melihat pemandangan yang mengejutkan !

“Anita?”, tegur Lina, tidak mempercayai apa yang dilihatnya.
“Lin?”, sahut Anita sambil terengah-engah.
Cowok yang tadinya sedang asyik menggenjot Anita pun terkejut dan
menoleh kearah Lina.

Lho…itu kan Rofiq? Batin Lina. Rofiq tuh putra tertua dari pemilih rumah.
Wajahnya sih biasa, tapi tubuhnya memang cukup kekar dan berkulit sawo matang.
Dia itu blasteran Timteng-Indo. Dadanya yang hitam dan berbulu lebat nampak
sedang menindih kedua payudara putih milik Anita.

Lina tercengang…

Ini adalah pertama kalinya dia melihat sebuah adegan persetubuhan secara LIVE!
Teman sekamarnya yang bernama Anita, yang cantik dan berkulit putih itu sedang
ditindih dan disetubuhi oleh Rofiq, anak pemilik kos. Kayak spiku, katanya
Setelah terbengong selama beberapa detik dan kesunyian yang tidak pecah-pecah,
akhirnya Lina mengambil inisiatif keluar dari kamar dan membiarkan teman
cewe-nya itu menikmati persetubuhannya. Dia lalu duduk disofa ruang tamu atas
sambil menonton TV.

Selang beberapa menit kemudian…

“Sori. Udah selesai kok.”.
Lina melongok keatas. Rofiq tampak kelelahan namun senyum manis tersungging
dibibirnya. Lina cuman mengangguk pelan. Dia lalu masuk kedalam kamar.

Hm…
Ranjang Anita tampak acak-acakan. BH merah dan CD model G-string warna hitam
tampak tergeletak dilantai kamar. Dikamar mandi dalam kamar terdengar Anita
sedang membersihkan badan.
Hah! What a day, what a day…mungkin demikian pikir temen gue ini.

 KLIK DISINI

Keesokan harinya, kedua cewek itu kembali kongkow-kongkow didalam kamar. Lina
menginterogasi Anita tentang hubungannya dengan Rofiq. Ternyata mereka cuman
have fun aja. Waktu itu Anita lagi kebelet, pas ketemu ma Rofiq, maka ya…
begitu deh. Hehehe…Mereka udah beberapa kali one night stand. Enak donk..
ML ma putra induk semang. Anita udah ngga bayar kos selama beberapa bulan,
karena dilunasi ma Rofiq. …

“Emang enak ya ml ma Rofiq?”, tanya Lina.
“Yup. ‘Itu’nya panjang banget. Terasa mantap waktu masuk kesini.”, tukas Anita
genit sambil mengarahkan telunjuknya ke vaginanya. Lina tertawa kecil.

Lalu gantian Anita yang menginterogasi Lina, dengan bertanya apakah Lina udah
pernah ml ma rudi. Lina menjawab, mereka sering petting dan udah mulai
masukkin penisnya rudi ke vagina Lina, tapi karena ukurannya ga begitu besar
jadinya ngga tahu masuknya penis pacarnya itu sempurna atau cuman separuh

“Haha…Makanya jangan pilih cowok yg kurus donk!”, ejek Anita.
Lina cuman tersenyum sewot.
“Gw dulu pernah ma si Wewe lho. Anak fakultas xxx itu. Besar lho punya dia,
putih lagi. Enak banget!”, sahut Anita sambil tertawa lebar. Lina cuman
membelalakan mata. Ga percaya kalau dia punya temen cewe “maniak” kayak
Anita itu!

“Eh mo yang seru lagi kagak?.”, tanya Anita.
“Apa sih? paling DVD porno lagi ya?”, sahut Lina kalem.
“Ngga. Itu udah kuno. Udah deh ikut gw aja, besok malem ya.”, tukas Anita.
Lina mengangguk.

Nah, besoknya, ternyata Anita mengajak Lina ke warnet. Disana mereka chatting
di IRC. Setelah bertemu dengan beberapa cowok, mereka lalu pindah ke YM untuk
webcam. Anita selalu menyuruh si cowok muncul dulu. Kalau ternyata ngga
menarik fisiknya, ya ngga direspon lagi chat-nya

Setelah lama mencari, akhirnya mereka bertemu dengan cowok yang menurut
mereka cukup menarik. Cowok lokal sih, wajahnya lumayan ganteng tetapi sayang
badannya kurus. Agak diluar “kriteria”, namun karena udah
“lelah mencari”, akhirnya cowok ini yang mendapat tanggapan dari Anita.
Di YM, ternyata chat mereka semakin hot. Mengarah ke seks geto. Dan mereka
saling memamerkan “miliknya”. Wah, si Anita berani juga melepas bra-nya dan
memainkan payudaranya yang indah didepan webcam. Sedang si cowok sedang asyik
melakukan onani (terlihat dengan jelas dari webcam). Lina juga diminta melepas
bra-nya oleh sang cowok. Awalnya ngga mau, tapi karena di-”paksa”, akhirnya
sambil malu-malu dia lepas kaus putih dan bra hitamnya lalu mempertontonkan
payudaranya yang 36C! Weleh…Si cowok semakin nafsu ber-onani sampai akhirnya
muncrat keluar. Anita dan Lina cuman cekikikan melihatnya !

Suatu hari…

“tok…tok…tok.”.
“Ya masuk.”, sahut Anita. Lina tetap cuek, dia lagi baca komik.
“Halo An.”, terdengar suara lelaki. Oh si Rofiq.
Lina kaget setengah mati melihat si Rofiq datang. Begitu juga dengan cowok
itu. “Lho ada temenmu toh…”, ujarnya gugup.

“Udah, gapapa. Santai aja. Lin loe disini aja ya. Jangan keluar kamar. OK?”.
Lina terbengong-bengong. Tidak tau mau bicara apa. Rofiq juga tampak kikuk,
dia kayaknya tidak menyangka bakal ada Lina didalam kamar.

“Emang loe mau ngapain Nit?”, tanya Lina kebingungan. Dia udah siap-siap
keluar kamar.

“Ya ada deh…Udah loe disini aja. Liat aja. Watch and Learn!”, ujar Anita.

Rofiq lalu mengunci pintu kamar dan duduk di ranjang Anita, dengan kikuk.
Lina semakin gelisah. Dia merasa tidak nyaman. Dia menduga Anita dan Rofiq
akan bersetubuh deh. Sungkan juga melihat, tetapi pengen juga Hehehe…
Anita lalu melepas dasternya. Dia tidak memakai bra, hanya tinggal CD item
tipis yang berukuran mini. Anita terlihat sangat seksi. Rofiq nampak takjub.

Dia lalu segera melepas seluruh pakaiannya dan terlihatlah penisnya yang
panjang menggelantung. Tubuhnya yang hitam berbulu membuatnya tampak jantan.
Tergetar hati Lina melihat pemandangan didepannya. Rasa gelisahnya mulai
berubah menjadi penasaran, sekaligus terangsang!

Rofiq mulai menciumi payudara Anita. Tangannya menggosok-gosok vagina cewek
itu. Anita tak mau kalah, dikocoknya penis panjang itu dengan jemarinya
yang lentik. Lenguhan dan rintihan nikmat memenuhi atmosfir kamar tersebut.
Rofiq lalu melepas CD item milik Anita dan mulai memposisikan penisnya.
Perlahan tapi pasti, penis panjang itu mulai masuk, menembus vagina Anita.

“Oh….ya….”, erang Anita penuh kenikmatan.
Tak lama kemudian, Lina menyaksikan pemandangan yang menggairahkan birahinya.
Anita dengan cepat digenjot oleh Rofiq yang merem melek keenakan. Erangan
penuh gairah keluar dari keduanya, membuat diri Lina semakin terangsang.
Rofiq terlihat menikmati betul persetubuhannya dengan Anita, diciuminya ketiak
Anita yang putih mulus itu. Tak lupa, dia juga memainkan puting payudara Anita
yang udah mengeras. Pantatnya nampak dengan cepat bergerak naik turun,
mengkocok penis hitamnya didalam vagina Anita yang berbulu lebat itu.

Setelah beberapa menit digenjot, Anita tiba-tiba menjambak rambut Rofiq dan
tubuhnya bergetar hebat. Dengan teriakan yang tertahan, dia mencapai puncak
kenikmatan seksualnya. “Ah….Fiq. enak fiq. ah…..”. Rofiq cuman diam aja
sambil terus menggenjot cewe amoy itu. Akhirnya, dia ngga tahan juga. Sambil
mengerang keenakan,dia mencabut penisnya dan memuncratkan spermanya ke wajah
cantik Anita sambil mengkocoknya. Uh…..nikmatnya.

Mereka berdua lalu berpelukan mesra sambil berciuman bibir. Sesekali Rofiq
memasukkan penisnya yang udah loyo kedalam vagina Anita. Ah terlihat nikmat
sekali.

Lina cuman diam saja. Dia sangat terpengaruh oleh adegan LIVE tadi. Birahi
dirinya udah keluar dan menggebu-gebu. Tapi ya mo gimana lagi. Hehehe

Setelah puas berciuman, Anita melirik kearah Lina yang masih mematung.
Dia lalu memberi kode ke Rofiq. Rofiq awalnya kaget dan menolak, tapi karena
di-”paksa”, akhirnya dia mau juga.

Sambil tetap bugil, Rofiq berjalan menuju ke ranjang Lina dan duduk disampingnya.
Karena merasa risih, Lina lalu bangkit dari ranjang dan hendak menuju ke pintu.
Tapi Rofiq lalu memegang lengannya dan menariknya ke ranjang.

“Eh loe mo ngapain, fiq?”, tukas Lina.
Rofiq ngga menjawab. Dia lalu memeluk mesra Lina sambil menciumi kupingnya.
Oh, desiran seksual mulai merambati tubuhnya. Bulu Lina bergidik semua.

“Ah…fiq..Jangan fiq…”, erang Lina pelan.
Rofiq tidak menjawab. Dia terus menciumi telinga Lina dan memainkan lidahnya
disana. “Ah…udah ah…mas….”, Erang Lina lagi. Dia tahu bahwa sebenarnya
pikiran dan logika dia menolak hal ini, tetapi tubuh dia memintanya! Jadi ada
semacam konflik batin gitu.

Perlahan, Rofiq lalu menyelipkan tangannya dari belakang tubuh Lina dan mulai
meremas payudara Lina yang toge itu.

“Ah…”. Terdengar rintihan nikmat lagi dari Lina. Matanya terpejam dan kepalanya
tersandar kebelakang, di pundak Rofiq. Tanktop putih ketat yang dipakai Lina
sungguh membuat payudaranya yang montok terlihat indah.

Rofiq lalu melepas tanktop itu tanpa perlawanan. Lina cuman menundukkan mata.
Cowok gatel ini lalu menciumi bibir Lina namun ditolak oleh cewek ini. Lalu
dengan sedikit paksaan, rofiq akhirnya bisa menciumi bibir cewek montok dan
cantik itu dengan leluasa. Selama beberapa menit mereka berciuman bibir dengan
penuh nafsu.

Lina lalu ditidurkan keatas ranjang dan celana pendek yang dipakainya dilepas
oleh Rofiq. Dia lalu menciumi vagina Lina yang masih tertutup oleh CD.
Wuah…udah banjir! Celana dalam yang berwarna pink itu, bagian tengahnya
udah lembab, terkena cairan pelumas.

“Udah ah…mas..ga mau.”, pinta Lina memelas. Lagi-lagi Rofiq tidak menggubris
permintaan gadis putih ini. Dia lalu tetap melepas celana dalam pink itu dan
mulai menjilati vagina Lina yang lebat.

“Aduh…ah….oh….jangan…mas…oh…”, kira-kira demikian rintihan nikmat
dari Lina. Dia merasakan kenikmatan saat vaginanya dijajah oleh lidah Rofiq.
Setelah dirasa cukup, Rofiq lalu menindih Lina dan membiarkan bra merah Lina
masih menutupi payudara togenya. Dia lalu memposisikan penisnya yang sudah
memanjang itu kebelahan vagina gadis cantik ini.

“Aduh…jangan…”, pinta Lina memelas ketika dia merasakan ada “benda asing
dan panjang” mulai membelah vaginanya. Rofiq diam saja dan terus mendorong
masuk penis hitamnya yang panjang itu kedalam vagina gadis amoy ini. Ah…
sempitnya…

“Aah…aduh..”.
Ketika penis Rofiq baru masuk separuh, Lina merasakan ada sengatan rasa
sakit di vagina. Rofiq yang sebelumnya sudah diberitahu kalau Lina udah
ngga perawan ya diam saja dan terus menyodokkan penisnya.

“Ah…mas…ah…”.
Akhirnya, dengan sekali tusukan lagi, Rofiq berhasil membenamkan penisnya
kedalam vagina Lina. Dia lalu menggoyang Lina dengan penuh nafsu. Dipeluknya
gadis putih itu dan diciuminya bibir Lina yang merah tipis.

“Oh…ah…”, Lina memejamkan mata. Dia merasakan sakit sekaligus nikmat
di bagian kemaluannya. Dan semakin lama, dia semakin menikmati genjotan
liar dari Rofiq itu. Pantatnya mulai ikut berirama naik-turun. Seluruh tubuh
montok Lina diciumi oleh Rofiq. Payudaranya yang toge, ketiaknya, lehernya,
pokoknya semuanya deh…

Entah selama berapa menit mereka saling bersetubuh. Akhirnya, dengan teriakan yang
cukup keras, Lina menyambut orgasme-nya. Tubuhnya bergetar dan vaginanya
mencengkeram penis Rofiq dengan kuat. Mengalirlah cairan cintanya yang
kental. Rofiq terus menggenjot gadis itu sampai akhirnya dia pun orgasme
didalam rahim Lina (! Apa ngga takut hamil ya !). Dia lalu ambruk menindih
Lina sambil mengerang keenakan.

Setelah puas, Rofiq lalu mencabut penisnya. Ah, ternyata selain penuh dengan
cairan kenikmatan dari Lina, penisnya juga dilumuri oleh sedikit bercak
darah! Waduh…ternyata Lina masih virgin sebelum disetubuhi oleh Rofiq.
Anita sampai kaget, begitu juga Lina. Dia tidak menyangka kalau selama ini
dia masih perawan, biarpun sudah beberapa kali bersetubuh dengan si kurus
rudi, pacarnya. Rofiq cuman melongo! Mungkin dia lagi menikmati momen-momen
kemenangannya, mengambil keperawanan seorang gadis amoy! hehehe…

Sejak saat itu, mereka berdua semakin ketagihan untuk bersetubuh, khususnya
dengan Rofiq. Rofiq sih suka-suka aja dan membebaskan keduanya dari biaya
kos (lumayan lho, per orang @750rb karena pake AC dengan kamar mandi dalam).
Imbalannya? Dia bisa menyetubuhi dua gadis cantik, putih dan seksi kapanpun
dia mau.

Hubungan Lina dengan rudi tetap berjalan, bahkan Lina sudah bertunangan.
Tetapi untuk masalah seksual, Lina tetap bersedia disetubuhi oleh Rofiq karena
dia merasa mendapat kenikmatan yang berbeda dan luar biasa. Anita sampai
sekarang masih tetap “wild”.

Friday, March 20, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Tanti Yani


Kumpulan Cerita Dewasa - Jakarta! Ya, akhirnya jadi juga aku ke Jakarta. Kota impian semua orang, paling tidak bagi orang sedesaku di Gumelar, Kabupaten Banyumas, 23 Km ke arah utara Purwokerto, Jawa Tengah. Aku memang orang desa. Badanku tidak menggambarkan usiaku yang baru menginjak 16 tahun, bongsor berotot dengan kulit sawo gelap. Baru saja aku menamatkan ST (Sekolah Teknik) Negeri Baturaden, sekitar 5 Km dari Desa Gumelar, atau 17 Km utara Purwokerto. Kegiatanku sehari-hari selama ini kalau tidak sekolah, membantu Bapak dan Emak berkebun. Itulah sebabnya badanku jadi kekar dan kulit gelap. Kebunku memang tak begitu luas, tapi cukup untuk menopang kehidupan keluarga kami sehari-hari yang hanya 5 orang. Aku punya 2 orang adik laki-laki semua, 12 dan 10 tahun.

Boleh dikatakan aku ini orangnya ?kuper?. Anak dari desa kecil yang terdiri dari hanya belasan rumah yang terletak di kaki Gunung Slamet. Jarak antar rumahpun berjauhan karena diselingi kebun-kebun, aku jadi jarang bertemu orang. Situasi semacam ini mempengaruhi kehidupanku kelak. Rendah diri, pendiam dan tak pandai bergaul, apalagi dengan wanita. Pengetahuanku tentang wanita hampir dapat dikatakan nol, karena lingkungan bergaulku hanya seputar rumah, kebun, dan sekolah teknik yang muridnya 100% lelaki.
Pembaca yang budiman, kisah yang akan Anda baca ini adalah pengalaman nyata kehidupanku sekitar 9 sampai 6 tahun lalu.

Pengalaman nyata ini aku ceritakan semuanya kepada Mas Joko, kakak kelasku, satu-satunya orang yang aku percayai yang hobinya memang menulis. Dia sering menulis untuk majalah dinding, buletin sekolah, koran dan majalah lokal yang hanya beredar di seputar Purwokerto. Mas Joko kemudian meminta izinku untuk menulis kisah hidupku ini yang katanya unik dan katanya akan dipasang di internet. Aku memberinya izin asalkan nama asliku tidak disebutkan. Jadi panggil saja aku Tarto, nama samaran tentu saja.

Aku ke Jakarta atas seizin orang tuaku, bahkan merekalah yang mendorongnya. Pada mulanya aku sebenarnya enggan meninggalkan keluargaku, tapi ayahku menginginkan aku untuk melanjutkan sekolah ke STM. Aku lebih suka kerja saja di Purwokerto. Aku menerima usulan ayahku asalkan sekolah di SMA (sekarang SMU) dan tidak di kampung. Dia memberi alamat adik misannya yang telah sukses dan tinggal di bilangan Tebet, Jakarta. Ayahku sangat jarang berhubungan dengan adik misannya itu.

Paling hanya beberapa kali melalui surat, karena telepon belum masuk ke desaku. Kabar terakhir yang aku dengar dari ayahku, adik misannya itu, sebut saja Oom Ton, punya usaha sendiri dan sukses, sudah berkeluarga dengan satu anak lelaki umur 4 tahun dan berkecukupan. Rumahnya lumayan besar. Jadi, dengan berbekal alamat, dua pasang pakaian, dan uang sekedarnya, aku berangkat ke Jakarta. Satu-satunya petunjuk yang aku punyai: naik KA pagi dari Purwokerto dan turun di stasiun Manggarai. Tebet tak jauh dari stasiun ini.

Stasiun Manggarai, pukul 15.20 siang aku dicekam kebingungan. Begitu banyak manusia dan kendaraan berlalu lalang, sangat jauh berbeda dengan suasana desaku yang sepi dan hening. Singkat cerita, setelah ?berjuang? hampir 3 jam, tanya ke sana kemari, dua kali naik mikrolet (sekali salah naik), sekali naik ojek yang mahalnya bukan main, sampailah aku pada sebuah rumah besar dengan taman yang asri yang cocok dengan alamat yang kubawa.

Berdebar-debar aku masuki pintu pagar yang sedikit terbuka, ketok pintu dan menunggu. Seorang wanita muda, berkulit bersih, dan .. ya ampun, menurutku cantik sekali (mungkin di desaku tidak ada wanita cantik), berdiri di depanku memandang dengan sedikit curiga. Setelah aku jelaskan asal-usulku, wajahnya berubah cerah. ?Tarto, ya ? Ayo masuk, masuk. Kenalkan, saya Tantemu.? Dengan gugup aku menyambut tangannya yang terjulur. Tangan itu halus sekali. ?Tadinya Oom Ton mau jemput ke Manggarai, tapi ada acara mendadak. Tante engga sangka kamu sudah sebesar ini.

Naik apa tadi, nyasar, ya ?? Cecarnya dengan ramah. ?Maaar, bikin minuman!? teriaknya kemudian. Tak berapa lama datang seorang wanita muda meletakkan minuman ke meja dengan penuh hormat. Wanita ini ternyata pembantu, aku kira keponakan atau anggota keluarga lainnya, sebab terlalu ?trendy? gaya pakaiannya untuk seorang pembantu.
Sungguh aku tak menduga sambutan yang begitu ramah. Menurut cerita yang aku dengar, orang Jakarta terkenal individualis, tidak ramah dengan orang asing, antar tetangga tak saling kenal. Tapi wanita tadi, isteri Oomku, Tante Yani namanya (?Panggil saja Tante,? katanya akrab) ramah, cantik lagi. Tentu karena aku sudah dikenalkannya oleh Oom Ton.

Aku diberi kamar sendiri, walaupun agak di belakang tapi masih di rumah utama, dekat dengan ruang keluarga. Kamarku ada AC-nya, memang seluruh ruang yang ada di rumah utama ber-AC. Ini suatu kemewahan bagiku. Dipanku ada kasur yang empuk dan selimut tebal. Walaupun AC-nya cukup dingin, rasanya aku tak memerlukan selimut tebal itu. Mungkin aku cukup menggunakan sprei putih tipis yang di lemari itu untuk selimut. Rumah di desaku cukup dingin karena letaknya di kaki gunung, aku tak pernah pakai selimut, tidur di dipan kayu hanya beralas tikar. Aku diberi ?kewenangan? untuk mengatur kamarku sendiri.

Aku masih merasa canggung berada di rumah mewah ini. Petang itu aku tak tahu apa yang musti kukerjakan. Selesai beres-beres kamar, aku hanya bengong saja di kamar. ?Too, sini, jangan ngumpet aja di kamar,? Tante memanggilku. Aku ke ruang keluarga. Tante sedang duduk di sofa nonton TV. ?Sudah lapar, To ?? ?Belum Tante.? Sore tadi aku makan kue-kue yang disediakan Si Mar. ?Kita nunggu Oom Ton ya, nanti kita makan malam bersama-sama.? Oom Ton pulang kantor sekitar jam 19 lewat. ?Selamat malam, Oom,? sapaku. ?Eh, Ini Tarto ? Udah gede kamu.? ?Iya Oom.? ?Gimana kabarnya Mas Kardi dan Yu Siti,? Oom menanyakan ayah dan ibuku. ?Baik-baik saja Oom.? Di meja makan Oom banyak bercerita tentang rencana sekolahku di Jakarta.

Aku akan didaftarkan ke SMA Negeri yang dekat rumah. Aku juga diminta untuk menjaga rumah sebab Oom kadang-kadang harus ke Bandung atau Surabaya mengurusi bisnisnya. ?Iya, saya kadang-kadang takut juga engga ada laki-laki di rumah,? timpal Tante. ?Berapa umurmu sekarang, To ?? ?Dua bulan lagi saya 16 tahun, Oom.? ?Badanmu engga sesuai umurmu.?
***
Hari-hari baruku dimulai. Aku diterima di SMA Negeri 26 Tebet, tak jauh dari rumah Oom dan Tanteku. Ke sekolah cukup berjalan kaki. Aku memang belum sepenuhnya dapat melepas kecanggunganku. Bayangkan, orang udik yang kuper tamatan ST (setingkat SLTP) sekarang sekolah di SMA metropolitan. Kawan sekolah yang biasanya lelaki melulu, kini banyak teman wanita, dan beberapa diantaranya cantik-cantik. Cantik ? Ya, sejak aku di Jakarta ini jadi tahu mana wanita yang dianggap cantik, tentunya menurut ukuranku.

Dan tanteku, Tante Yani, isteri Oom Ton menurutku paling cantik, dibandingkan dengan kawan-kawan sekolahku, dibanding dengan tante sebelah kiri rumah, atau gadis (mahasiswi ?) tiga rumah ke kanan. Cepat-cepat kuusir bayangan wajah tanteku yang tiba-tiba muncul. Tak baik membayangkan wajah tante sendiri. Pada umumnya teman-teman sekolahku baik, walaupun kadang-kadang mereka memanggilku ?Jawa?, atau meledek cara bicaraku yang mereka sebut ?medok?. Tak apalah, tapi saya minta mereka panggil saja Tarto. Alasanku, kalau memanggil ?Jawa?, toh orang Jawa di sekolah itu bukan hanya aku.

Mereka akhirnya mau menerima usulanku. Terus terang aku di kelas menjadi cepat populer, bukan karena aku pandai bergaul. Dibandingkan teman satu kelas tubuhku paling tinggi dan paling besar. Bukan sombong, aku juga termasuk murid yang pintar. Aku memang serius kalau belajar, kegemaranku membaca menunjang pengetahuanku.

Kegemaranku membaca inilah yang mendorongku bongkar-bongkar isi rak buku di kamarku di suatu siang pulang sekolah. Rak buku ini milik Oom Ton. Nah, di antara tumpukan buku, aku menemukan selembar majalah bergambar, namanya Popular.

Rupanya penemuan majalah inilah merupakan titik awalku belajar mandiri tentang wanita. Tidak sendiri sebetulnya, sebab ada ?guru? yang diam-diam membimbingku. Kelak di kemudian hari aku baru tahu tentang ?guru? itu.

Majalah itu banyak memuat gambar-gambar wanita yang bagus, maksudnya bagus kualitas fotonya dan modelnya. Dengan berdebar-debar satu-persatu kutelusuri halaman demi halaman. Ini memang majalah hiburan khusus pria. Semua model yang nampang di majalah itu pakaiannya terbuka dan seronok. Ada yang pakai rok demikian pendeknya sehingga hampir seluruh pahanya terlihat, dan mulus. Ada yang pakai blus rendah dan membungkuk memperlihatkan bagian belahan buah dada.

Dan, ini yang membuat jantungku keras berdegup : memakai T-shirt yang basah karena disiram, sementara dalamnya tidak ada apa-apa lagi. Samar-samar bentuk sepasang buah kembar kelihatan. Oh, begini tho bentuk tubuh wanita. Dasarnya aku sangat jarang ketemu wanita. Kalau ketemu-pun wanita desa atau embok-embok, dan yang aku lihat hanya bagian wajah. Bagaimana aku tidak deg-deg-an baru pertama kali melihat gambar tubuh wanita, walaupun hanya gambar paha dan sebagian atas dada.

Sejak ketemu majalah Popular itu aku jadi lain jika memandang wanita teman kelasku. Tidak hanya wajahnya yang kulihat, tapi kaki, paha dan dadanya ?kuteliti?. Si Rika yang selama ini aku nilai wajahnya lumayan dan putih, kalau ia duduk menyilangkan kakinya ternyata memiliki paha mulus agak mirip foto di majalah itu. Memang hanya sebagian paha bawah saja yang kelihatan, tapi cukup membuatku tegang. Ya tegang. ?Adikku? jadi keras! Sebetulnya penisku menjadi tegang itu sudah biasa setiap pagi. Tapi ini tegang karena melihat paha mulus Rika adalah pengalaman baru bagiku.

Sayangnya dada Rika tipis-tipis saja. Yang dadanya besar si Ani, demikian menonjol ke depan. Memang ia sedikit agak gemuk. Aku sering mencuri pandang ke belahan kemejanya. Dari samping terkadang terbuka sedikit memperlihatkan bagian dadanya di sebelah kutang. Walau terlihat sedikit cukup membuatku ?ngaceng?. Sayangnya, kaki Ani tak begitu bagus, agak besar. Aku lalu membayangkan bagaimana bentuk dada Ani seutuhnya, ah ngaceng lagi! Atau si Yuli. Badannya biasa-biasa saja, paha dan kaki lumayan berbentuk, dadanya menonjol wajar, tapi aku senang melihat wajahnya yang manis, apalagi senyumnya. Satu lagi, kalau ia bercerita, tangannya ikut ?sibuk?. Maksudku kadang mencubit, menepuk, memukul, dan, ini dia, semua roknya berpotongan agak pendek. Ah, aku sekarang punya ?wawasan? lain kalau memandang teman-teman cewe.

Ah! Tante Yani! Ya, kenapa selama ini aku belum ?melihat dengan cara lain?? Mungkin karena ia isteri Oomku, orang yang aku hormati, yang membiayai hidupku, sekolahku. Mana berani aku ?menggodanya? meskipun hanya dari cara memandang. Sampai detik ini aku melihat Tante Yani sebagai : wajahnya putih bersih dan cantik. Tapi dasar setan selalu menggoda manusia, bagaimana tubuhnya ? Ah, aku jadi pengin cepat-cepat pulang sekolah untuk ?meneliti? Tanteku. Jangan ah, aku menghormati Tanteku.

Aduh! Kenapa begini ? Apanya yang begini ? Tante Yani! Seperti biasa, kalau pulang aku masuk dari pintu pagar langsung ke garasi, lalu masuk dari pintu samping rumah ke ruang keluarga di tengah-tengah rumah. Melewati ruang keluarga, sedikit ke belakang sampai ke kamarku. Isi ruang keluarga ini dapat kugambarkan : di tengahnya terhampar karpet tebal yang empuk yang biasa digunakan tante untuk membaca sambil rebahan, atau sedang dipijit Si Mar kalau habis senam. Agak di belakang ada satu set sofa dan pesawat TV di seberangnya.

Sewaktu melewati ruang keluarga, aku menjumpai Tante Yani duduk di kursi dekat TV menyilang kaki sedang menyulam, berpakaian model kimono. Duduknya persis si Rika tadi pagi, cuma kaki Tante jauh lebih indah dari Rika. Putih, bersih, panjang, di betis bawahnya dihiasi bulu-bulu halus ke atas sampai paha. Ya, paha, dengan cara duduk menyilang, tanpa disadari Tante belahan kimononya tersingkap hingga ke bagian paha agak atas. Tanpa sengaja pula aku jadi tahu bahwa tante memiliki paha selain putih bersih juga berbulu lembut. Sejenak aku terpana, dan lagi-lagi tegang. Untung aku cepat sadar dan untung lagi Tante begitu asyik menyulam sehingga tidak melihat ulah keponakannya yang dengan kurang ajar ?memeriksa? pahanya. Ah, kacau.

Sebenarnya tidak sekali ini aku melihat Tante memakai kimono. Kenapa aku tadi terangsang mungkin karena ?penghayatan? yang lain, gara-gara majalah itu. Selesai makan ada dorongan aku ingin ke ruang tengah, meneruskan ?penelitianku? tadi. Aku ada alasan lain tentu saja, nonton TV swasta, hal baru bagiku. Mungkin aku mulai kurang ajar : mengambil posisi duduk di sofa nonton TV tepat di depan Tante, searah-pandang kalau mengamati pahanya! ?Gimana sekolahmu tadi To ?? tanya Tante tiba-tiba yang sempat membuatku kaget sebab sedang memperhatikan bulu-bulu kakinya. ?Biasa-biasa saja Tante.? ?Biasa gimana ? Ada kesulitan engga ?? ?Engga Tante.? ?Udah banyak dapat kawan ?? ?Banyak, kawan sekelas.? ?Kalau kamu pengin main lihat-lihat kota, silakan aja.? ?Terima kasih, Tante.

Saya belum hafal angkutannya.? ?Harus dicoba, yah nyasar-nyasar dikit engga apa-apa, toh kamu tahu jalan pulang.? ?Iya Tante, mungkin hari Minggu saya akan coba.? ?Kalau perlu apa-apa, uang jajan misalnya atau perlu beli apa, ngomong aja sama Tante, engga usah malu-malu.? Gimana kurang baiknya Tanteku ini, keponakannya saja yang nakal. Nakal ? Ah ?kan cuma dalam pikiran saja, lagi pula hanya ?meneliti? kaki yang tanpa sengaja terlihat, apa salahnya. ?Terima kasih Tante, uang yang kemarin masih ada kok.? ?Emang kamu engga jajan di sekolah ?? Berdesir darahku.

Sambil mengucapkan ?jajan? tadi Tante mengubah posisi kakinya sehingga sekejap, tak sampai sedetik, sempat terlihat warna merah jambu celana dalamnya! Aku berusaha keras menenangkan diri. ?Jajan juga sih, hanya minuman dan makanan kecil.? Akupun ikut-ikutan mengubah posisi, ada sesuatu yang mengganjal di dalam celanaku. Untung Tante tidak memperhatikan perubahan wajahku. Sepanjang siang ini aku bukannya nonton TV. Mataku lebih sering ke arah Tante, terutama bagian bawahnya!

Hari-hari berikutnya tak ada kejadian istimewa. Rutin saja, sekolah, makan siang, nonton TV, sesekali melirik kaki Tante. Oom Ton pulang kantor selalu malam hari. Saat ketemu Oomku hanya pada makan malam, bertiga. Si Luki, anak lelakinya 4 tahun biasanya sudah tidur. Kalau Luki sudah tidur, Tinah, pengasuhnya pamitan pulang. Pada acara makan malam ini, sebetulnya aku punya kesempatan untuk menikmati? (cuma dengan mata) paha mulus berbulu Tante, sebab malam ini ia memakai rok pendek, biasanya memakai daster.

Tapi mana berani aku menatap pemandangan indah ini di depan Oom. Betapa bahagianya mereka menurut pandanganku. Oom tamat sekolahnya, punya usaha sendiri yang sukses, punya isteri yang cantik, putih, mulus. Anak hanya satu. Punya sopir, seorang pembantu, Si Mar dan seorang baby sitter Si Tinah. Sopir dan baby sitter tidak menginap, hanya pembantu yang punya kamar di belakang. Praktis Tante Yani banyak waktu luang. Anak ada yang mengasuh, pekerjaan rumah tangga beres ditangan pembantu. Oh ya, ada seorang lagi, pengurus taman biasa di panggil Mang Karna, sudah agak tua yang datang sewaktu-waktu, tidak tiap hari.

Keesokkan harinya ada kejadian ?penting? yang perlu kuceritakan. Pagi-pagi ketika aku sedang menyusun buku-buku yang akan kubawa ke sekolah, ada beberapa lembar halaman yang mungkin lepasan atau sobekan dari majalah luar negeri terselip di antara buku-buku pelajaranku. Aku belum sempat mengamati lembaran itu, karena buru-buru mau berangkat takut telat. Di sekolah pikiranku sempat terganggu ingat sobekan majalah berbahasa Inggris itu, milik siapa ? Tadi pagi sekilas kulihat ada gambarnya wanita hanya memakai celana jean tak berbaju. Inilah yang mengganggu pikiranku. Sempat kubayangkan, bagaimana kalau Ani hanya memakai jean.

Kaki dan pahanya yang kurang bagus tertutup, sementara bulatan dadanya yang besar terlihat jelas. Ah.. nakal kamu To!
Pulang sekolah tidak seperti biasa aku tidak langsung ke meja makan, tapi ngumpet di kamarku. Pintu kamar kukunci dan mulai mengamati sobekan majalah itu. Ada 4 lembar, kebanyakan tulisan yang tentu saja tidak kubaca. Aku belum paham Bahasa Inggris. Di setiap pojok bawah lembaran itu tertulis: Penthouse. Langsung saja ke gambar.

Gemetaran aku dibuatnya. Wanita bule, berpose membusungkan dadanya yang besar, putih, mulus, dan terbuka seluruhnya! Paha dan kakinya meskipun tertutup jean ketat, tapi punya bentuk yang indah, panjang, persis kaki milik Tante. Hah, kenapa aku jadi membandingkan dengan tubuh Tante ? Peduli amat, tapi itulah yang terbayang. Kenapa aku sebut kejadian penting, karena baru sekaranglah aku tahu bentuk utuh sepasang buah dada, meskipun hanya dari foto. Bulat, di tengah ada bulatan kecil warna coklat, dan di tengah-tengah bulatan ada ujungnya yang menonjol keluar.

Segera saja tubuhku berreaksi, penisku tegang, dada berdebar-debar. Halaman berikutnya membuatku lemas, mungkin belum makan. Masih wanita bule yang tadi tapi sekarang di close-up. Buah dadanya makin jelas, sampai ke pori-porinya. Ini kesempatanku untuk ?mempelajari? anatomi buah kembar itu. Dari atas kulit itu bergerak naik, sampai puting yang merupakan puncaknya, kemudian turun lagi ?membulat?. Ya, beginilah bentuk buah dada wanita. Putingnya, apakah selalu menonjol keluar seperti menunjuk ke depan ? Jawabannya baru tahu kelak kemudian hari ketika aku ?praktek?.

Tiba-tiba terlintas pikiran nakal, Tante Yani! Bagaimana ya bentuk buah dada Tanteku itu ? Ah, kenapa selama ini aku tak memperhatikannya. Asyik lihat ke bawah terus sih! Memang kesempatannya baru lihat paha. Kimono Tante waktu itu, kalau tak salah, tertutup sampai dibawah lehernya. Tapi ?kan bisa lihat bentuk luarnya. Ah, memang mataku tak sampai kesitu. Melihat bentuk paha dan kaki cewe bule ini mirip milik Tante, aku rasa bentuk dadanyapun tak jauh berbeda, begitu aku mencoba memperkirakan. Begitu banyak aku berdialog dengan diri sendiri tentang buah dada.

Begitu banyak pertanyaan yang bermuara pada pertanyaan inti : Bagaimana bentuk buah dada Tanteku yang cantik itu ? Untungnya, atau celakanya, pertanyaanku itu segera mendapat jawaban, di meja makan. Di pertengahan makan siangku, Tante muncul istimewa. Mengenakan baju-mandi, baju mirip kimono tapi pendek dari bahan seperti handuk tapi lebih tipis warna putih dan ada pengikat di pinggangnya. Tante kelihatan lain siang itu, segar, cerah.

Kelihatannya baru selesai mandi dan keramas, sebab rambutnya diikat handuk ke atas mirip ikat kepala para syeh. ?Oh, kamu sudah pulang, engga kedengaran masuknya,? sapanya ramah sambil berjalan menuju ke tempatku. ?Dari tadi Tante,? jawabku singkat. Ia berhenti, berdiri tak jauh dari dudukku. Kedua tangannya ke atas membenahi handuk di rambutnya. Posisi tubuh Tante yang beginilah memberi jawaban atas pertanyaanku tadi. Luar biasa! Besar juga buah dada Tante ini, persis seperti perkiraanku tadi, bentuknya mirip punya cewe bule di Penthouse tadi.

Meskipun aku melihatnya masih ?terbungkus? baju-mandi, tapi jelas alurnya, bulat menonjol ke depan. Di bagian kanan baju mandinya rupanya ada yang basah, ini makin mempertegas bentuk buah indah itu. Samar-samar aku bisa melihat lingkaran kecil di tengahnya. Sehabis mandi mungkin hanya baju-mandi itu saja yang membungkus tubuhnya sekarang. Bawahnya aku tak tahu. Bawahnya! Ya, aku melupakan pahanya. Segera saja mataku turun. Kini lebih jelas, bulu-bulu lembut di pahanya seperti diatur, berbaris rapi. Ah aku sekarang lagi tergila-gila buah dada. Pandanganku ke atas lagi.

Mudah-mudahan ia tak melihatku melahap (dengan mata) tubuhnya. Memang ia tidak memperhatikanku, pandangannya ke arah lain masih terus asyik merapikan rambutnya. Tapi aku tak bisa berlama-lama begini, disamping takut ketahuan, lagipula aku ?kan sedang makan. Kuteruskan makanku. Bagaimana reaksi tubuhku, susah diceritakan. Yang jelas kelaminku tegang luar biasa. Tiba-tiba ia menarik kursi makan di sebelahku dan duduk. Ah, wangi tubuhnya terhirup olehku. ?Makan yang banyak, tambah lagi tuh ayamnya.? Bagaimana mau makan banyak, kalau ?diganggu? seperti ini.

Aku mengiakan saja. Rupanya ?gangguan nikmat? belum selesai. Aku duduk menghadap ke utara. Di dekatku duduk si Badan-sintal yang habis mandi, menghadap ke timur. Aku bebas melihat tubuhnya dari samping kiri. Ia menundukkan kepalanya dan mengurai rambutnya ke depan. Dengan posisi seperti ini, badan agak membungkuk ke depan dan satu-satunya pengikat baju ada di pinggang, dengan serta merta baju mandinya terbelah dan menampakkan pemandangan yang bukan main. Buah dada kirinya dapat kulihat dari samping dengan jelas. Ampun.. putihnya, dan membulat.

Kalau aku menggeser kepalaku agak ke kiri, mungkin aku bisa melihat putingnya. Tapi ini sih ketahuan banget. Jangan sampai. Betapa tersiksanya aku siang ini. Tersiksa tapi nikmat! Oh Tuhan, janganlah aku Kau beri siksa yang begini. Aku khawatir tak sanggup menahan diri. Rasa-rasanya tanganku ingin menelusup ke belahan baju mandi ini lalu meremas buah putih itu? Kalau itu terjadi, bisa-bisa aku dipulangkan, dan hilanglah kesempatanku meraih masa depan yang lebih baik. Apa yang kubilang pada ayahku ? Dapat kupastikan ia marah besar, dan artinya, kiamat bagiku.

Untung, atau sialnya, Tante cepat bangkit menuju ke kamar sambil menukas: ?Teruskan ya makannya.? ?Ya Tante,? sahutku masih gemetaran. Aah., aku menemukan sesuatu lagi. Aku mengamati Tante berjalan ke kamarnya dari belakang, gerakan pinggulnya indah sekali. Pinggul yang tak begitu lebar, tapi pantatnya demikian menonjol ke belakang. Tubuh ideal, memang.

Malamnya aku disuruh makan duluan sendiri. Tante menunggu Oom yang telat pulang malam ini. Masih terbayang kejadian siang tadi bagaimana aku menikmati pemandangan dada Tante yang membuat aku tak begitu selera makan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh kedatangan Tante yang muncul dari kamarnya. Masih mengenakan baju-mandi yang tadi, rambutnya juga masih diikat handuk. Langsung ia duduk disebelahku persis di kursi yang tadi.

Belum habis rasa kagetku, tiba-tiba pula ia pindah dan duduk di pangkuanku! Bayangkan pembaca, bagaimana nervous-nya aku. Yang jelas penisku langsung mengeras merasakan tindihan pantat Tante yang padat. Disingkirkannya piringku, memegang tangan kiriku dan dituntunnya menyelinap ke belahan baju-mandinya. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Kuremas dadanya dengan gemas. Hangat, padat dan lembut.

Tantepun menggoyang pantatnya, terasa enak di kelaminku. Goyangan makin cepat, aku jadi merasa geli di ujung penisku. Rasa geli makin meningkat dan meningkat, dan .. Aaaaah, aku merasakan nikmat yang belum pernah kualami, dan eh, ada sesuatu terasa keluar berbarengan rasa nikmat tadi, seperti pipis dan? aku terbangun. Sialan! Cuma mimpi rupanya. Masa memimpikan Tante, aku jadi malu sendiri. Kejadian siang tadi begitu membekas sampai terbawa mimpi. Eh, celanaku basah.

Mana mungkin aku ngompol. Lalu apa dong ? Cepat-cepat aku periksa. Memang aku ngompol! Tapi tunggu dulu, kok airnya lain, lengket-lengket agak kental. Ah, kenapa pula aku ini ? Apa yang terjadi denganku ? Besok coba aku tanya pada Oom. Gila apa! Jangan sama Oom dong. Lalu tanya kepada Tante, tak mungkin juga. Coba ada Mas Joko, kakak kelasku di ST dulu. Mungkin teman sekolahku ada yang tahu, besok aku tanyakan.

 KLIK DISINI

Esoknya aku ceritakan hal itu kepada Dito teman paling dekat. Sudah barang tentu kisahnya aku modifikasi, bukan Tante yang duduk di pangkuanku, tapi ?seseorang yang tak kukenal?. ?Kamu baru mengalami tadi malam ?? ?Ya, tadi malam.? ?Telat banget. Aku sudah mengalami sewaktu kelas 2 SMP, dua tahun lalu. Itu namanya mimpi basah.? ?Mimpi basah ?? ?Ya. Itu tandanya kamu mulai dewasa, sudah aqil-baliq. Lho, emangnya kamu belum pernah dengar ?? Malu juga aku dibilang telat dan belum tahu mimpi basah. Tapi juga ada rasa sedikit bangga, aku mulai dewasa! ?Rupanya kamu badan aja yang gede, pikiran masih anak-anak.? Ah biar saja.

Beberapa hari sebelum mimpi basah itu toh aku sudah ?menghayati? wanita sebagai orang dewasa! ?Kamu punya pacar ?? ?Engga.? ?Atau pernah pacaran ?? ?Engga juga.? ?Pantesan telat kalau begitu. Waktu kelas 3 SMP aku punya pacar, teman sekelas. Enak deh, sekolah jadi semangat.? ?Kalau pacaran ngapain aja sih ?? tanyaku lugu. Memang betul aku belum tahu tentang pacaran. Tentang wanitapun aku baru tahu beberapa hari lalu. ?Ha.. ha.. ha.! Kampungan lu! Ya tergantung orangnya. Kalau aku sih paling-paling ciuman, raba-raba, udah. Kalau si Ricky kelewatan, sampai pacarnya hamil.? Ciuman, raba-raba.

Aku pernah lihat orang ciuman di filem TV, enak juga kelihatannya, belum pernah aku membayangkan. Kalau meraba, pernah kubayangkan meremas dada Tante. ?Hamil ?? Pelajaran baru nih. ?Ada juga yang sampai ?gitu? tapi engga hamil. Engga tahu aku caranya gimana.? ?Gitu gimana ?? ?Kamu betul-betul engga tahu ?? Lalu ia cerita bagaimana hubungan kelamin itu. Dengan bisik-bisik tentunya. Aku jadi tegang. Pantaslah aku dibilang kampungan, memang betul-betul baru tahu saat ini. Kelamin lelaki masuk ke kelamin wanita, keluar bibit manusia, lalu hamil.

Bibit! Mungkin yang keluar dari kelaminku semalam adalah bibit manusia. Bagaimana mungkin kelaminku sebesar ini bisa masuk ke lubang pipis wanita ? Sebesar apa lubangnya, dan di mana ? Yang pernah aku lihat kelamin wanita itu kecil, berbentuk segitiga terbalik dan ada belahan kecil di ujung bawahnya. Tapi yang kulihat dulu itu di desa adalah kelamin anak-anak perempuan yang sedang mandi di pancuran. Kelamin wanita dewasa sama sekali aku belum pernah lihat. Bagaimana bentuknya ya ? Mungkin segitiganya lebih besar.

Ah, pikiranku terlalu jauh. Ciuman saja dulu. Aku sependapat dengan Dito, kalau pacaran ciuman dan raba-raba saja. Aku jadi ingin pacaran, tapi siapa yang mau pacaran sama aku yang kuper ini ? Ya dicari dong! Si Rika, Ani atau Yuli ? Siapa sajalah, asal mau jadi pacarku, buat ciuman dan diraba-raba. Sepertinya sedap.

Dalam perjalanan pulang aku membayangkan bagaimana seandainya aku pacaran sama Rika. Pahanya yang lumayan mulus enak dielus-elus. Tanganku terus ke atas membuka kancing bajunya, lalu menyelusup dan? sopir Bajaj itu memaki-maki membuyarkan lamunanku. Tanpa sadar aku berjalan terlalu ke tengah. Di balik kutang Rika hanya ada sedikit tonjolan, tak ada ?pegangan?, kurang enak ah. Tiba-tiba Rika berubah jadi Ani.

Melamun itu memang enak, bisa kita atur semau kita. Ketika membuka kancing baju Ani aku mulai tegang. Kususupkan empat jariku ke balik kutang Ani. Nah ini, montok, keras walau tak begitu halus. Telapak tanganku tak cukup buat ?menampung? dada Ani. Aku berhenti, menunggu lampu penyeberangan menyala hijau. Sampai di seberang jalan kusambung khayalanku. Ani telah berubah menjadi Yuli.

Anak ini memang manis, apalagi kalau tersenyum, bibirnya indah, setidaknya menurutku. Aku mulai mendekatkan mulutku ke bibir Yuli yang kemudian membuka mulutnya sedikit, persis seperti di film TV kemarin. Kamipun berciuman lama. Kancing baju seragam Yulipun mulai kulepas, dua kancing dari atas saja cukup. Kubayangkan, meski dari luar dada Yuli menonjol biasa, tak kecil dan tak besar, ternyata dadanya besar juga. Kuremas-remas sepuasnya sampai tiba di depan rumah.

Aku kembali ke dunia nyata. Masuk melalui pintu garasi seperti biasa, membuka pintu tengah sampai ke ruang keluarga. Juga seperti biasa kalau mendapati Tante sedang membaca majalah sambil rebahan di karpet, atau menyulam, atau sekedar nonton TV di ruang keluarga. Yang tidak biasa adalah, kedua bukit kembar itu. Tante membaca sambil tengkurap menghadap pintu yang sedang kumasuki. Posisi punggungnya tetap tegak dengan bertumpu pada siku tangannya.

Mengenakan daster dengan potongan dada rendah, rendah sekali. Inipun tak biasa, atau karena aku jarang memperhatikan bagian atas. Tak ayal lagi, kedua bukit putih itu hampir seluruhnya tampak. Belahannya jelas, sampai urat-urat lembut agak kehijauan di kedua buah dada itu samar-samar nampak. Aku tak melewatkan kesempatan emas ini. Tante melihat sebentar ke arahku, senyum sekejap, terus membaca lagi. Akupun berjalan amat perlahan sambil mataku tak lepas dari pemandangan amat indah ini?

Hampir lengkap aku ?mempelajari? tubuh Tanteku ini. Wajah dan ?komponen?nya mata, alis, hidung, pipi, bibir, semuanya indah yang menghasilkan : cantik. Walaupun dilihat sekejap, apalagi berlama-lama. Paha dan kaki, panjang, semuanya putih, mulus, berbulu halus. Pinggul, meski baru lihat dari bentuknya saja, tak begitu lebar, proporsional, dengan pantat yang menonjol bulat ke belakang. Pinggang, begitu sempit dan perut yang rata. Ini juga hanya dari luar. Dan yang terakhir buah dada. Hanya puting ke bawah saja yang belum aku lihat langsung. Kalau daerah pinggul, bagian depannya saja yang aku belum bisa membayangkan. Memang aku belum pernah membayangkan, apalagi melihat kelamin wanita dewasa. Aku masih penasaran pada yang satu ini.

Keesokkan harinya, siang-siang, Dito memberiku sampul warna coklat agak besar, secara sembunyi-sembunyi.

“Nih, buat kamu”
“Apa nih ?”
“Simpan aja dulu, lihatnya di rumah, Hati-hati” Aku makin penasaran. “Lanjutan pelajaranku kemarin. Gambar-gambar asyik” bisiknya.

Sampai di rumah aku berniat langsung masuk kamar untuk memeriksa benda pemberian Dito. Tante lagi membaca di karpet, kali ini terlentang, mengenakan daster dengan kancing di tengah membelah badannya dari atas ke bawah. Kancingnya yang terbawah lepas sebuah yang mengakibatkan sebagian pahanya tampak, putih. “Suguhan” yang nikmat sebenarnya, tapi kunikmati hanya sebentar saja, pikiranku sedang tertuju ke sampul coklat. Dengan tak sabaran kubuka sampul itu, sesudah mengunci pintu kamar, tentunya. Wow, gambar wanita bule telanjang bulat! Sepertinya ini lembaran tengah suatu majalah, sebab gambarnya memenuhi dua halaman penuh.

Wanita bule berrambut coklat berbaring terlentang di tempat tidur. Segera saja aku mengeras. Buah dadanya besar bulat, putingnya lagi-lagi menonjol ke atas warna coklat muda. Perutnya halus, dan ini dia, kelaminnya! Sungguh beda jauh dengan apa yang selama ini kuketahui. Aku tak menemukan “segitiga terbalik” itu. Di bawah perut itu ada rambut-rambut halus keriting. Ke bawah lagi, lho apa ini ? Sebelah kaki cewe itu dilipat sehingga lututnya ke atas dan sebelahnya lagi menjuntai di pinggir ranjang memperlihatkan selangkangannya.

Inilah rupanya lubang itu. Bentuknya begitu “rumit”. Ada daging berlipat di kanan kirinya, ada tonjolan kecil di ujung atasnya, lubangnya di tengah terbuka sedikit. Mungkin di sinilah tempat masuknya kelamin lelaki. Tapi, mana cukup ? Oo, seperti inilah rupanya wujud kelamin wanita dewasa. Tiba-tiba pikiran nakalku kambuh : begini jugakah punya Tante? Pertanyaan yang jelas-jelas tak mungkin mendapatkan jawaban! Bagaimana dengan punya Rika, Ani, atau Yuli? Sama susahnya untuk mendapatkan jawaban. Lupakan saja. Tunggu dulu, barangkali Si Mar pembantu itu bisa memberikan “jawaban”. Orangnya penurut, paling tidak dia selalu patuh pada perintah majikannya, termasuk aku. Bahkan dulu itu tanpa aku minta membantuku beres-beres kamarku, dengan senang pula.

Orangnya lincah dan ramah. Tidak terlalu jelek, tapi bersih. Kalau sudah dandan sore hari ngobrol dengan pembantu sebelah, orang tak menyangka kalau ia pembantu. Dulu waktu pertama kali ketemupun aku tak mengira bahwa ia pembantu. Setiap pagi ia menyapu dan mengepel seluruh lantai, termasuk lantai kamarku. Kadang-kadang aku sempat memperhatikan pahanya yang tersingkap sewaktu ngepel, bersih juga. Yang jelas ia periang dan sedikit genit. Tapi masa kusuruh ia membuka celana dalamnya “Coba Mar aku pengin lihat punyamu, sama engga dengan yang di majalah” Gila!. Jangan langsung begitu, pacari saja dulu. Ah, pacaran kok sama pembantu. Apa salahnya? dari pada tidak pacaran sama sekali.

Okey, tapi bagaimana ya cara memulainya ? Ah, dasar kuper!

Aku jadi lebih memperhatikan Si Mar. Mungkin ia setahun atau dua tahun lebih tua dariku, sekitar 18 lah. Wajahnya biasa-biasa saja, bersih dan selalu cerah, kulit agak kuning, dadanya tak begitu besar, tapi sudah berbentuk. Paha dan kaki bersih. Mulai hari ini aku bertekat untuk mulai menggoda Si Mar, tapi harus hati-hati, jangan sampai ketahuan oleh siapapun. Seperti hari-hari lainnya ia membersihkan kamarku ketika aku sedang sarapan. Pagi ini aku sengaja menunda makan pagiku menunggu Si Mar. Tante masih ada di kamarnya. Si Mar masuk tapi mau keluar lagi ketika melihat aku ada di dalam kamar.

“Masuk aja mbak, engga apa-apa” kataku sambil pura-pura sibuk membenahi buku-buku sekolah. Masuklah dia dan mulai bersih-bersih.

Tanganku terus sibuk berbenah sementara mataku melihatnya terus. Sepasang pahanya nampak, sudah biasa sih lihat pahanya, tapi kali ini lain. Sebab aku membayangkan apa yang ada di ujung atas paha itu. Aku mengeras. Sekilas tampak belahan dadanya waktu ia membungkuk-bungkuk mengikuti irama ngepel. Tiba-tiba ia melihatku, mungkin merasa aku perhatikan terus.

“Kenapa, Mas” Kaget aku.
“Ah, engga. Apa mbak engga cape tiap hari ngepel”
“Mula-mula sih capek, lama-lama biasa, memang udah kerjaannya” jawabnya cerah.
“Udah berapa lama mbak kerja di sini ?”
“Udah dari kecil saya di sini, udah 5 tahun”
“Betah ?”
“Betah dong, Ibu baik sekali, engga pernah marah. Mas dari mana sih asalnya ?”Tanyanya tiba-tiba. Kujelaskan asal-usulku.
“Oo, engga jauh dong dari desaku. Saya dari Cilacap”
Pekerjaannya selesai. Ketika hendak keluar kamar aku mengucapkan terima kasih.
“Tumben.” Katanya sambil tertawa kecil. Ya, tumben biasanya aku tak bilang apa-apa.
***
“Mana, yang kemarin ?” Dito meminta gambar cewe itu.
“Lho, katanya buat aku”
“Jangan dong, itu aku koleksi. Kembaliin dulu entar aku pinjamin yang lain, lebih serem!”
“Besok deh, kubawa”

Sampai di rumah Si Luki sedang main-main di taman sama pengasuhnya. Sebentar aku ikut bermain dengan anak Oomku itu. Tinah sedikit lebih putih dibanding Si Mar, tapi jangan dibandingkan dengan Tante, jauh. Orangnya pendiam, kurang menarik. Dadanya biasa saja, pinggulnya yang besar. Tapi aku tak menolak seandainya ia mau memperlihatkan miliknya. Pokoknya milik siapa saja deh, Rika, Ani, Yuli, Mar, atau Tinah asal itu kelamin wanita dewasa. Penasaran aku pada “barang” yang satu itu. Apalagi milik Tante, benar-benar suatu karunia kalau aku “berhasil” melihatnya! Di dalam ada Si Mar yang sedang nonton telenovela buatan Brazil itu. Aku kurang suka, walaupun pemainnya cantik-cantik. Ceritanya berbelit. Duduk di karpet sembarangan, lagi-lagi pahanya nampak. Rasanya si Mar ini makin menarik.

“Mau makan sekarang, Mas ?”
“Entar aja lah”
“Nanti bilang, ya. Biar saya siapin”
“Tante mana mbak?”
“Kan senam” Oh ya, ini hari Rabu, jadwal senamnya. Seminggu Tante senam tiga kali, Senin, Rabu dan Jumat.

Ketika aku selesai ganti pakaian, aku ke ruang keluarga, maksudku mau mengamati Si Mar lebih jelas. Tapi Si Mar cepat-cepat ke dapur menyiapkan makan siangku. Biar sajalah, toh masih banyak kesempatan. Kenapa tidak ke dapur saja pura-pura bantu ? Akupun ke dapur.

“Masak apa hari ini ?” Aku berbasa-basi.
“Ada ayam panggang, oseng-oseng tahu, sayur lodeh, pilih aja”
“Aku mau semua” Candaku. Dia tertawa renyah. Lumayan buat kata pembukaan.
“Sini aku bantu”
“Ah, engga usah” Tapi ia tak melarang ketika aku membantunya. Ih, pantatnya menonjol ke belakang walau pinggulnya tak besar. Aku ngaceng. Kudekati dia. Ingin rasanya meremas pantat itu. Beberapa kali kusengaja menyentuh badannya, seolah-olah tak sengaja. ‘Kan lagi membantu dia. Dapat juga kesempatan tanganku menyentuh pantatnya, kayaknya sih padat, aku tak yakin, cuma nyenggol sih. Mar tak berreaksi. Akhirnya aku tak tahan, kuremas pantatnya. Kaget ia menolehku.

“Iih, Mas To genit, ah” katanya, tapi tidak memprotes.
“Habis, badanmu bagus sih”. Sekarang aku yakin, pantatnya memang padat.
“Ah, biasa saja kok”

Akupun berlanjut, kutempelkan badan depanku ke pantatnya. Barangku yang sudah mengeras terasa menghimpit pantatnya yang padat, walaupun terlapisi sekian lembar kain. Aku yakin iapun merasakan kerasnya punyaku. Berlanjut lagi, kedua tanganku kedepan ingin memeluk perutnya. Tapi ditepisnya tanganku.

“Ih, nakal. Udah ah, makan dulu sana!”
“Iya deh makan dulu, habis makan terus gimana ?”
“Yeee!” sahutnya mencibir tapi tak marah. Tangannya berberes lagi setelah tadi berhenti sejenak kuganggu. Walaupun penasaran karena aksiku terpotong, tapi aku mendapat sinyal bahwa Si Mar tak menolak kuganggu. Hanya tingkat mau-nya sampai seberapa jauh, harus kubuktikan dengan aksi-aksi selanjutnya!

Kembali aku menunda sarapanku untuk “aksi selanjutnya” yang telah kukhayalkan tadi malam. Ketika ia sedang menyapu di kamarku, kupeluk ia dari belakang. Sapunya jatuh, sejenak ia tak berreaksi. Amboi ..dadanya berisi juga! Jelas aku merasakannya di tanganku, bulat-bulat padat. Kemudian Si Marpun meronta.

“Ah, Mas, jangan!” protesnya pelan sambil melirik ke pintu. Aku melepaskannya, khawatir kalau ia berteriak. Sabar dulu, masih banyak kesempatan.
“Terima kasih” kataku waktu ia melangkah keluar kamar. Ia hanya mencibir memoncongkan mulutnya lucu. Mukanya tetap cerah, tak marah. Sekarang aku selangkah lebih maju!

Aku ingat janjiku hari ini untuk mengembalikan foto porno milik Dito. Tapi di mana foto itu ? Jangan-jangan ada yang mengambilnya. Aku yakin betul kemarin aku selipkan di antara buku Fisika dan Stereometri (kedua buku itu memang lebar, bisa menutupi). Nah ini dia ada di dalam buku Gambar. Pasti ada seseorang yang memindahkannya. Logikanya, sebelum orang itu memindahkan, tentu ia sempat melihatnya. Tiba-tiba aku cemas. Siapa ya ? Si Mar, Tinah, atau Tante ? Atau lebih buruk lagi, Oom Ton ? Aku jadi memikirkannya. Siapapun orang rumah yang melihat foto itu, membuatku malu sekali! Yang penting, aku harus kembalikan ke Dito sekarang.

Siangnya pulang sekolah ketika aku masuk ke ruang keluarga, Si Mar sedang memijit punggung Tante. Tante tengkurap di karpet, Si Mar menaiki pantat Tante. Punggung Tante itu terbuka 100 %, tak ada tali kutang di sana. Putihnya mak..! Si Mar cepat-cepat menutup punggung itu ketika tahu mataku menjelajah ke sana, sambil melihatku dengan senyum penuh arti. Sialan! Si Mar tahu persis kenakalanku. Aku masuk kamar. Hilang kesempatan menikmati punggung putih itu. Tadi pagi aku lupa membawa buku Gambar gara-gara mengurus foto si Dito.

Aku berniat mempersiapkan dari sekarang sambil berusaha melupakan punggung putih itu. Sesuatu jatuh bertebaran ke lantai ketika aku mengambil buku Gambar. Seketika dadaku berdebar kencang setelah tahu apa yang jatuh tadi. Lepasan dari majalah asing. Di tiap pojok bawahnya tertulis “Hustler” edisi tahun lalu. Satu serial foto sepasang bule yang sedang berhubungan kelamin! Ada tiga gambar, gambar pertama Si Cewe terlentang di ranjang membuka kakinya sementara Si Cowo berdiri di atas lututnya memegang alatnya yang tegang besar (mirip punyaku kalau lagi tegang cuma beda warna, punyaku gelap) menempelkan kepala penisnya ke kelamin Cewenya. Menurutku, dia menempelnya kok agak ke bawah, di bawah “segitiga terbalik” yang penuh ditumbuhi rambut halus pirang.

Gambar kedua, posisi Si Cewe masih sama hanya kedua tangannya memegang bahu si Cowo yang kini condong ke depan. Nampak jelas separoh batangnya kini terbenam di selangkangan Si Cewe. Lho, kok di situ masuknya ? Kuperhatikan lebih saksama. Kayaknya dia “masuk” dengan benar, karena di samping jalan masuk tadi ada “yang berlipat-lipat”, persis gambar milik Dito kemarin. Menurut bayanganku selama ini, “seharusnya” masuknya penis agak lebih ke atas. Baru tahu aku, khayalanku selama ini ternyata salah! Gambar ketiga, kedua kaki Si Cewe diangkat mengikat punggung Si Cowo.

Badan mereka lengket berimpit dan tentu saja alat Si Cowo sudah seluruhnya tenggelam di “tempat yang layak” kecuali sepasang “telornya” saja menunggu di luar. Mulut lelaki itu menggigit leher wanitanya, sementara telapak tangannya menekan buah dada, ibujari dan telunjuk menjepit putting susunya. Gemetaran aku mengamati gambar-gambar ini bergantian. Tanpa sadar aku membuka resleting celanaku mengeluarkan milikku yang dari tadi telah tegang. Kubayangkan punyaku ini separoh tenggelam di tempat si Mar persis gambar kedua.

Kenyataanya memang sekarang sudah separoh terbenam, tapi di dalam tangan kiriku. Akupun meniru gambar ketiga, tenggelam seluruhnya, gambar kedua, setengah, ketiga, seluruhnya..geli-geli nikmat… terus kugosok… makin geli.. gosok lagi.. semakin geli… dan.. aku terbang di awan.. aku melepas sesuatu… hah.. cairan itu menyebar ke sprei bahkan sampai bantal, putih, kental, lengket-lengket. Enak, sedap seperti waktu mimpi basah. Sadar aku sekarang ada di kasur lagi, beberapa detik yang lalu aku masih melayang-layang.

He! Kenapa aku ini? Apa yang kulakukan ? Aku panik. Berbenah. Lap sini lap sana. Kacau! Kurapikan lagi celanaku, sementara si Dia masih tegang dan berdenyut, masih ada yang menetes. Aku menyesal, ada rasa bersalah, rasa berdosa atas apa yang baru saja kulakukan. Aku tercenung. Gambar-gambar sialan itu yang menyebabkan aku begini. Masturbasi. Istilah aneh itu baru aku ketahui dari temanku beberapa hari sesudahnya. Si Dito menyebutnya ‘ngeloco’. Aneh. Ada sesuatu yang lain kurasakan, keteganganku lenyap. Pikiran jadi cerah meski badan agak lemas..

Sehari itu aku jadi tak bersemangat, ingat perbuatanku siang tadi. Rasanya aku telah berbuat dosa. Aku menyalahkan diriku sendiri. Bukan salahku seluruhnya, aku coba membela diri. Gambar-gambar itu juga punya dosa. Tepatnya, pemilik gambar itu. Eh, siapa yang punya ya ? Tahu-tahu ada di balik buku-bukuku. Siapa yang menaruh di situ ? Ah, peduli amat. Akan kumusnahkan. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi, tidak akan masturbasi lagi. Perasaan seperti ini masih terbawa sampai keesokkan harinya lagi. Sehingga kulewatkan kesempatan untuk meraba dada Mar seperti kemarin. Ia telah memberi lampu hijau untuk aku “tindaklanjuti”. Tapi aku lagi tak bersemangat. Masih ada rasa bersalah.

Hari berikutnya aku “harus” tegang lagi. Bukan karena Si Mar yang (menurutku) bersedia dijamah tubuhnya. Tapi lagi-lagi karena Si Putih molek itu, Tante Yani. Siang itu aku pulang agak awal, pelajaran terakhir bebas. Sebentar aku melayani Luki melempar-lempar bola di halaman, lalu masuk lewat garasi, seperti biasa. Hampir pingsan aku ketika membuka pintu menuju ruang keluarga. Tante berbaring terlentang, mukanya tertutupi majalah “Femina”, terdengar dengkur sangat halus dan teratur. Rupanya ketiduran sehabis membaca. Mengenakan baju-mandi seperti dulu tapi ini warna pink muda, rambut masih terbebat handuk.

Agaknya habis keramas, membaca terus ketiduran. Model baju mandinya seperti yang warna putih itu, belah di depan dan hanya satu pengikat di pinggang. Jelas ia tak memakai kutang, kelihatan dari bentuk buah dadanya yang menjulang dan bulat, serta belahan dadanya seluruhnya terlihat sampai ke bulatan bawah buah itu. Sepasang buah bulat itu naik-turun mengikuti irama dengkurannya. Berikut inilah yang membuatku hampir pingsan. Kaki kirinya tertekuk, lututnya ke atas, sehingga belahan bawah baju-mandi itu terbuang ke samping, memberiku “pelajaran” baru tentang tubuh wanita, khususnya milik Tante. Tak ada celana dalam di sana.

Tanteku ternyata punya bulu lebat. Tumbuh menyelimuti hampir seluruh “segitiga terbalik”. Berwarna hitam legam, halus dan mengkilat, tebal di tengah menipis di pinggir-pinggirnya. “Arah” tumbuhnya seolah diatur, dari tengah ke arah pinggir sedikit ke bawah kanan dan kiri.

Berbeda dengan yang di gambar, rambut Tante yang di sini lurus, tak keriting. Wow, sungguh “karya seni” yang indah sekali! Kelaminku tegang luar biasa. Aku lihat sekeliling. Si Tinah sedang bermain dengan anak asuhnya di halaman depan. Si Mar di belakang, mungkin sedang menyetrika. Kalau Tante sedang di ruang ini, biasanya Si Mar tidak kesini, kecuali kalau diminta Tante memijit. Aman!
Dengan wajah tertutup majalah aku jadi bebas meneliti kewanitaan Tante, kecuali kalau ia tiba-tiba terbangun. Tapi aku ‘kan waspada.

Hampir tak bersuara kudekati milik Tante. Kini giliran bagian bawah rambut indah itu yang kecermati. Ada “daging berlipat”, ada benjolan kecil warna pink, tampaknya lebih menonjol dibanding milik bule itu. Dan di bawah benjolan itu ada “pintu”. Pintu itu demikian kecil, cukupkah punyaku masuk ke dalamnya ? Punyaku ? Enak saja! Memangnya lubang itu milikmu ? Bisa saja sekarang aku melepas celanaku, mengarahkan ujungnya ke situ, persis gambar pertama, mendorong, seperti gambar kedua, dan …Tiba-tiba Tante menggerakkan tangannya.

Terbang semangatku. Kalau ada cermin di situ pasti aku bisa melihat wajahku yang pucat pasi. Dengkuran halus terdengar kembali. Untung., nyenyak benar tidurnya. Bagian atas baju-mandinya menjadi lebih terbuka karena gerakan tangannya tadi. Meski perasaanku tak karuan, tegang, berdebar, nafas sesak, tapi pikiranku masih waras untuk tidak membuka resleting celanaku. Bisa berantakan masa depanku. Aku “mencatat” beberapa perbedaan antara milik Tante dengan milik bule yang di majalah itu. Rambut, milik Tante hitam lurus, milik bule coklat keriting.

Benjolan kecil, milik Tante lebih “panjang”, warna sama-sama pink. Pintu, milik Tante lebih kecil. Lengkaplah sudah aku mempelajari tubuh wanita. Utuhlah sudah aku mengamati seluruh tubuh Tante. Seluruhnya ? Ternyata tidak, yang belum pernah aku lihat sama sekali : puting susunya. Kenapa tidak sekarang ? Kesempatan terbuka di depan mata, lho! Mataku beralih ke atas, ke bukit yang bergerak naik-turun teratur. Dada kanannya makin lebar terbuka, ada garis tipis warna coklat muda di ujung kain.

Itu adalah lingkaran kecil di tengah buah, hanya pinggirnya saja yang tampak. Aku merendahkan kepalaku mengintip, tetap saja putingnya tak kelihatan. Ya, hanya dengan sedikit menggeser tepi baju mandi itu ke samping, lengkaplah sudah “kurikulum” pelajaran anatomi tubuh Tante. Dengan amat sangat hati-hati tanganku menjangkau tepi kain itu. Mendadak aku ragu. Kalau Tante terbangun bagaimana ? Kuurungkan niatku.

Tapi pelajaran tak selesai dong! Ayo, jangan bimbang, toh dia sedang tidur nyenyak. Ya, dengkurannya yang teratur menandakan ia tidur nyenyak. Kembali kuangkat tanganku. Kuusahakan jangan sampai kulitnya tersentuh. Kuangkat pelan tepi kain itu, dan sedikit demi sedikit kugeser ke samping. Macet, ada yang nyangkut rupanya. Angkat sedikit lagi, geser lagi. Kutunggu reaksinya. Masih mendengkur. Aman. Terbukalah sudah.. Puting itu berwarna merah jambu bersih. Berdiri tegak menjulang, bak mercusuar mini. Amboi . indahnya buah dada ini. Tak tahan aku ingin meremasnya. Jangan, bahaya. Aku harus cepat-cepat pergi dari sini. Bukan saja khawatir Tante terbangun, tapi takut aku tak mampu menahan diri, menubruk tubuh indah tergolek hampir telanjang bulat ini.

Aku jadi tak tenang. Berulang kali terbayang rambut-rambut halus kelamin dan puting merah jambu milik Tante itu. Apalagi menjelang tidur. Tanpa sadar aku mengusap-usap milikku yang tegang terus ini. Tapi aku segera ingat janjiku untuk tidak masturbasi lagi. Mendingan praktek langsung. Tapi dengan siapa ?

Hari ini aku pulang cepat. Masih ada dua mata pelajaran sebetulnya, aku membolos, sekali-kali. Toh banyak juga kawanku yang begitu. Percuma di kelas aku tak bisa berkonsentrasi. Di garasi aku ketemu Tante yang siap-siap mau pergi senam. Dibalut baju senam yang ketat ini Tante jadi istimewa. Tubuhnya memang luar biasa. Dadanya membusung tegak ke depan, bagian pinggang menyempit ramping, ke bawah lagi melebar dengan pantat menonjol bulat ke belakang, ke bawah menyempit lagi.

Sepasang paha yang nyaris bulat seperti batang pohon pinang, sepasang kaki yang panjang ramping. Walaupun tertutup rapat aku ngaceng juga. Lagi-lagi aku terrangsang. Diam-diam aku bangga, sebab di balik pakaian senam itu aku pernah melihatnya, hampir seluruhnya! Justru bagian tubuh yang penting-penting sudah seluruhnya kulihat tanpa ia tahu! Salah sendiri, teledor sih. Ah, salahku juga, buktinya kemarin aku menyingkap putingnya.

“Lho, kok udah pulang, To” sapanya ramah. Ah bibir itu juga menggoda.
“Iya Tante, ada pelajaran bebas” jawabku berbohong. Kubukakan pintu mobilnya. Sekilas terlihat belahan dadanya ketika ia memasuki mobil. Uih, dadanya serasa mau “meledak” karena ketatnya baju itu.
“Terima kasih” katanya. “Tante pergi dulu ya”. Mobilnya hilang dari pandanganku.

Thursday, March 19, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Tante Rika


Kumpulan Cerita Dewasa - Aku mempunyai saudara sepupu bernama Monica yang umurnya kurang lebih 45 tahun. Dia sudah menjanda selama tiga tahun. Sekarang dia tinggal di salah satu perumahan yang tidak terlalu besar maupun kecil. Kebetulan anak dari sepupuku ini sudah ditempat kost, karena mereka lebih dekat dari tempat kuliahnya. Aku kadang-kadang mampir ketempatnya, untuk mengobrol maupun mendengar keluh kesah dia, karena dari kecil kami sangat akrab.

Suatu saat aku mampir, terlihat beberapa teman sepupuku yang sedang bertamu. Biasanya aku langsung ke ruang tamu dibelakang, membaca koran, majalah atau menonton televisi. Karena aku pikir mereka sedang mengobrol seputar cowok atau mengenai salon. Lalu aku dipanggil oleh sepupuku untuk diperkenalkan kepada teman-temannya.
“Kenalin nich Mbak Rika dan Mbak Nita” kata sepupuku.

Aku menjabat tangan satu persatu teman sepupuku ini. Karena mereka sepertinya sangat santai sekali cara mengobrolnya, aku agak sungkan lalu aku ke belakang kembali. Kudengar cara mereka bicara seperti anak-anak seumur tujuh belas tahun, mungkin bila di depan anak-anak mereka, tidak begitu cara mereka berbicara. Mereka tinggal di perumahan Bintaro, bila dengar cerita sepupuku Mbak Rika baru enam bulan ini ditinggal oleh suaminya karena kecelakaan pesawat terbang, sedangkan Mbak Nita adalah seorang istri pejabat yang sering ditinggal suaminya keluar negeri. Mbak Rika mempunyai tubuh padat, kulit putih, tinggi kurang lebih 165 cm. Sedangkan Mbak Nita agak langsing dengan payudara yang agak lumayan menonjol serta mempunyai warna kulit yang sama dengan Mbak Rika.

“Mon aku pulang dulu yach, tuch sudah dijemput anakku, masalahnya aku mau ke Bogor ada acara arisan” kata Mbak Nita.
“Lho aku pulang dengan siapa nich” sela Mbak Rika.
“Gampang nanti diantar oleh adik gue” jawab Monica seraya menepuk bahuku.
“Wach enggak ngerepotin nich Mas” kata Mbak Rika kembali.
“Enggak koq Mbak” jawabku.

Lalu aku disuruh menemani Mbak Rika mengobrol, karena sepupuku Monica hendak mandi. Kulihat Mbak Rika memakai rok hitam serta blazer berwarna pink, duduk santai dikarpet membaca majalah sambil meluruskan kakinya. Kulihat begitu bening kulit dipahanya. Lalu kami mengobrol panjang lebar, tapi kulihat dari pandangan Mbak Rika agak sedikit genit, sehingga membuatku pusing juga. Setelah Monica selesai mandi, Mbak Rika mohon pamit.
“Mas tolongin dong, maklum nich sudah tua” sambil minta tolong kepadaku supaya meraih kedua tangannya untuk berdiri.

“Ha ha ha Rika.. Rika.. Makanya minum jamu dong” ledek Monica terhadapnya.
“Aduch.. Koq begini yach pinggangku” jawab Mbak Rika sambil menunduk memegang pinggangnya.
“Nach lho.. Kenapa nich” tanya Monica.
“Enggak tahu nich” jawab Mbak Rika.
Lalu aku tuntun Mbak Rika ke dalam mobil.
“Ok. Mon.. Sampai lusa yach bye.. bye.. ”

Dalam perjalanan Mbak Rika duduk di depan, menemaniku membawa mobil, dia juga minta izin kalau dia mau rebahan sambil menurunkan sandaran jok kebelakang. Kadang kucuri pandang paha Mbak Rika yang agak tersingkap dari roknya.

“Mas sepertinya pinggangku agak salah urat nich saat duduk di karpet tadi”
“Wach itu harus cepat-cepat diurut lho.. Mbak” kataku.
“Tapi mau cari tukang urut dimana, malam-malam begini” kata Mbak Rika.
“Memang anak-anak Mbak enggak ada yang bisa mengurut Mbak?” tanyaku memancing.
“Mereka semua di Jogya Mas, kuliah disana” jawabnya.
“Yach kalau enggak keberatan, aku bisa sich mengurut pinggang Mbak Rika” pancingku lagi.
“Yach udach.. ” jawabnya mengangguk.

Singkat cerita aku menunggu Mbak Rika diruang tamu, karena dia sedang ganti baju sambil membuatkan aku teh manis. Mbak Rika keluar dari ruang tengah sambil membawa cangkir minuman untukku, dengan hanya mengenakan daster yang amat tipis, sehingga secara samar-samar terlihat BH serta celana dalamnya. Wach tambah pusing aku dibuatnya.

“Minum dulu dech Mas” sapa dia.
Lalu aku diajak ke dalam kamar Mbak Rika, untuk diurut.
“Mas bagian sini nich” sambil Mbak Rika mengangkat dasternya hingga kebahunya dalam keadaan terlungkup ditempat tidur.

Memang Mbak Rika ini mempunyai tubuh yang padat, hingga kedua belah bagian pantatnya tampak tersembul ke atas, dan yang lebih gilanya dia memakai celana dalam yang model belakangnya hanya seutas tali yang menyelip diantara kedua belah pantatnya. Tak disangka hari ini aku menikmati pemandangan yang luar biasa indahnya. Lalu aku mengambil minyak dari keranjang yang telah dia sediakan, didalam keranjang itu juga ada beberapa botol alat-alat untuk mandi. Aku mulai menggosok bagian pinggangnya dan kadang-kadang tanganku kusentuh pada bongkahan daging pada kedua belah pantatnya. Dia rupanya sangat menikmati urutan tanganku dipinggangnya, hingga dia terlelap tidur.

“Mbak gimana sudah agak enakan enggak?” tanyaku.
Dia kaget terbangun lalu, dia berkata “Mas bisa tolong sekalian betis kakiku enggak, masalahnya agak pegal-pegal juga nich”
“Yups.. ” jawabku singkat.

Tampak Mbak Rika agak merenggangkan kedua belah kakinya dan tetap dalam posisi terlungkup, tampak sekilas kulihat pinggiran lubang vagina Mbak Rika tersembul diantara celana dalamnya yang memang hanya berbentuk segitiga pada bagian depannya. Aku lalu menukar minyak gosok dengan body oil dalam keranjang diatas meja dekat tempat tidur Mbak Rika. Aku mulai menggosok dari betis ke arah paha dengan melumurkan body oil agak banyak. Terus kuurut kedua belah betis Mbak Rika hingga sampai kedua belah pahanya.

 KLIK DISINI

“Mas urutnya agak ditekan sedikit dibagian sini Mas, soalnya pegel amat sich” kata Mbak Rika sambil menunjuk antara paha dan pantatnya dibagian belakang, lalu dia juga membuka tali dari celana dalamnya dan menariknya lalu ditaruhnya dekat bantal dikepalanya. Makin jelas sudah kulihat vagina Mbak Rika dari bagian belakang dan tampaknya bulu-bulu jembutnya dicukur bersih olehnya. Aku mulai menekan pantatnya dengan kedua jempolku, dan kadang-kadang aku sentuh lubang anus Mbak Rika dengan sentuhan halus.

“Och..” tampak Mbak Rika mulai mendesah.

Aku tuang body oil banyak-banyak dikedua bongkahan daging dipantatnya, lalu aku mulai menggosoknya turun naik dari kedua pahanya. Lalu Mbak Rika menyuruhku menaruh body oil ditelapak tanganku, lalu dipegangnya tanganku dan ditaruh disela-sela lubang kemaluannya.
“Mas tolong gosok dibagian ini yach Mas” pintanya.
Lalu aku mulai menggosok bibir kemaluannya mulai dari lubang anus Mbak Rika.
“Och.. Mas teruskan Mas.. Och.. ”

Kulihat Mbak Rika mulai terangsang oleh sentuhan-sentuhan kelima jariku. Tanpa buang waktu sambil menggosok body oil kumasukan jari tengahku ke dalam lubang kemaluannya, terus kulalukan beberapa kali, dan kulihat kedua tangan Mbak Rika meramas keras sprei ditempat tidurnya. Tiba-tiba Mbak Rika bangun dari tempat tidurnya lalu menyerangku dengan ciuman dibibirku sambil mempermainkan lidahnya. Dan dia berbisik.

“Mas aku buka bajunya yach”
Aku hanya mengangguk tanda setuju. Dilepaskannya baju dan celanaku, hingga tak selembarpun benang menempel ditubuhku.
“Daster Mbak aku buka juga yach”

Diapun mengangguk setuju. Aku disuruhnya duduk disamping tempat tidurnya, lalu disodorkan kedua belah buah dadanya kemulutku, dan aku sambut dengan melumat kedua belah bongkahan daging kenyal didadanya. Tangan kananku juga sudah bermain disekitar vagina Mbak Rika, tampaknya bekas body oil yang tadi sudah bercampur dengan cairan bening dilubang kemaluan Mbak Rika. Dia makin mendekap kepalaku kedadanya, dan kadang-kadang pinggulnya menghentak-hentak ke arahku, saat jari-jariku keluar masuk ke dalam lubang kemaluannya.

Lalu dia jongkok dihadapanku dan mulai memasukan penisku ke dalam mulutnya, tampak penisku hilang ditelan oleh gumulan mulutnya hingga masuk menyentuh tenggorokannya. Rasa nikmat mulai menjalar keubun-ubun kepalaku. Lalu dia permainkan lidahnya pada ujung bagian bawah penisku. Wach sangat pintar sekali pikirku Mbak Rika ini cara merangsang laki-laki.

“Mas mau khan gantian” pintanya.
Aku mengerti bahwa Mbak Rika minta dijilati vaginanya. Lalu dia mengambil handuk kecil, disemprotnya handuk tersebut dengan minyak wangi, yang kutahu bukan minyak wangi lokal, lalu dibersihkan selangkangannya dengan handuk tersebut. Lalu diapun tidur terlentang dengan mengganjal pantatnya dengan dua buah bantal tidurnya. Maka tampak jelas lubang kemaluan Mbak Rika yang telah mempunyai bibir disisi kanan kirinya dengan warna merah kecoklat-coklatan. Dan tampak pula lubang anus Mbak Rika yang sudah berwarna coklat tua, pasti dia pernah bermain anal sex juga nich pikirku. Dan memang tidak terlihat sehelai rambutpun disekitar kemaluan dan anusnya.

Lalu aku mulai jilat bibir kemaluan Mbak Rika, dan memang tidak tercium bau yang aneh-aneh, berarti memang Mbak Rika sangat rajin merawat tubuhnya. Dia mulai menggelinjang diatas tempat tidurnya, saat kusapu kemaluannya dengan lidahku. Lalu aku oleskan telunjukku dengan body oil, dan kumasukan pelan-pelan ke dalam lubang anusnya, berbarengan dengan lidahku mempermainkan kelentitnya.

“Och.. Och.. Och..!!”
Tampak teriakan Mbak Rika sepertinya tidak menghiraukan akan ada orang lain yang mendengarkannya.
“Teruskan Mas.. Jangan berhenti.. Och.”

Terus kupermainkan kedua lubang Mbak Rika, akhirnya dia memintaku untuk memasukkan penisku ke dalam lubang kemaluannya. “Mas.. Pakai kondom yach.., itu ambil didalam laci”
Ternyata didalam laci kulihat bukan hanya kondom, tetapi ada beberapa penis yang terbuat dari karet elastis juga terdapat didalamnya. Setelah kupakai kondom, kumasukan penisku ke dalam kemaluannya, langsung aku hentak keras beberapa kali lubang kemaluannya. Iapun mengimbangi dengan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, terus kulakukan permainan keras tersebut selama tiga puluh menit, hingga kulihat Mbak Rika tidak lagi melakukan perlawanan. Sedangkan penisku belum ada tanda-tanda mau mengeluarkan pejunya, lalu aku cabut penisku dari lubang kemaluan Mbak Rika. Perlahan-lahan aku masukan ke dalam lubang anus Mbak Rika sambil meneteskan body oil dibagian atas penisku.

“Pelan-pelan Mas..”
Terus aku tekan penisku hingga terpendam habis dilubang anus Mbak Rika, dan pelan-pelan juga aku tarik, lalu aku masukan kembali, sampai Mbak Rika tidak membuat reaksi tanda sakit dilubang anusnya. Aku mulai menggenjot tanpa henti penisku ke dalam lubang anusnya, dan karena tidak selonggar lubang kemaluan Mbak Rika, pejuku mulai berlomba-lomba ingin keluar.

Dan saat pejuku hendak muncrat kutekan penisku dalam-dalam sambil mencium bibir dan merangkul tubuh Mbak Rika kuat-kuat. Setelah itu aku terkulai disisi tubuh Mbak Rika. Dan kulihat Mbak Rika mencabut kondomku lalu membersihkan penisku dengan handuk kecilnya. Lalu iapun merangkul diriku, sambil berbisik.

“Jaga rahasia kita berdua ini yach Mas..”
Akupun mengangguk lalu kukecup keningnya, sambil merangkulnya erat-erat.