Wednesday, November 18, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Tante Dewi Terpuaskan Olehku


Kumpulan Cerita Dewasa - Saya adalah seorang pegawai swasta yang bergerak dalam bidang komputer. Beberapa minggu yang lalu saya ditelpon melalui HP untuk memperbaiki komputer pada salah satu pelanggan yang belum saya kenal yang jelas suaranya seorang wanita, saya perkirakan berumur 25 tahunan karena suaranya sangat manja dan dewasa.

Pada waktu yang ditentukan saya datangi, rumahnya tak terlalu luas tapi cukup apik penataan taman, saya pencet bel, yang keluar seorang wanita setengah tua dengan penampilan yang mempesona, dengan kulit bersih tanpa make up dan bibirnya yang sensual hingga membuat buyar konsentrasi. Setelah beberapa saat menunggu di ruang tamu saya dipersilakan masuk ke ruang kerja, dimana komputer tersebut berada. Beberapa waktu berselang selesai pekerjaan saya, sebelum pamit saya menyuruh mencoba komputer tersebut apa sudah baik atau masih ada yang tertinggal.

Berawal dari coba mencoba akhirnya saya jadi akrab untuk berbincang-bincang dengan wanita setengah baya, yang mengaku bernama Dewi (nama samaran). Yang ternyata seorang istri yang selalu ditinggal oleh suaminya yang gila kerja. Waktu suaminya hanya tersita oleh pekerjaan, memang soal materi selalu diberikan dengan sangat cukup tapi soal batin yang tak pernah terpikirkan oleh suaminya terhadap istrinya, saya pikir hal ini persoalan klise belaka, tetapi dampaknya sangat berarti bagi kehidupan berumah tangga.

Tak terasa waktu berjalan terus seiring dengan konsultasi Dewi terhadap saya tentang persoalan rumah tangganya, katanya saya dapat berbicara seperti konsultan rumah tangga, hal ini memang saya akui suatu kelebihan saya bila menghadapi wanita yang sedang dirundung musibah, tapi bukan sebagai kedok untuk berbuat yang tidak-tidak.

Setelah selesai saya pamit dan memberikan No. HP saya dengan pesan bila terjadi sesuatu dan memerlukan saya hubungi saya.
Beberapa hari kemudian saya ditelpon untuk bertemu disuatu tempat yang menurut saya sebagai tempat yang sangat romantis bagi dua insan yang sedang kasmaran namanya (ada aja).
“Mas, saya sangat berterima kasih atas konsultasinya waktu lalu”, ujar Dewi dengan mata yang sendu dan bibir tergetar halus.
“Saya hanya orang biasa yang hanya dapat berbicara untuk mencari jalan keluar”, jawab saya sebisanya karena dengan tatapan matanya saya dapat merasakan getaran birahi yang sangat besar.
“Saya ingin Mas temani saya untuk berbagi rasa dengan perasaan Mas yang sebenarnya”
Wah mati aku, akhirnya saya bimbing kedalam tempat yang nyaman dan privacy. Bagaikan seorang kekasih saya berkasi-kasihan diatas sebuah ranjang empuk dan berudara nyaman.

Saya lumat bibirnya dengan penuh perasaan dan saya genggam kedua telapak tangannya sehingga kami merasakan kebersamaan yang bergelora. Lidahnya terus bergoyang didalam rongga mulut seirama dengan alunan musik bossas. Lama kami ber ciuman mesra, kurengkuh lehernya dengan jilatan halus yang merindingkan bulu kuduknya, Dewi melenguh.

“Mas terus Mas jangan kecewakan saya” sebentar-bentar tangannya bergreliya ke dada dan selangkangan saya, tak tinggal diam dengan gaya yang meyakinkan saya kecup putingnya dengan sedotan-sedotan kecil dan gigitan mesra, bibir saya meluncur kebawah menuju pusar, saya mainkan lidah saya dibundaran pusarnya wah wangi farfumnya menyentuh birahi saya. Tangannya merengkuh alat pitas saya yang sudah tegang, Dewi kaget, mass kok besar sekali, saya bisikan, jangan takut pasti muat. Memang Dewi belum dikaruniai anak, jadi masih seperti perawan, apalagi punya suaminya tak terlalu besar.

Saya jilat permukaan vaginanya, Dewi bergelinjang menarik pantatnya hingga menjauhi bibir saya, saya terperanjat, kenapa?
“Mass saya belum pernah seperti itu, maaf yah”, saya hanya tersenyum dan meneruskan permainan bibir kebagian betis dan seluruh paha.
Beberapa waktu berselang tangannya mendekap kepala saya dengan sangat kencang seolah-olah tak mau dilepaskan, sesak napas saya. saya tau Dewi sudah klimaks tapi dalam dalam benak saya ini baru permulaan. Setelah dekapannya melemah saya baringkan celentang, terhamparlah padang rumput dan pegunungan yang indah seindah tubuhnya tanpa sehelai benangpun. Dengan gaya konpensional saya mulai melaksanakan tugas saya sebagai seorang lelaki, saya selipkan punya saya disela-sela bibir kemaluannya hingga ambles kepalanya, Dewi menjerit kecil.
“Mass, tahan Mass ngiluu Mas terlalu besar”.

Memang saya sadar dan tak langsung main tancap, saya tarik dan tekan secara perlahan-lahan, setelah vaginanya teradaptasi Dewi berubah dengan gaya yang agresip ditekan pantatnya ke atas hingga punya saya ambles semua, saya imbangi dengan gerak-gerakan yang atraktif, saya balikkan tubuhnya, saya dibawah dan Dewi di atas dengan demikian Dewi lebih leluasa untuk mengekspresikan birahinya yang selama ini tertahan. Benar adanya dengan gerakan yang dahsyat Dewi bergerak naik turun sambil berdesis-desis hingga saya bingung membedakan antara desisan bibir bawah dengan bibir atas.

Beberapa saat kemudian Dewi mengejan dan menegang sambil menggigit dada saya, setelah itu saya tak mau kehilangan momen saya lakukan penyerangan dengan gaya profesional atas, bawah, depan, belakan, kiri dan kanan, hanya satu yang tak mau saya paksakan yaitu mengoral punya saya, karna saya tau Dewi nanti stress, saya pikir bila nanti pada satnya tiba mungkin bukan batangnya yang dilumat tapi sekalian bijinya dan sangkarnya.
“Dewwii saya mau sampai nihh. saya keluarin dimanaa?”
“Mas di luar saja dulu yah”.

Dengan secepat kilat saya tarik kemaluan saya dan saya keluarkan di dadanya hingga beberapa semprotan protein meleleh diantara dua bukit dan sedikit terciprat ke dagu. Setelah semprotan terakhir keluar, matanya terbuka dan tangannya menggenggam kemaluan saya, tanpa saya sadari dikulumnya kemaluan saya, hingga saya terperajat dan tak yakin, yah mungkin inilah yang dinamakan puncak dari birahi kaum hawa yang sudah mencapai batas ambang sehingga tak berlaku lagi rasa malu, jijik, dan kotor yang ada hanya nafsu dan nafsu.

Tanpa istirahat kemaluan saya bangun kembali sehingga menegang sampai kuluman mulut Dewi terasa sempit dan rongga mulutnyapun membesar. Gerakan maju mundur mengakibatkan saya bergelinjang kekanan dan kekiri sambil sesekali mencengram rambutnya yang terurai lepas. Konsentrasiku hampir terganggu dengan gerakannya yang cepat hampir klimaks saya dibuatnya, tapi sebelum itu saya lepaskan untuk mengurangi ketegangan saya, saya balik menyerang dengan jari jemari menari-nari diseputar liang vaginanya dan sesekali menggesekkan ke area G-Spot wanitanya sehingga Dewi merancau tak karuan, tangannya menarik sprei hingga terlepas dari sangkutannya. semakin lama semakin dahsyat pergolakan birahi saya dan Dewi, saya rasakan aliran cairan hanggat membasahi jari saya dan tak mau ketinggalan moment yang indah ini saya balikan tubuhnya sehingga tengkurap dan saya tekan dengan kemaluan saya dari arah belakang, Dewi meringis.
“Mas pelan-pelan, ngilu”

Saya atur irama sehingga lama kelamaan menjadi asyik dan Dewipun melakukan gerakan yang membuatnya bertambah assyik dan masyukk. Dadaku bergetar ketika hasrat itu akan mencapai puncak, ku tarik kemaluanku dan kusemprotkan ke atas punggungnya dangan kedua tangan ku mencengram kedua bongkah pantatnya yang masih kencang untuk ukuran Dewi.


Dan lubang anusnya masih bersih tak ada tanda-tanda bekas gesekan atau luka atau penyakit wasir, nafsu saya melihatnya tapi hasrat itu saya pendam, mungkin (dalam benak saya) lain waktu Dewi meminta untuk di setubuhi anusnya karena memang bila nafsu sudah datang birahipun memuncak yang pada akhirnya dunia terasa sangat-sangat indah melayang-layang dan sukar diutarakan yang ada hanya dirasakan. Pikiran ngeres saya ternyata terbaca oleh Dewi, dengan sedikit mesra tangannya menarik kepalaku dan membisikan sesuatu.
“Mas, coba dong masukin dari belakang, Dewi ingin coba sekali aja tapi pelan-pelan yah”.

Antara sadar dan tak sadar saya anggukan kepala tanda setuju. Karena badan saya sangat lelah saya istirahat sebentar dan membersikan sisa-sisa mani yang menempel pada kaki dan perut. Saya minum beberapa teguk minuman yang dihidangkan dikamar tamu, setelah rilek saya kembali kekamar, ternyata Dewi masih tergolek diatas tempat tidur dalam posisi tengkurap, wah inilah yang dinamakan lubang surga, terletak hanya kurang lebih tujuh centimeter antara lubang vagina dengan lubang anus. Saya berfikir mana yang lebih sempit, wah yang pasti lubang anus yang lebih sempit, tanpa basa-basi saya mainkan jari saya dengan sedikit ludah untuk pelicin kesekitar permukaan anusnya, Dewi terbangun dan merasakan adanya sesuatu yang lain dari pada yang lain, dan jariku terus menusuk nusuk lubang anusnya, saya tidak merasa jijik karena memang anus Dewi bersih dan terawat.

Dengan hati-hati saya masukkan kejantanan saya kedalam anusnya, susah sekali masukinnya karena memang punya saya besar dibagian kepalanya sedang Dewi anusnya masih sangat rapat, saya nggak abis akan saya ludahin agar licin, lama-lama kepala kemaluan saya masuk kedalam anusnya, Dewi menjerit kecil, saya tahan beberapa saat kemudia dengan rileks saya tekan setengah dan tarik kembali, begitu terus-enerus sehingga Dewi merasakan sensasi yang luar biasa.

“Mas kok enak sih, lain gitu dengan melalui vagina”.
Saya pun waktu itu baru merasakan lubang anus tuh seperti itu, menyedot dan hangat, hampir-hampir saya tidak kontrol untuk cepat-cepat keluar, dengan tarik nafas secara perlahan saya bisa kendalikan emosi saya sehingga permainan berjalan dengan waktu yang panjang, Dewi meringis dan bola matanya sebentar-bentar putih semua menandakan birahi yang sangat dahsyat.

Kemaluan saya semakin tegang dan berdenyut tanpa memberi tahu kepada Dewi saya semprotkan mani saya kedalam liang anusnya, Dewi kaget dan mengejan sehingga kemaluan saya seakan-akan disedot oleh jetpump kekuatan besar. saya tergeletak diatas punggungnya sambil memeluk perutnya yang indah, walaupun ada sedikir kerutan, karena memabg umur tidak bisa dikelabui, saya dan Dewi tertidur sejenak seakan melayang-layang di dunia lain. Kami bersetubuh dengan kemesraan hingga dua jam setengah sebanyak tiga ronde dipihak saya.

Saya lihat tatapan matanya mengandung kepuasan yang sangat dahsyat begitu pula saya sehingga membuat motivasi saya untuk bersetubuh dengan wanita-wanita setengah baya yang memang membutuhkan siraman biologis,

karena wanita setengah baya secara teori sedang dalam puncak-puncaknya mengidamkan kepuasan birahi yang tinggi, istilahnya sedang mengalami fase puber kedua, apalagi bila sang suami tak memberikannya.

Saya memang lebih menyukai wanita setengah baya dari pada ABG, karena wanita setengah baya mempunyai naluri kewanitaan yang besar sehingga dalam bersetubuh dapat saling memberikan respon yang sangat artistik bila dilakukan dengan mesra.

Setelah kami mandi kamipun bergegas untuk kembali pada tugas masing-masing, dari akhir pembicaraan saya dengannya, saya dipesankan agar merahasiakan hubungan ini, setelah itu saya diselipkan sehelai cek untuk konsultasi katanya.

tanpa kwitansi dan tanda terima seperti biasanya bila terjadi transaksi.

Sebenarnya saya tak tega mengambil cek tersebut, karena apa yang saya lakukan dengannya adalah sama-sama iklas sehingga hubungan menjadi sangat sangat sangat asyik masyuk, tapi saya pikir uang buat

Dewi nggak masalah karena memang untuk biaya pengeluaran lebih kecil dari pada yang diterima dari suaminya, selain itu saya juga sedang memerlukan biaya untuk memperbaiki kendaraan saya yang secara kebetulan pada waktu itu sedang mengalami perbaikan mesin.

Setelah peristiwa itu saya masih terus dihubungi bila Dewi perlu, dan pernah saya dikenalkan dengan rekan-rekan yang senasib dan saya pernah dihubungi oleh teman-temanya dengan saling menjaga rahasia satu sama lain, tapi ceritanya tak jauh beda, yang jelas saya akan rahasiakan sampai akhir hayat.

*****

Oke saya pikir cerita ini bukanlah membuka rahasia tapi hanya membagi pengalaman dalam dunia maya, dan lagi nama dan tempat adalah fiktif belaka, bila ada rekan-rekan yang berminat konsultasi dengan saya saya siapkan waktu, hubungi saya, selanjutnya terserah anda. Dan motto saya, kerahasiaan adalah segalanya buat hidup saya.

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Nonton Bokep Setiap Hari


Kumpulan Cerita Dewasa - Namaku Iwan (nama samaran). Aku itu sudah kuliah semester dua di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Aku tinggal masih bareng orangtua dan adikku yang masih SMP, Dina namanya (juga samaran). Orangtuaku dua-duanya kerja. Jadi rumah sering tinggal adikku dan aku saja, sama pembantu.

Pada waktu sore rumah sedang kosong, orangtua sedang pergi dan kebetulan pembantu juga sedang tidak ada. Adikku sedang pergi. Aku menyewa VCD BF XX dan X2. Aku senang sekali, karena tidak ada gangguan pas sedang nonton.

Cerita X2 di VCD itu kebetulan bercerita tentang seks antara adik dan kakak. Gila sekali deh adegannya. Kupikir kok bisa ya. Eh, aku berani tidak ya melakukan itu sama adikku yang masih SMP? tapi kan adikku masih polos sekali, kalau di film ini mah sudah jago dan pro, pikirku dalam hati. Sedang nonton plus mikir gimana caranya melakukan sama adikku, eh, bel berbunyi. Wah, teryata adikku, si Dina sama temannya datang. Sial, mana filmnya belum selesai lagi. Langsung kusimpan saja tuh VCD, terus kubukakan pintu. Dina sama temannya masuk. Eh, temannya manis juga loh.
“Dari mana lo?” tanyaku.
“Dari jalan dong. Emang kayak kakak, ngedekem mulu di rumah,” jawabnya sambil manyun.
“Aku juga sering jalan tau, emang elo doang. Cuman sekarang lagi males,” kataku.
“Oh iya, Kak. Kenalin nih temenku, namanya Anti, temen sekelasku,” katanya.
Akhirnya aku kenalan sama itu anak. Tiba-tiba si Dina tanya, “lihat VCD Boyzone aku tidak?”
“Tau, cari saja di laci,” kataku.
Eh, dia membuka tempat aku menaruh VCD BF. Aku langsung gelagapan.
“Eh, bukan di situ..” kataku panik.
“Kali saja ada,” katanya.
Telat. Belum sempat kutahan dia sudah melihat VCD XX yang covernya lumayan hot itu, kalau yang X2 sih tidak pakai gambar.
“Idih.. Kak. Kok nonton film kayak begini?” katanya sambil memandang jijik ke VCD itu.
Temannya sih senyam-senyum saja.
“Enggak kok, aku tadi dititipin sama temanku,” jawabku bohong.
“Bohong banget. Ngapain juga kalo dititipin nyasar sampe di laci ini,” katanya.
“Kak, ini film jorok kan? Nnngg.. kayak apa sih?” tanyanya lagi.

Aku tertawa saja dalam hati. Tadi jijik, kok sekarang malah penasaran.
“Elo mao nonton juga?” tanyaku.
“Mmm.. jijik sih.. tapi.. penasaran Kak..” katanya sambil malu-malu.
“Anti, elo mao nonton juga tidak?” tanyanya ke temannya.
“Aku mah asyik saja. Lagian aku udah pernah kok nonton film kayak begitu,” jawab temannya.
“Gimana.. jadi tidak? keburu mama sama papa pulang nih,” desakku.
“Ayo deh. Tapi kalo aku jijik, dimatiin ya?” katanya.
“Enak saja lo, elo kabur saja ke kamar,” jawabku.

Lalu VCD itu aku nyalakan. Jreng.. dimulailah film tersebut. Aku nontonnya sambil sesekali memandangi adikku dan temannya. Si Anti sih kelihatannya tenang nontonnya, sudah “expert” kali ya? Kalau adikku kelihatan begitu baru pertama kali nonton film seperti begitu. Dia kelihatan takut-takut. Apalagi pas adegan rudalnya cowok dihisap. Mana itu rudal besarnya minta ampun. “Ih, jijik banget..” kata Dina. Pas adegan ML sepertinya si Dina sudah tidak tahan. Dia langsung kabur ke kamar.
“Yee, malah kabur,” kata Anti.
“Elo masih mao nonton tidak?” tanyaku ke si Anti.
“Ya, terus saja,” jawabnya.

Wah, boleh juga nih anak. Sepertinya, bisa nih aku main sama dia. Tapi kalau dia marah gimana? pikirku dalam hati. Ah, tidak apa-apa kok, tidak sampai ML ini. Sambil nonton, aku duduknya mendekat sama dia. Dia masih terus serius nonton. Lalu kucoba pegang tangannya. Pertama dia kaget tapi dia tidak berusaha melepas tangannya dari tanganku. Kesempatan besar, pikirku. Kuelus saja lehernya. Dia malah memejamkan matanya. Sepertinya dia menikmati begitu. Wow, tampangnya itu lho, manis! Aku jadi ingin nekat. Waktu dia masih merem, kudekati bibirku ke bibir dia. Akhirnya bersentuhanlah bibir kami. Karena mungkin memang sudah jago, si Anti malah mengajak French Kiss. Lidah dia masuk ke mulutku dan bermain-main di dalam mulut. Sial, jagoan dia daripada aku. Masa aku dikalahin sama anak SMP sih. Sambil kami ber-French Kiss, aku berusaha masukkan tanganku ke balik bajunya. Mencari sebongkah buah dada imut. Ukuran dadanya tidak begitu besar, tapi sepertinya sih seksi. Soalnya badan si Anti itu tidak besar tapi tidak kurus, dan tubuhnya itu putih.

Begitu ketemu buah dadanya, langsung kupegang dan kuraba-raba. Tapi masih terbungkus sama bra-nya. “Baju elo gue buka ya?” tanyaku. Dia ngangguk saja sambil mengangkat tangannya ke atas. Kubuka bajunya. Sekarang dia tinggal pakai bra warna pink dan celana panjang yang masih dipakai. Shit! kataku dalam hati. Mulus sekali! Kubuka saja bra-nya. Payudaranya bagus, runcing dan putingnya berwarna pink. Langsung kujilati payudaranya, dia mendesah, aku jadi makin terangsang. Aku jadi pingin menyetubuhi dia. Tapi aku belum pernah ML, jadi aku tidak berani. Tapi kalau sekitar dada saja sih aku lumayan tahu. Gimana ya? Tiba-tiba pas aku lagi menjilati payudara si Anti, adikku keluar dari kamar. Kami sama-sama kaget. Dia kaget melihat apa yang kakak dan temannya perbuat. Aku dan Anti kaget pas melihat Dina keluar dari kamar. Si Anti buru-buru pakai bra dan bajunya lagi. Si Dina langsung masuk ke kamarnya lagi. Sepertinya dia shock melihat apa yang kami berdua lakukan. Si Anti langsung pamit mau pulang. “Bilang sama Dina ya.. sorry,” kata Anti. “Tidak apa-apa kok,” jawabku. Akhirnya dia pulang.

Aku ketuk kamarnya Dina. Aku ingin menjelaskan. Eh, dianya diam saja. Masih kaget kali ya, pikirku. Aku tidur saja, dan ternyata aku ketiduran sampai malam. Pas kebangun, aku tidak bisa tidur lagi, aku keluar kamar. Nonton TV ah, pikirku. Pas sampai di depan TV ternyata adikku lagi tidur di kursi depan TV. Pasti ketiduran lagi nih anak, kataku dalam hati. Gara-gara melihat dia tidur dengan agak “terbuka” tiba-tiba aku jadi keingat sama film X2 yang belum selesai kutonton, yang ceritanya tentang hubungan seks antara adik dan kakak, ditambah hasrat aku yang tidak kesampaian pas sama Anti tadi. Ketika adikku menggerakan kakinya membuat roknya tersingkap, dan terlihatlah CD-nya. Begitu melihat CD-nya aku jadi semakin nafsu. Tapi aku takut. Ini kan adikku sendiri masa aku setubuhi sih. Tapi dorongan nafsu semakin menggila. Ah, aku peloroti saja CD-nya. Eh, nanti kalau dia bangun bagaimana? Ah, cuek saja. Begitu CD-nya turun semua, wow, belahan kemaluannya terlihat masih amat rapat dan dihiasi bulu-bulu halus yang baru tumbuh. Kucoba sentuh, hmm.. halus sekali. Kusentuh garis kemaluannya. Tiba-tiba dia menggumam, aku jadi kaget. Aku merasa di ruang TV terlalu terbuka. Kurapikan lagi pakaian adikku, terus kugendong ke kamarnya.


Sampai di kamar dia, it’s show time, pikirku. Kutiduri dia di kasurnya. Kubukakan bajunya. Ternyata dia tidak pakai bra. Wah, payah juga nih adikku. Nanti kalau payudaranya jadi turun bagaimana. Begitu bajunya terbuka, buah dada mungilnya menyembul. Ih, lucu bentuknya. Masih kecil buah dadanya tapi lumayan ada. Kucoba hisap putingnya, hmm.. nikmat! Buah dada dan putingnya begitu lembut. Eh, tiba-tiba dia bangun! “Kak.. ngapain lo!” teriaknya sambil mendorongku. Aku kaget sekali, “Ngg.. ngg.. tidak kok, aku cuma pengen nerusin tadi pas sama si Anti, tidak papa kan?” jawabku ketakutan. Aku berharap orangtua aku tidak mendengar teriakan adikku yang agak keras tadi. Dia menangis.
“Sorry ya Din, gue salah, habis elo juga sih ngapain tidur di ruang TV dengan keadaan seperti itu, tidak pake bra lagi,” kataku.
“Jangan bilang sama mama dan papa ya, please..” kataku.
Dia masih nangis. Akhirnya kutinggali dia. Aduh, aku takut nanti dia ngadu.

Sejak saat itu aku kalau ketemu dia suka canggung. Kalau ngomong paling seadanya saja. Tapi aku masih penasaran. Aku masih ingin mencoba lagi untuk “ngegituin” Dina. Sampai pada suatu hari, adikku sedang sendiri di kamar. Aku coba masuk,
“Din, lagi ngapain elo,” aku mencoba untuk beramah-tamah.
“Lagi dengerin kaset,” jawabnya.
“Yang waktu itu, elo masih marah ya..” tanyaku.
“..” dia diam saja.
“Sebenernya gue.. gue.. pengen nyoba lagi..” gila ya aku nekat sekali.
Dia kaget dan pas dia mau ngomong sesuatu langsung aku dekati mukanya dan langsung kucium bibirnya.

“MmhHPp.. Kakk.. mmHPh..” dia seperti mau ngomong sesuatu.
Tapi akhirnya dia diam dan mengikuti permainanku untuk ciuman. Sambil ciuman itu tanganku mencoba meraba-raba dadanya dari luar. Pertama merasakan payudaranya diraba, dia menepis tanganku. Tapi aku terus berusaha sambil tetap berciuman. Setelah beberapa menit berciuman sambil meraba-raba payudaranya, aku mencoba membuka bajunya. Eh, kok dia langsung mau saja dibuka ya? Mungkin dia lagi merasakan kenikmatan yang amat sangat dan pertama kali dirasakannya. Begitu dibuka, langsung kubuka bra-nya. Kujilati putingnya dan sambil mengusap dan mneremas-remas buah dada yang satunya. Walaupun payudara adikku itu masih agak kecil, tapi dapat memberikan sensasi yang tak kalah dengan payudara yang besar. Ketika sedang dihisap-hisap, dia mendesah, “Sshh.. sshh.. ahh, enak, Kak..” Setelah kuhisap, putingnya menjadi tegang dan agak keras. Terus kubuka celanaku dan aku keluarkan “adik”-ku yang sudah lumayan tegang. Pas dia melihat, dia agak kaget. Soalnya dulu kami pernah mandi bareng pas “punya”-ku masih kecil. Sekarang kan sudah besar dong.

Aku tanya sama dia, “Berani untuk ngisep punya gue tidak? Entar punya elo juga gue isepin deh, kita pake posisi 69.”
“69.. apa’an tuh?” tanyanya.
“Posisi dimana kita saling mengisap dan ngejilatin punyanya partner kita pada saat berhubungan,” jelasku.
“Ooo..”
Langsung aku membuka celana dia dan CD-nya. Kami langsung mengambil posisi 69. Aku buka belahan kemaluannya dan terlihatlah klitorisnya seperti bentuk kacang di dalam kemaluannya itu. Ketika kusentuh pakai lidah, dia mengerang,
“Ahh.. Kakak nyentuh apanya sih kok enak banget..” tanyanya.
“Elo mestinya ngejilatin dan ngisep punya gue dong. Masa elo doang yang enak,” kataku.
“Iya Kak, habis takut dan geli sih..” jawabnya.
“Jangan bayangin yang bukan-bukan dong. Bayangin saja keenakan elo,” kataku lagi.
Saat itu juga dia langsung menjilat punyaku. Dia menjilati kepala anu-ku dengan perlahan. Uuhh, enak benar. Terus dia mulai menjilati seluruh dari batanganku. Lalu dia masukkan punyaku ke mulutnya dan mulai menghisapnya. Oohh.. gila benar. Dia ternyata berbakat. Hisapannya membuatku jadi hampir keluar.

“Stop.. eh, Din, stop dulu,” kataku.
“Lho kenapa?” tanyanya.
“Tahan dulu entar aku keluar,” jawabku.
“Lho emang kenapa kalau keluar?” tanyanya lagi.
“Entar game over,” kataku.
Ternyata adikku memang belum mengerti masalah seks. Benar-benar polos. Akhirnya kujelaskan kenapa kalau cowok sudah keluar tidak bisa terus pemainannya. Akhirnya dia mulai mengerti. Posisi kami sudah tidak 69 lagi, jadi aku saja yang bekerja. Kemudian aku teruskan menghisapi kemaluannya dan klitorisnya. Dia terus menerus mendesah dan mengerang.
“Kak Iwan.. terus Kak.. di situ.. iya di situ.. oohh.. sshh..”

Aku terus menghisap dan menjilatinya. Dia menjambak rambutku. Sambil matanya merem-melek. Akhirnya aku sudah dalam kondisi fit lagi (tadi kan kondisinya sudah mau keluar). Kutanya sama adikku,
“Elo berani ML tidak?”
“..” dia diam.

“Gue pengen ML, tapi terserah elo.. gue tidak maksa,” kataku.
“Sebenerya gue takut. Tapi sudah kepalang tanggung nih.. gue lagi ‘on air’,” kata dia.
“OK.. jadi elo mau ya?” tanyaku lagi.
“..” dia diam lagi.
“Ya udah deh, kayanya elo mau,” kataku.
“Tapi tahan sedikit. Nanti agak sakit awalnya. Soalnya elo baru pertama kali,” kataku.
“..” dia diam saja sambil menatap kosong ke langit-langit.

Kubuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Kelihatan bibir kemaluannya yang masih sempit itu. Kuarahkan ke lubang kemaluannya. Begitu aku sentuhkan kepala “anu”-ku ke liang kemaluannya, Dina menarik nafas panjang, dan kelihatan sedikit mengeluarkan air mata. “Tahan ya Din..” Langsung kudorong anu-ku masuk ke dalam lubang kemaluannya. Tapi masih susah, soalnya masih sempit sekali. Aku terus mencoba mendorong anu-ku, dan.. “Bleess..” masuk juga kepala kemaluanku. Dina agak berteriak,
“Akhh sakit Kak..”
“Tahan ya Din..” kataku.
Aku terus mendorong agar masuk semua. Akhirnya masuk semua kemaluanku ke dalam selangkangan adikku sendiri.
“Ahh.. Kak.. sakit Kak.. ahh..”
Setelah masuk, langsung kugoyang maju-mundur, keluar masuk liang kemaluannya.
“Ssshh.. sakitt Kak.. ahh.. enak.. Kak, teruss.. goyang Kak..”
Dia jadi mengerang tidak karuan. Setelah beberapa menit dengan posisi itu, kami ganti dengan posisi “dog style”. Dina kusuruh menungging dan aku masukkan ke lubang kemaluannya lewat belakang. Setelah masuk, terus kugenjot. Tapi dengan keadaan “dog style” itu ternyata Dina langsung mengalami orgasme. Terasa sekali otot-otot di dalam kemaluannya itu seperti menarik batang kemaluanku untuk lebih masuk.

“Ahh.. ahha.. aku lemess banget.. Kak,” rintihnya dan dia jatuh telungkup. Tapi aku belum orgasme. Jadi kuteruskan saja. Kubalikkan badannya untuk tidur terlentang. Terus kubuka lagi belahan pahanya. Kumasukkan kemaluanku ke dalam lubang kemaluannya. Padahal dia sudah kecapaian.
“Kak, udah dong! Gue udah lemes..” pintanya.
“Sebentar lagi ya..” jawabku.
Tapi setelah beberapa menit kugenjot, eh, dianya segar lagi.
“Kak, yang agak cepet lagi dong..” katanya.
Kupercepat dorongan dan genjotanku.
“Ya.. kayak gitu dong.. sshh.. ahh.. uhuuh,” desahannya makin maut saja.

Sambil menggenjot, tanganku meraba-raba dan meremas payudaranya yang mungil itu. Tiba-tiba aku seakan mau meledak, ternyata aku mau orgasme. “Ahh, Din aku mau keluar.. ahh..” Ternyata saat yang bersamaan dia orgasme juga. Kemaluanku seperti dipijat-pijat di dalam. Karena masih enak, kukeluarkan di dalam kemaluannya. Nanti kusuruh minum pil KB saja supaya tidak hamil, pikirku dalam hati.

Setelah orgasme bareng itu kucium bibirnya sebentar. Setelah itu aku dan dia akhirnya ketiduran dan masih dalam keadaan bugil dan berkeringat di kamar gara-gara kecapaian. Ketika bangun, aku dengsr dia lagi merintih sambil menangis.
“Kak, gimana nih. Punyaku berdarah banyak,” tangisnya.
Kulihat ternyata di kasurnya ada bercak darah yang cukup banyak. Dan kemaluannya agak sedikit melebar. Aku kaget melihatnya. Gimana nih jadinya?
“Kak, aku udah tidak perawan lagi ya?” tanyanya.
“..” aku diam saja.
Habis mau jawab apa. Gila! aku sudah merenggut keperawanan adikku sendiri.
“Kak, punyaku tidak apa-apakan?” tanyanya lagi.
“Berdarah begini wajar untuk pertama kali,” kataku.
Tiba-tiba, gara-gara melihat dia tidak pakai CD dan memperlihatkan kemaluannya yang agak melebar itu ke aku, anu-ku “On” lagi!

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Adik Ipar Di Dalam Keluarga


Kumpulan Cerita Dewasa - Kehidupan terus berjalan. Usia kandungan istri saya menginjak bulan ke-4. Tahu sendirilah bagaimana kondisi perempuan kalau sedang hamil muda. Bawaannya malas melulu. Tapi untuk urusan pekerjaan dia sangat bersemangat. Dia memang pekerja yang ambisius. Berdedikasi, disiplin, dan penuh tanggung jawab. Karena itu jadwal keluar kota tetap dijalani. Kualitas hubungan seks kami makin buruk. Dia seakan benar-benar tak ingin disentuh kecuali pada saat benar-benar sedang relaks. Saya juga tak ingin memaksa. Karenanya saya makin sering beronani diam-diam di kamar mandi. Kadang-kadang saya kasihan terhadap diri sendiri. Kata-kata Mbak Maya sering terngiang-ngiang, terutama sesaat setelah sperma memancar dari penis saya. “Kacian adik iparku ini..” Tapi saya tak punya pilihan lain. Saya tak suka “jajan”. Maaf, saya agak jijik dengan perempuan lacur.

Tiap kali beronani, yang saya bayangkan adalah wajah Mbak Maya atau si bungsu Rosi, bergantian. Rosi telah tumbuh menjadi gadis yang benar-benar matang. Montok, lincah. Cantik penuh gairah, dan terkesan genit. Meskipun masih bersikap manja terhadap saya, tetapi sudah tidak pernah lagi bergayutan di tubuh saya seperti semasa saya ngapelin kakaknya. Saya sering mencuri pandang ke arah payudaranya. Ukurannya sangat saya idealkan. Sekitar 34. Punya istri saya sendiri hanya 32.

Seringkali, di balik baju seragam SMU-nya saya lihat gerakan indah payudara itu. Keinginan untuk melihat payudara itu begitu kuatnya. Tapi bagaimana? Mengintip? Di mana? Kamar mandi kami sangat rapat. Letak kamar saya dengannya berjauhan. Dia menempati kamar di sebelah gudang. Yang paling ujung kamar Mak Jah, pembantu kami. Setelah kamar Mayang, kakak Rosi, baru kamar saya. Kamar kami seluruhnya terbuat dari tembok. Sehingga tak mugkin buat ngintip. Tapi tunggu! Saya teringat gudang. Ya, kalau tidak salah antara gudang dengan kamar Rosi terdapat sebuah jendela. Dulunya gudang ini memang berupa tanah kosong semacam taman. Karena mertua butuh gudang tambahan, maka dibangunlah gudang. Jendela kamar Rosi yang menghadap ke gudang tidak dihilangkan. Saya pernah mengamati, dari jendela itu bisa mengintip isi kamar Rosi.

Sejak itulah niat saya kesampaian. Saya sangat sering diam-diam ke gudang begitu Rosi selesai mandi. Memang ada celah kecil tapi tak cukup untuk mengintip. Karenanya diam-diam lubang itu saya perbesar dengan obeng. Saya benar-benar takjub melihat sepasang payudara montok dan indah milik Rosi. Meski sangat jarang, saya juga pernah melihat kemaluan Rosi yang ditumbuhi bulu-bulu lembut.

Tiap kali mengintip, selalu saya melakukan onani sehingga di dekat lubang intipan itu terlihat bercak-bercak sperma saya. Tentu hanya saya yang tahu kenapa dan apa bercak itu. Keinginan untuk menikmati tubuh Rosi makin menggelayuti benak saya. Tetapi selalu tak saya temukan jalan. Sampai akhirnya malam itu. Mertua saya meminta saya mendampingi Rosi untuk menghadiri Ultah temannya di sebuah diskotik. Ibu khawatir terjadi apa-apa. Dengan perasaan luar biasa gembira saya antar Rosi. Istri saya menyuruh saya membawa mobil. Tapi saya menolak. “Kamu kan harus detailing. Pakai saja. Masa orang hamil mau naik motor?” Padahal yang sebenarnya, saya ingin merapat-rapatkan tubuh dengan Rosi.

Kami berangkat sekitar pukul 19.00. Dia membonceng. Kedua tangannya memeluk pinggang saya. Saya rasakan benda kenyal di punggung saya. Jantung saya berdesir-desir. Sesekali dengan nakal saya injak pedal rem dengan mendadak. Akibatnya terjadi sentakan di punggung. Saya pura-pura tertawa ketika Rosi dengan manja memukuli punggung saya.
“Mas Andy genit,” katanya.
Pada suatu ketika, mungkin karena kesal, Rosi bahkan tanpa saya duga sengaja menempelkan dadanya ke puggung saya. Menekannya.
“Kalau mau gini, bilang aja terus terang,” katanya.
“Iya iya mau,” sahut saya.
Tidak ada tanggapan. Rosi bahkan menggeser duduknya, merenggang. Sialan.

Malam itu Rosi mengenakan rok span ketat dan atasan tank top, dibalut jaket kulit. Benar-benar seksi ipar saya ini.
Di diskotik telah menunggu teman-teman Rosi. Ada sekitar 15-an orang. Saya membiarkan Rosi berabung dengan teman-temannya. Saya memilih duduk di sudut. Malu dong kalau nimbrung. Sudah tua, ihh. Saya hanya mengawasi dari kejauhan, menikmati tubuh-tubuh indah para ABG. Tapi pandangan saya selalu berakhir ke tubuh Rosi. She is the most beautiful girl. Di antara saudara istri saya Rosi memang yang paling cantik. Tercantik kedua ya Mbak Maya, baru Yeni, istri saya. Mayang yang terjelek. Tubuhnya kurus kering sehingga tidak menimbulkan nafsu.

Sesekali Rosi menengok ke arah tempat duduk saya sambil melambai. Saya tersenyum mengangguk. Mereka turun ke arena. Sekitar tiga lagu Rosi menghampiri saya.
“Mas Andy udah pesan minum?” tanyanya.
Dagu saya menunjuk gelas berisi lemon tea di depan saya. Saya tak berani minum minuman beralkohol, meski hanya bir. Saya pun bukan pecandu.
“Kamu kok ke sini, udah sana gabung temen-temen kamu,” kata saya.
Janjinya Rosi dkk pulang pukul 22.00. Tadi ibu mertua juga bilang supaya pulangnya jangan larut.
“Nggak enak liat Mas Andy mencangkung sendirian,” kata Rosi duduk di sebelah saya.
“Sudah nggak pa-pa.”
“Bener?” Saya mengangguk, dan Rosi kembali ke grupnya.

Habis satu lagu, dia mendatangi saya. Menarik tangan saya. Saya memberontak.
“Ayo. Nggak apa-apa, sekalian saya kenalin ama temen-temen. Mereka juga yang minta kok.”
Saya menyerah. Saya ikut saja bergoyang-goyang. Asal goyang. Dunia diskotik sudah sangat lama tidak saya kunjungi. Dulupun saya jarang sekali. Hampir tidak pernah. Saya ke diskotik sekedar supaya tahu saja kayak apa suasananya.
Sesekali tangan Rosi memegang tangan saya dan mengayun-ayunkannya. Musik bener-benr hingar-bingar. Lampu berkelap-kelip, dan kaki-kaki menghentak di lantai disko. Sesekali Rosi menuju meja untuk minum.

Menjelang pukul 22.00 sebagian teman Rosi pulang. Saya segera mengajak Rosi pulang juga.
“Bentar dong Mas Andy, please,” kata Rosi.
Astaga. Tercium aroma alkohol dari mulutnya.
“Heh. Kamu minum apa? Gila kamu. Sudah ayo pulang.” Segera saya gelandang dia.
“Yee Mas Andy gitu deh.” Dia merajuk tapi saya tak peduli. Ruangan ini mulai menjemukan saya.
“Udah dulu ya bro, sis. Satpam ngajakin pulang neh.”
“Satpam-mu itu.”
Saya menjitak lembut kepala Rosi. Rosi memang minum alkohol. Tak tahu apa yang diminumnya tadi. Dia pun terlihat sempoyongan. Saya jadi cemas. Takut nanti kena marah mertua. Disuruh jagain kok tidak bisa. Tapi ada senangnya juga sih. Rosi jadi lebih sering memeluk lengan saya supaya tidak sempoyongn.


Kami menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Saya bantu Rosi mengenakan jaket yang kami tinggal di motor. Saya bantu dia mengancing resluitingnya. Berdesir darah saya ketika sedikit tersentuk bukit di dadanya.
“Hayoo, nakal lagi,” katanya.
“Hus. Nggak sengaja juga.”
“Sengaja nggak pa-pa kok Mas.”
Omongan Rosi makin ngaco. Dia tarik ke bawah resluitingnya.
Dan sebelum saya berkomentar dia sudah berkata, “Masih gerah. Ntar kalau dingin Rosi kancingin deh.”
Segera mesin kunyalakan, dan motor melaju meninggalkan diskotik SO.

Sungguh menyenangkan. Rosi yang setengah mabuk ini seakan merebahkan badannya di punggung saya. Kedua tangannya memeluk erat perut saya. Jangan tanya bagaimana birahi saya. Penis saya menegang sejak tadi. Dagu Rosu disadarkan ke pundak saya. Lembut nafasnya sesekali menyapu telinga saya. Saya perlambat laju motor. Benar-benar saya ingin menikmati. Lalu saya seperti merasa Rosi mencium pipi saya. Saya ingin memastikan dengan menoleh. Ternyata memang dia baru saja mencium pipi saya. Bahkan selanjutnya dia mengecup pipi saya. Saya kira dia benar-benar mabuk.

“Mas Andy, Rosi pengin pacaran dulu,” katanya mengejutkan saya.
“Pacaran sama Mas Andy? Gila kamu ya.” Penis saya makin kencang.
“Mau enggak?”
“Kamu mabuk ya?” Dia tak menjawab. Hanya pelukannya tambah erat.
“Mas..”
“Hmm”
“Mas masih suka coli?”
“Hus. Napa sih?”
“Pengen tahu aja. Mbak Yeni nggak mau melayani ya?”
“Tahu apa kamu ini.”
Saya sedikit berteriak. Saya kaget sendiri. Entah kenapa saya tidak suka dia omong begitu, Mungkin reflek saja karena saya dipermalukan.
“Sorry. Gitu aja marah.” Rosi kembali mencium pipi saya.
Bahkan dia tempelkan terus bibirnya di pipi saya, sedikit di bawah telinga.
“Saya horny Ros.”
“Kapan? Sekarang? Ahh masak. Belum juga diapa-apain”

Saya raih tangannya dan saya taruh di penis saya yang menyodok celana saya. Terperanjat dia. Tapi diam saja. Tangannya merasakan sesuatu bergerak-gerak di balik celana saya.
“Pacaran ama Rosi mau nggak?” kata Rosi. Aroma alkohol benar-benar menyengat.
“Di mana? Lagian udah malam. Nanti Ibu marah kalau kita pulang kemalaman.”
“Kalau ama Mas Andy dijamin Ibu gak marah.”
“Sok tahu.”
“Bener. Ayuk deh. Ke taman aja. Tuh deket SMA I ajak. Asyik lagi. Bentar aja.”
Tanpa menunggu perintah, motor saya arahkan ke Taman KB di seberang SMU I. Taman ini memang arena asyik bagi mereka yang seang berpacaran. Meski di sekitarnya lalu lintas ramai, tapi karena gelap, yaa tetap enak buat berpacaran.

Kami mencari bangku kosong di taman. Sudah agak sepi jadi agak mudah mencarinya. Biasanya cukup ramai sehingga banyak yang berpacaran di rumputan. Begitu duduk. Langsung saja Rosi merebahkan kepalanya di dada saya. Saya tak mengira anak ini akan begini agresif. Atau karena pengaruh alkohol makin kuat? Entahlah. Kami melepas jaket dan menaruhnya di dekat bangku.

“Kamu kan belum punya pacar, kok sudah segini berani Ros?” tanya saya.
“Enak aja belum punya pacar.” Dia protes.
“Habis siapa pacar kamu?” Saya genggam tangannya. Dia mengelus-elus dada saya.
“Yaa ini.” Dia membuka kancing kemeja saya. Saya makin yakin dia diracuni alkohol. Tapi apa peduli saya. Inilah saatnya.
Saya kecup keningnya. Matanya. Hidung, pipi, lalu bibirnya. Dia tersentak, dan memberikan pipinya. Saya kembali mencari bibirnya. Saya kecup lagi perlahan. Dia diam. Saya kulum. Dia diam saja. Benarkah anak ini belum pernah berciuman bibir dengan cowok?
“Kamu belum pernah melakukan ya?” kata saya.
Dia tak menjawab. Saya cium lagi bibirnya. Saya julurkan lidah saya. Tangannya meremas pinggang saya. Saya hisap lidahnya, saya kulum. Tangan saya kini menjalar mencari payudara. Dia menggelinjang tetapi membiarkan tangan saya menyusiup di antara celah BH-nya. Ketika saya menemukan bukit kenyal dan meremasnya, dia mengerang panjang. Kedua kakinya terjatuh dari bangku dan menendang-nendang rumputan. Saya buka kancing BH-nya yang terletak di bagian depan. Saya usap-usap lembut, ke kiri, lalu ke kanan. Saya remas, saya kili-kili. Dia mengaduh. Tangannya terus meremasi pinggang dan paha saya.

“Mas Andy..”
“Hmm”
“Please.. Please.”
Saya mengangsurkan muka saya menciumi bukit-bukit itu. Dia makin tak terkendali. Lalu, srrt srrt..srrt. Sesuatu keluar dari penis saya. Busyet. Masa saya ejakulasi? Tapi benar, mani saya telah keluar. Anehnya saya masih bernafsu. Tidak seperti ketika bersetubuh dengan Yeni. Begitu mani keluar, tubuh saya lemas, dan nafsu hilang. Saya juga masih merasakan penis saya sanggup menerima rangsangan. Saya masih menciumi payudara itu, menghisap puting, dan tangan saya mengelus paha, menyelinap di antara celap CD. Membelai bulu-bulu lembut. Menyibak, dan merasakan daging basah. Mulut Rosi terus mengaduh-aduh. Saya rasakan kemaluan saya digeggamnya. Diremas dengan kasar, sehingga terasa sakit. Saya perlu menggeser tempat duduk karena sakitnya. Agaknya dia tahu, dan melonggarkan cengkeramannya.

Lalu dia membuka resluiting celana saya, merogoh isinya. Meremas kuat-kuat. Tapi dia berhenti sebentar.
“Kok basah Mas?” tanyanya. Saya diam saja.
“Ehh, ini yang disebut mani ya?”
Sejenak situasi kacau. Ini anak malah ngajak diskusi sih. Dia cium penis saya tapi tidak sampai menempel. Kayaknya dia mencoba membaui.
“Kok gini baunya ya? Emang kayak gini ya?
“Heeh,” jawab saya lalu kembali memainkan kelaminnya.
“Asin juga ya?”
Dia mengocok penis saya dengan tangannya.
“Pelan-pelan Ros. Enakan kamu ciumin deh,” kata saya.

Tanpa perintah lanjutan Rosi mencium dan mengulum penis saya. Uhh, kasarnya minta ampun, Tidak ada enaknya. Jauhh dengan yang dilakukan Mbak Maya. Berkali-kai saya meminta dia untuk lebih pelan. Bahkan sesekali dia menggigit penis saya sampai saya tersentak. Akhirnya saya kembali ejakulasi. Bukan oleh mulutnya tapi karena kocokan tangannya. Setelah itu sunyi. Saya lemas. Saya benahi pakaian saya. Dia juga membenahi pakaiannya. Tampaknya dia telah terbebas dari pengaruh alkohol. Wajahnya yang belepotan mani dibersihkan dengan tissu.
“Makasih pelajarannya ya Mas.” Dia mengecup pipi saya.
“Tapi kamu janji jaga rahasia kan?” Saya ingin memastikan. 
“Iyaah. Emang mau cerita ama siapa? Bunuh diri?”
“Siapa tahu. Pokoknya just for us! Nobody else may knows.”
Dia mengangguk. Kami bersiap-siap pulang. Sepanjang perjalanan dia memeluk erat tubuh saya. Menggelendot manja. Dan pikiran waras saya mulai bekerja. Saya mulai dihinggapi kecemasan.

“Ros..”
“Yaa”
“Kamu nggak jatuh cinta ama Mas Andy kan? Everyting just for sex kan?”
“Tahu deh.”
“Please Ros. Kita nggak boleh keterusan. Anggap saja tadi kita sedang mabuk.” Saya menghentikan motor.
“Iya deh.”
“Bener ya? Ingat, Mas Andy ini suami Mbak Yeni.”
Dia mengangguk mengerti.
“Makasih Ros.” Saya kembali menjalankan motor.
“Apa yang terjadi malam ini, tidak usahlah terulang lagi,” kata saya.
Saya benar-benar takut sekarang. Saya sadari, Rosi masih kanak-kanak. Masih labil. Dia amat manja. Bisa saja dia lepas kendali dan tak mengerti apa arti hubungan seks sesaat. Lalu saya dengar dia sesenggukan. Menangis. Untunglah dia menepati janji. Segalanya berjalan seperti yang saya harapkan. Saya tak berani lagi mengulangi, meskipun kesempatan selalu terbuka dan dibuka oleh Rosi. Saya benar-benar takut akibatnya. Saya tidak mau menhancurkan keluarga besar istri saya. Tak mau menghancurkan rumah tangga saya.

Saya hanya menikmati Rosi di dalam bayangan. Ketika sedang onani atau ketika sedang bersetubuh dengan Yeni. Sesekali saja saya membayangkan Mbak Maya.

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Ibu Mertua Selalu Mengajakku Bersetubuh


Kumpulan Cerita Dewasa - Menjelang kelahiran anak pertama saya, ayah mertua meninggal. Keluarga besar istri saya sangat terpukul. Terutama ibu mertua dan Rosi. Kedua perempuan ini memang yang paling dekat dengan almarhum. Rumah ini terasa murung berhari-hari lamanya. Tetapi segalanya berangsur pulih setelah selamatan 40 hari dilaksanakan. Semuanya sudah bisa menerima kenyataan, bahwa semua pada akhirnya harus kembali. Apalagi semenjak anak saya lahir, tiga bulan setelah kematian almarhum.

Rumah ini kembali menemukan kehangatannya. Seisi rumah dipersatukan dalam kegembiraan. Bayi lucu itu menjadi pusat pelampiaskan kasih sayang. Saya juga semakin mencintai istri saya. Tapi dalam urusan tempat tidur tidak ada yang berubah. Seringkali saya tergoda untuk mencari pelampiasan dengan wanita PSK terutama jika teman-teman sekantor mengajak. Namun saya tak pernah bisa. Sekali waktu saya diajak kawan ke sebuah salon esek-esek. Saya pikir tidak ada salahnya untuk sekedar tahu. Salon itu terletak di sebuah kompleks pasar. Kapsternya sekitar 15 orang. Masih muda-muda, cantik, dan seksi dengan celana pendek dan tank top di tubuhnya. Para pengunjung seluruhnya laki-laki, walaupun di papan nama tertulis salon itu melayani pria dan wanita.

Di salon itu para pria minta layanan lulur, dan konon, di dalam ruang lulur itulah percintaan dilakukan. Sungguh aneh, saya tidak birahi. Benak saya dipenuhi pikiran bahwa perempuan-perempuan itu telah dirajam oleh puluhan penis laki-laki. Mungkin ketika seorang pria menyetubuhinya, saat itu masih ada sisa-sisa sperma milik pria-pria lain. Inilah yang membuat saya tak pernah bisa menerima diri saya bersetubuh dengan perempuan PSK. Jadi bukan alasan moral. Saya lebih suka onani sambil membayangkan perempuan-perempuan lain.

Ketika anak saya berumur tiga bulan, istri saya sudah mulai masuk kerja dan kegiatan luar kota tetap dijalankan seperti biasa. Dia sudah dipromosikan dalam jabatan supervisor. Istri saya tampak senang dengan jabatan barunya, dan makin giat bekerja.

Tioap kali ke luar kota anak saya diasuh tante-tantenya. Rosi atau Mayang atau kadang-kadang Mak Jah. Hanya jika makan (bubur bayi) saja tante-tantenya tidak sabaran. Mereka tak sanggup menyuapi bayi. Saya sendiri geli melihat bayi makan. Bubur itu sepertinya tidak pernah mau masuk ke dalam perut. Hanya keluar masuk dari bibirnya. Ibu mertua saya yang paling telaten. Kadang-kadang satu mangkuk kecil masih nambah jika ibu yang menyuapi.
Jika siang saya sering tidur dengan anak saya. Saya senang sekali menatap wajah mungilnya, Saya juga mulai pintar mengganti popok dan memberinya susu. Hanya kalau malam anak saya tidur dengan ibu mertua. Soalnya kalau tidur malam, saya susah bangun. Biar anak menangis keras-keras saya sulit bangun.

Siang itu, sepulang dari kantor, seperti biasa saya cuci muka dan tangan lalu rebahan di kamar. Badan saya agak meriang. Mungkin saya akan terkena radang tenggorokan. Kerongkongan saya agak sakit buat menelan.

Ketika ibu hendak menaruh anak saya untuk tidur (kalau siang anak saya biasa tidur dua-tiga kali), dengan terbata-bata saya bilang, “Bu, boleh Nisa tidur sama Ibu?”
Nisa anak saya terlanjur ditaruh di sebelah saya.
“Ya boleh tho. Memangnya kenapa?” tanya ibu melepas selendang gendongan.
“Badan saya agak meriang, saya ingin istirahat,” kata saya.
“Rosi dan Niken sudah pulang Bu?”
Ibu tidak menjawab. Punggung tangannya ditempelkan ke dahi saya.
“Wah, badan kamu panas. Ya sudah Nisa biar tidur di kamar Ibu. Kamu istirahat saja. Ayuk cucu, bobo sama eyang ya?”
Ibu pelan-pela mengangkat Nisa. Lega rasanya saya. Saya benar-benar ingin istirahat tanpa diganggu tangisan anak.

Setelah Ibu keluar dari kamar, saya segera tidur mendekap guling. Benar-benar sakit semua badan saya. Kepala juga mulai berat. Saya mencoba mengurangi rasa sakit dengan memijit-mijit dahi dan kening.
“Nak Andy sudah minum obat?” tanya Ibu di ambang pintu.
“Belum, Bu. Nggak usah. Nanti saja.”
Dengan badan seperti ini rasanya saya pengin dikerik. Dulu waktu masih bujang saya sealu minta kerik ibu saya. Jika sudah dikerik badan terasa ringan dan bugar. Tapi mau minta kerik sama ibu mertua sungkan. Dulu memang pernah sih dikerik ibu mertua. Tapi itu karena setelah ibu melihat saya dan istri saya bersitegang soal kerik-mengerik. Istri saya tidak mau mengerik saya. Bukan apa-apa, dia tidak suka cara itu. Katanya itu berakibat buruk bagi tubuh. Istri saya memang doctor minded. Maklum dia dealer obat-obatan, Dia lebih mempercayai dokter dan obat daripada cara-cara penyembuhan tradisional.

Melihat kami bersitegang ayah mertua saya membela saya, dan menyuruh ibu mengerik saya.
Kini saya sebenarnya sangat ingin dikerik. Seolah tahu pikiran saya, ibu menawarinya.
“Mau ibu kerik?”
“Mm terserah ibu saja,” kata saya.
Dalam hati saya bersorak. Ibu memanggil Mak Jah minta diambilkan minyak bayi (baby oil) dan ulang logam. Sejurus kemudian Mak Jah datang.
“Kamu lagi ngapain?” tanya mertua saya.
“Setrika baju, Bu”
“Ya sudah..” Ibu duduk di tepi ranjang.
“Lepaskan bajunya,” kata ibu.

Saya melepas baju dan celana panjang saya. Saya bungkus bagian bawah tubuh saya dengan kain sarung, lalu tengkurap. Ibu mulai mengerik bagian punggung. Nikmat rasanya. Kadang-kadang saja terasa sakit. Mungkin itu karena di daerah situ ada penyumbatan aliran darah. Entahlah.
“Merah semua nih Nak Andy,” komentar ibu mertua. Saya hanya bergumam.

Ibu mertua memang pandai mengerik. Bahkan lebih pandai dibanding ibu saya. Secara keseluruhan tidak menimbulkan rasa pedih. Bahkan seperti dipijat utur. Saya benar-benar rileks dibuatnya, Apalagi kalau ngerik ibu ini sangat sabar. Hampir tiap jengkal badan saya dikerik. Ibu menarik kain sarung, dan sedikit menurunkan CD saya, lalu mengerik bagian pantat. Sudah itu bagian paha. Selesai paha aku diminta membalikkan badan. Dikeriknya dada saya. Yang ini agak berat. Saya banyak gelinya. Alalagi kalau arah kerikan menuju bagian ketiak. Uhh seperti digelitik. Saya berkali-kali merapatkan tangan saya menahan geli. Ibu tersenyum melihatnya. Setelah beberapa saat badan saya mulai beradaptasi. Rasa geli berkurang. Saya mulai membuka mata yang tadi ikut terpicing menahan geli. Saya liat wajah ibu mertua saya.

Mungkin kalau tua nanti istri saya akan seperti ini ya. Umur ibu sekitar 50 tahun. Masih ada sisa-sisa kecantikan. Bagian wajahnya masih terlihat kencang. Hanya bagian leher dan lengan yang tampak memperlihatkan usianya. Kasihan sebenarnya, usia segitu sudah ditinggal suami.

Tiba-tiba badan saya tergelinjang. Refleks saya mencengkeram lengan ibu. Rupanya ibu mulai mengerik bagian perut. Ini yang membuat saya geli. Bahkan sangat geli. Bulu kuduk saya ikut berdiri. Ibu terus mengerik perut saya, dan saya terus mencengkeram lengan ibu. Sesekali saya mengangkat bagian perut dan pinggul saya hingga menyentuh tubuh ibu. Gesekan-gesekan itu ternyata mnimbulkan rangsangan pada penis saya. Sedikit demi sedikit penis saya mengembang. Tegang. Gila. Nafsu saya juga muncul perlahan-lahan. Saya bahkan dengan sengaja menempelkan bagian penis saya ke pinggang ibu. Sedikit menekannya dengan berpura-pura geli oleh kerikannya. Padahal tidak. Saya sudah mulai beradap tasi lagi. Tangan saya masih mencengkeram lengan ibu.

Jantung saya berdebar-debar ketika ibu menurunkan sarung. Di hadapannya tubuh bawah saya terbungkus CD dengan isi yang menegang dengan sempurna. Maksimal. Sesekali saya lihat ibu melirik ke arah penis saya. Diturunkannya bagian atas CD saya. Hanya sedikit. Ahh padahal saya berharap seluruhnya ditanggalkan. Saya rasakan ujung penis saya tersembul keluar. Mustahil ibu tak meihatnya. Saya tatap wajahnya. Wajahnya tak menampakkan reaksi apa-apa. Mungkinkah perempuan ini sudah tawar terhadap seks? Ataukah dia menganggap saya tak lebih dari anaknya sendiri? Apakah dia pernah melihat penis lain selain milik suaminya?


Kerikan di bagian bawah perut menimbulkan sensasi yang luar biasa. Sesekali secara tak sengaja tangan ibu menyentuh ujung penis saya. Seperti dikocok dengan lembut. Saya telah benar-benar terangsang. Birahi saya membakar kepala saya. Saya beranikan diri mengelus lengan ibu.
“Ibu makasih sudah mau mengerik badan saya,” kata saya gemetar.
Ibu cuma tersenyum. Saya tak tahu artinya. Ia terus mengerik. Saya memberanikan diri menurunkan sedikit lagi CD saya, sehingga separuh penis saya keluar.

“Bagian sini juga kan Bu?” kata saya menunjuk selangkangan.

“Iya,” suara ibu bergetar.

Sentuhan tangannya ke arah penis saya makin sering. Makin nikmat rasanya. Saya makin tak tahan.

Saya turunkan sedikit lagi CD saya, dan kini terbukalah seluruhnya. Saya rasakan kerikan ibu sudah mulai kacau. Saya tahu ibu mulai terpengaruh oleh pemandangan di depannya. Ya.

Mustahil kalau tidak. Bagaimana pu dia perempauan biasa, dan saya laki-laki asing.

Saya pegang tangan ibu, saya bimbing dengan pelan dan cemas menuju penis saya. Saya taruh tangan itu di sana. Tak ada reaksi.

Tangan itu hanya diam. Saya berusaha menggerak-gerakan penis saya. Sekali waktu saya sentakkan.

“Bu..” saya mendesis dan menggerak-gerakkan pinggul saya.

Ibu sudah tak konsentrasi lagi di kerikan. Gerakannya sudah bukan lagi gerakan mengerik, tapi lebih menyerupai garukan.

Saya usap punggung ibu. Saya telusuri lekuk badannya. Dia mengenakan daster. Saya rasakan tali BH di punggungnya.

Saya jadi penasaran seperti apa rupa payudara perempuan 50 tahun. Ibu meremas-remas penis saya, mengocoknya perlahan.

Saya buka resluiting dasternya. Saya buka kancing BH-nya. Saya remas kulit punggung. Memang tidak sekenyal istri saya atau Rosi.

Tapi putihnya tetap membuat saya makin terangsang. Saya rebahkan tubuh ibu, saya cium pipinya, telinga, leher dan bibirnya.

Kami berciuman penuh nnafsu. Saya lepaskan dasternya di bagian atas. Hmm, payudara yang kendur.

Tapi apa peduli saya.

Saya telah dikuasai oleh nafsu.

Saya ciumi payudara itu, saya hisap, saya remas. Ibu menggeliat-geliat dan mengocok penis saya. Saya turukan CD-nya.

Ahh seperti apakah rupa memek perempuan 50 tahun? Seperti apakah rasanya?

Memek itu dibalut rambut yang amat lebat.

Sepintas tak ada bedanya dengan milik istri saya.

Sama-sama kenyalnya.

Perbedaan baru saya ketahu setelah penis saya menyentuh lubang vaginanya. 

Terasa kendurnya. Tetapi gerakan-gerakan yang dilakukan ibu memberikan efek yang fantastis bagi saya. Saya belum pernah merasakan yang seperti itu.

Istri saya seperti telah saya ceritakan, tidak enjoy dengan seks. Tampaknya seks adalah bagian dari kewajiban rumah tangga, sehingga persetubuhan kami pun lebih mirip formalitas.

Orgasme yang dia dapatkan tampakya tak pernah mengubah sikapnya terhadap seks.

Kini di bawah saya, ibu mertua seperti mengajarkan kepada saya, bagaimana seorang perempuan sejati di atas ranjang.

Penis saya seperti diputar-putar, diremas-remas oleh memeknya. Luar biasa. Saya lebih banyak diam.

Hanya bibir dan tangan saya yang bergerak ke sana-kemari, sedangkan bagian pinggul hanya diam menerima semua perlakukan ibu.

Ibu merintih-rintih, mengerang, lalu mendekap saya. Gerakannya makin hebat, membuat saya tak tahan lagi.

Saya menggenjot pinggul sekuat tenaga, dengan kecepatan penuh. Kedua kaki ibu menekan betis saya, bibirnya mencium dan mengisap leher saya. Lalu diciumnya

bibir saya dengan rakus. Hampir digigitnya. Dan srrt srtt srtt sperma saya memancar di dalam vaginanya. Saya tahu ini akan aman bagi rahim ibu. Senyap di dalam kamar.

Tubuh saya lemas, tapi pikiran jadi jernih.

Ibu bergegas membetulkan letak dasternya, mengenakan CD, dan menghilang dari hadapan saya.

Saya tertidur. Malas mau ke kamar mandi.

Peristiwa itu membuat hubungan saya dengan ibu menjadi kaku.

Ibu berusaha menghindari berdua dengan saya.

Beliau juga hanya bicara seperlunya. Tampaknya beliau amat terpukul atau malu. Saya sendiri berusaha bersikap wajar.

Apa yang telah terjadi antara saya dengan Mbak Maya dan Rosi telah mengajarkan saya bagaimana bersikap wajar setelah terjadinya skandal.

Beda dengan ibu dan Mbak Maya yang berubah drastis. Mereka cenderung murung.

TAMAT

Monday, November 16, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Ngentot Mama Part 2


Kumpulan Cerita Dewasa - Beberapa saat kemudian, tanganku kupindahkan ke vaginanya dan klitoris Mami kugosok-gosok dengan jariku.

Hal ini membuat kocokan tangan Mami di batang kemaluanku semakin cepat, membuat nafasku semakin tidak teratur dan nafas Mami kembali terengah-engah.

Setelah beberapa menit berciuman dan nafas kami berdua sudah tidak beraturan lagi, secara perlahan Mami menghentikan kocokan di penisku, dan menghentikan ciumannya serta terus berbisik di dekat telingaku.

“Iwaan, Mamiii sudaaah… nggak.. tahaaan Waan.. toloong.. punyanya Waan.. dimasukin.. ke Mamii.., Waaan. Ayoo.., Waan..!”

Mendengar kata-kata Mami ini, nafsuku semakin menjadi-jadi, tapi perasaanku juga semakin bingung, karena sempat terpikir Mami kan istrinya Papaku dan Mami walau bukan Mama kandungku, tapi sekarang kan telah menjadi Mamaku.

Aku berusaha melawan kebingungan ini, dan tersentak dari lamunanku ketika mendengar Mami kembali agak berbisik dengan suara yang sedikit menghiba.

“Iwaan.. ayoo.. Sayaaang.. tolongiin.. Mamii.. Waaan..!”

Dan seperti tanpa berpikir, aku menjawab sekenaku, “Maam.. boo..leeh.. Maam..?” tanyaku, dan kulanjutkan pertanyaanku karena masih ragu, “Nggak..apa-paa. Maam..?”

“Ii.. yaa.. Sayaang.., boleeh.. boleh.., Waan.” jawab Mami sambil mencium bibirku.

“Siniii.. Sayaang..!” kata Mami sambil menarik badanku.

“Coba posisikan badanmu di atas Mami,” lanjutnya.

Aku segera bangun dan kunaiki badan Mami pelan-pelan.

Dan setelah aku berada di atas badan Mami, kurasakan Mami membuka kedua kakinya lebar-lebar.

“Sinii.. Waaan, Mami bantu..,” kata Mami sambil memegang batang kemaluanku dan dibimbingnya ke arah vagina Mami.

Aku hanya menurut saja apa yang dikatakan Mami, maklum aku masih terlalu buta, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku.

“Sudaah, Waan, sekarang tekan pantatmu pelan-pelan..!” perintah Mami dan kuikuti permintaan itu dengan menekan pantatku pelan-pelan.

Tapi baru saja sedikit aku menekan pantatku, penisku terasa seperti tertahan di vagina Mami, dan mendadak tangan Mami menahan gerakan turun pantatku dan berbisik sambil sedikit meringis.

“Aduuh.. Waaan, tahaan duluuu.. saa.. kiit… Waan.”

Kuhentikan tekanan pantatku dan kuangkat sedikit ketika mendengar keluhan Mami.

“Iwaaan.. pelan-pelan yaa Sayaang.

Sudah lama Mami nggak begini.. dengan Papamu, apalagi… punyamu… itu besaar sekali, lebih besar dari punya

Papamu..,” kata Mami lemah tapi membuatku menjadi sangat bangga karena punyaku dikatakan Mami masih lebih besar dari punya Papa.

“Sekarang.. gimana Maaam..?” tanyaku tidak sabar ingin segera memasukkan penisku ke dalam liang senggama Mami.

“Waan..,” kata Mami lagi, “Coba naik turunkan pantatmu pelan-pelan, dan nanti kalau pantatmu Mami tahan, berarti kamu harus tarik pantatmu ke atas, dan waktu pantatmu nggak Mami tahan, kamu boleh tekan lagi.

Beberapa kali.. sampai nanti kamu bisa rasakan sendiri kalau punyamu sudah masuk ke dalam punya Mami, bisaa.. kan Waan..?” kata Mami sambil mencium bibirku.

“I.. yaaa Maam, Iwan coba sekarang.. yaa.” jawabku.

Lalu kuikuti pelajaran yang diberikan Mami.

Tapi ketika pantatku kutekan, sering kulihat wajah Mami sedikit meringis seperti menahan rasa sakit.

Setelah beberapa kali kunaik-turunkan pantatku pelan-pelan, suatu saat pantatku malah ditekan agak keras oleh kedua tangan Mami dan terasa batang kemaluanku seperti terjeblos ke dalam lubang.

“Bleess..” dan kudengar Mami agak berteriak, “Aaacchh.., Iwaan..,” sambil seperti menahan nafasnya.

Karena kaget dengan teriakan Mami, kutahan gerakanku dan kudiamkan sebentar sambil menunggu reaksi lebih lanjut dari Mami yang saat ini sedang memejamkan matanya.

Tapi baru saja aku mau berpikir apa yang akan Mami lakukan atau katakan, terasa batang kemaluanku seperti tersedot-sedot dan dipijat-pijat.

Sedotan dan pijatan di penisku ini terasa sangat kuat sekali, dan terasa sangat enak.

Karena rasa sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa begitu nikmat, secara tidak sadar aku kembali menekan penisku masuk.

“Bleess..!” dan kembali kudengar Mami sedikit berteriak, “Waan.., aarrchh.. saakiiit,” sambil kedua tangan Mami sedikit mendorong pantatku.

Terpaksa kuhentikan tekanan penisku, tapi kurasa penisku sudah masuk semuanya ke dalam liang senggama Mami sambil menunggu reaksi Mami.

Tidak lama kemudian, tangan Mami menekan pantatku dan kurasakan kembali sedotan-sedotan dan pijatan-pijatan yang sangat kuat di batang kemaluanku.

Karena rasa enak ini, secara tidak sadar aku mulai menaik-turunkan pantatku pelan-pelan sehingga penisku naik turun di dalam lubang vagina Mami, dan Mami pun mulai menggerakkan pantatnya naik turun mengikuti irama pergerakan penisku yang naik turun.

Mami mulai mengeluarkan desahan-desahan.

“Waaan… teeruuss… Sayaaang.. aachhh.. enaaak.. Waan.. aduuuh.. enaak… Waan.”

Kurasakan batang kemaluanku begitu hangat di dalam vagina Mami yang sangat basah, sehingga setiap kali tedengar bunyi, “Ccrreeet.. creett..”

Hal ini membuatku semakin mempercepat gerakan penisku naik turun.

Tidak sadar terucap, “Maaam… Iwaaan.. jugaa.. enaaak.. Maaam, ayoo Maam..!” sambil kedua tanganku mencengkeram kepala dan rambut Mami.

Beberapa menit kemudian, kurasakan gerakan badan dan pantat Mami semakin liar dan semakin cepat, serta kedua tangannya mencengkeram kuat di punggungku.

Tiba-tiba kedua kaki Mami dilingkarkan kuat-kuat di atas pantatku dan memeluk badanku kuat-kuat sambil berteriak cukup kuat.

“Waaan, Mamiii… nggaak.. kuaaat.. mauu.. keluaar.. aacrrhhh.. aacrhhh..” dan terus terdiam dengan matanya tertutup dan nafasnya memburu terengah-engah.

Melihat Mami terdiam dengan nafasnya yang terengah-engah itu, aku merasa kasihan dan segera kuhentikan gerakan penisku naik-turun, tapi dengan posisi batang kemaluanku masih terbenam semua di dalam liang senggama Mami.

Setelah nafas Mami mulai agak teratur. Mami membuka matanya dan segera mencium bibirku sambil berkata lirih.., “Iwaan, terima kasiih yaaa.. Sayaang.., Iwaan pintaar.. dan.. bisa muasin Mami.”

Kembali bibirku diciumnya, dan segera kujawab.., “Maaam.., Iwan nggak tahu.. Maam, tapi Iwan sayaang.. Mami dan Iwan… mauuu Mami senang.”

Setelah kami diam sejenak dengan posisi masih seperti tadi, lalu kuberanikan bertanya ke Mami.

“Maam, jadi sekarang sudah selesai..? Kalau begitu.. Iwan.. cabut.. ya.. Maaam..?”

“Jaangaan.. Waaan,” jawab Mami sambil mengencangkan pelukannya, “Sebentar lagi kita lanjutkan seperti tadi… sampai Iwan… mencapai klimaks,” sambung Mami.

“Klimaks gimana Maam..?” tanyaku tidak mengerti.

“Aduuh.. Iwaaan,” jawab Mami sambil memencet hidungku, “Nanti Iwan pasti tahu sendiri deh.

Nanti Iwan terasa seperti mau kencing, lalu Iwan coba tahan selama mungkin, lalu lepaskan kalau sudah tidak kuat, dan dari punyamu akan keluar air mani yang menyemprot,” lanjut Mami.

Aku hanya menjawab singkat, “Iyaaa.. Maaam, Iwan.. mengerti.”

Setelah kami diam sesaat, Mami lalu berkata, “Waaan, toloong cabut punyamu duluu Waan, Mami mau mengelap punya Mami supaya agak kering, biar kita sama-sama enak nantinya.

“Bener juga kata Mami,” kataku dalam hati, “Tadi memek Mami terasa sangat basah sekali.”

Lalu pelan-pelan batang kemaluanku kucabut keluar dari vagina Mami, dan kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan, “Maam, biar Iwan saja yang ngelap.. boleeeh Maam..?”

“Terserah kamuuu.. deh Waaan,” jawab Mami pendek sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar.

Aku merangkak mendekati vagina Mami, dan setelah dekat dengan kemaluan Mami, lalu kukatakan, “Iwan bersihkan sekarang yaaa.. Maaam..?”

Kudengar Mami hanya menjawab pendek, “Yaaa, boleeh Sayaang.”

Lalu kupegang dan kubuka bibir kemaluan Mami, dan kutundukkan kepalaku ke vaginanya.

Lalu kusedot-sedot klitoris Mami agak kuat dan pantat Mami tergelinjang keras, mungkin karena kaget.

“Iwaan.., kamu nakaaal.. yaaa.”

Hisapan dan jilatan kembali kulakukan di semua bagian kemaluan Mami, dan membuat Mami menggerak-gerakkan terus pantatnya.

Kedua tangannya kembali menekan kepalaku.

Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku seperti ditarik Mami.

“Iwaan.., sudaaah.. Sayaang…, Mami nggak tahaaan. Sini.. yaang..!”


Lalu kuikuti tarikan tangan Mami. Tanpa disuruh, aku langsung naik di atas badan Mami dan setelah itu kudengar Mami seperti berbisik di telngaku.

“Iwaan, masukiiin.. punyamu.. Sayang. Mami sudah nggak tahaaan.. Yaang..!”

Tanpa membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki Mami dan kutaruh di atas bahuku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi.

Sambil kupegang batang kemaluanku, kuarahkan ke vagina Mami yang bibirnya terbuka lebar.

Lalu kutusukkan pelan-pelan, sedangkan Mami dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat.

Karena vagina Mami masih tetap basah dan apalagi baru kujilat dan kuhisap-hisap, membuat kemaluan Mami semakin basah, sehingga sodokan penisku dapat dengan mudah memasuki lubang kemaluan Mami.

Untuk meyakinkan apakah penisku sudah masuk vagina Mami apa belum, sambil tetap kutusukkan penisku, aku bertanya, “Maaam, sudaah.. maasuuk..?”

Kudengar Mami menjawab, “Iii.. yaaaa… Saayaang, teeruuskan.. yang dalaam..!”

Karena kurasa sudah benar dan Mami memintaku untuk lebih dalam, lalu kehentakkan batang kemaluanku agak kuat masuk ke dalam vagina Mami.

Mulai kuayunkan penisku keluar masuk liang senggama Mami dengan cepat, sehingga badan Mami bergoyang semua sesuai dengan ayunanku, serta kedua buah dada Mami juga bergoyang-goyang keras, sedangkan dari mulut Mami kudengar desisan.

“Sshh.. shh.. Waan.. teruuss.. Yaang.. shh.. aduuh.. enaak Waaan, teruus.. yang dalaaam… Yaang..!”

Karena tidak tahan mendengar ocehan-ocehan Mami, sehingga hal itu membuat nafsuku semakin meningkat.

Sambil mempercepat ayunan penisku keluar masuk vagina Mami, secara tidak sadar keluar dari mulutku,

“Maaam, sshhh… Maaam, Iwaaan.. juuga.. sschh.. enaak…”

Karena rasa enak yang tidak dapat kuungkapkan disini, makin kupercepat gerakan batang kemaluanku keluar masuk liang senggama Mami. Apalagi sesekali terasa penisku seperti tersedot-sedot atau terhisap oleh kemaluan Mami.

Lalu secara refleks tercetus dari mulutku, “Maaam.., sepertinya Iwaan.. sudah kepingin.. seperti yang.. Mamiiii.. bilang tadiii.. dicabuut.. yaa.. Maaam..?”

Sedangkan Mami, mungkin setelah mendengar kata-kataku barusan, lalu juga mempercepat semua gerakan badannya, dan juga melepas kedua kakinya dari bahuku serta memelukku kuat-kuat sambil berkata tersendat-sendat.

“Iwaan, jangaan.. Yaang.., jangan..! Biakan.., Mamiii.. jugaa. sudah mau keluaar Yaang..! Ayooo.. kitaaa.. samaa.. samaa Yaang..!”

Aku sudah kehilangan kesadaran karena keenakan dan apalagi mendengar kata-kata Mami yang cukup merangsang ini.

Lalu, “Maam..!” teriakku agak panjang sambil kepala dan rambut Mami kuremas dan kujambak kuat-kuat.

Bersamaan dengan teriakanku, Mami pun tiba-tiba berteriak cukup keras sambil kedua kakinya dilingkarkan kuat-kuat ke pantatku dan rambutku di remas-remasnya.

Aku dengan nafas terengah-engah, tertelungkup lemas di atas badan Mami.

Dan Mami pun kulihat lemah lunglai dengan nafas terengah-engah sambil menutup kedua matanya, berusaha menenangkan diri dengan mengatur nafasnya.

Setelah nafasku agak teratur, kucium bibir Mami lalu kubisikkan di telinga Mami.

“Maam.., terimaaa kasih Maam, Iwaan.. sayaang Mamii,” kataku sambil kembali kucium bibir Mami, sedangkan Mami tetap masih memejamkan matanya dan nafasnya sudah kembali teratur.

Ia menjawab, “Iwaan.., Mami puaas Sayang.

Terima kasiih Waan,” katanya sambil memiringkan badannya sehingga posisi kami sekarang menjadi tiduran saling berhadapan dan penisku yang terasa masih tegang itu masih tetap berada dalam liang senggama Mami.

Beberapa saat kemudian sambil saling memandang dan berpelukan, kutanyakan pada Mami, “Maam.., punya Iwan boleh Iwan cabut..?”

Mami sambil memencet hidungku menjawab, “Jangan dulu Sayang. Biarin dulu di dalam punya Mami.

Mami masih kepingin merasakan punyamu yang besar itu.”

“Coba deh Waan. Coba Iwan kocok keluar masuk punya Iwan, biar Mami bisa merasakan enaknya punyamu,”

katanya lagi sambil salah satu kaki Mami diangkatnya dan diletakkan di atas pinggulku.

Tanpa menunggu kata-kata Mami lainnya, lalu kumulai memaju-mundurkan pelan-pelan batang kejantananku ke dalam vagina Mami.

Mami kulihat memejamkan matanya seperti sedang menikmati gesekan-gesekan penisku yang keluar masuk lubang kemaluannya.

Tapi setelah beberapa saat, kurasakan dalam posisi miring ini sepertinya masuknya kemaluanku ke dalam vagina Mami terasa kurang dalam.

Lalu, secara perlahan kudorong bahu Mami sehingga telentang.

Dan bersamaan dengan doronganku, kunaiki tubuh Mami, sehingga batang kemaluanku yang ada di dalam vagina Mami tidak sampai terlepas.

Mami sepertinya mengerti kemauanku, dan sepertinya malah membantuku dengan memeluk badanku rapat-rapat serta membuka kakinya lebar-lebar.

Lalu kuayun penisku perlahan-lahan keluar masuk kemaluan Mami.

Karena Mami masih diam saja, dan tetap masih menutup kedua matanya, lalu kutanyakan sambil berbisik di dekat telinganya.

“Maaam.., gimana Maam, enaaaak apa nggak punya Iwaan..?

Kulihat Mami membuka matanya, lalu mencium bibirku serta terus berbisik.

“Wan.., teruuskan… Saayaang, Mami menikmatinya Wan,

Setelah Mami selesai menjawab pertanyaanku, kurasakan Mami mulai mengerakkan dan memutar pantatnya perlahan-lahan.

Karena Mami mulai menggerakkan pantat atau pinggulnya lagi, kuputuskan untuk menghentikan gerakan kemaluanku keluar-masuk dengan posisi penisku sudah masuk semua ke dalam liang senggama Mami.

Ingin merasakan enaknya gerakan Mami, tapi mungkin karena merasakan, aku sekarang diam, Mami ikut berhenti juga dan membuka matanya lalu memandangku sayu seperti bertanya.

“Kenapa diam.. Wan..?”

Agar Mami tidak bertanya lebih lanjut, lalu kukatakan di telinga Mami, “Maam.., Iwan diam karena kepingin merasakan sedotan dan pijatan seperti tadi Maam.”

Mami hanya tersenyum dan dipegangnya kepalaku, lalu diciumnya pipiku sambil berbisik, “Waan.., kamu mulai nakal.. yaa..? Niih.. Mami.. kasih.. apa yang Iwaan minta..!” lanjut Mami sambil memeluk badanku.

Tidak lama kemudian, terasa batang kemaluanku seperti disedot-sedot dan dipijat-pijat, mulai dari lemah, makin kuat dan kuat, sehingga secara tidak sadar aku berbisik agak keras.

“Maam.., enaak.. enaak.. Maam… Aduh enaak.. aahh.. enaak.. Maam,”

Karena sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa semakin kuat, secara tidak sadar kumulai lagi mengocok penisku keluar masuk vagina Mami. Mula-mula pelan, lalu kupercepat.

Karena enaknya, aku langsung bilang, “Maam.., enaak Maam.. Iwaan… mau lagi Maam. Ayoo Maam..!”

Mungkin karena melihatku mulai bernafsu lagi, Mami langsung mulai menggerakkan pinggulnya lagi yang makin lama makin cepat. 

Selang beberapa lama, aku merasakan kalau air maniku sudah mau keluar, tapi kucoba menahannya selama mungkin.

Tiba-tiba, “Mami.., Maaam.., Iwaan sudaah mau keluar..”

Mendengar bisikanku ini, kurasakan gerakan pinggul Mami semakin cepat dan pelukan tangannya di badanku juga semakin keras.

“Waan.., Mami juga sudah dekat Waan… Ayoo Waan.. sama-sama..!”

Belum sampai Mami menyelesaikan kata-katanya, aku berteriak agak keras, “Mamii.. Iwaan keluar.. ahh..,” sambil kubenamkan seluruh batang kemaluanku kuat-kuat ke dalam vagina Mami.

Bersamaan dengan teriakanku itu, kudengar Mami pun berteriak cukup kuat, “Iwaan.., Maamii keluaar.. jugaa.. Ayo Wan, cepaat.. archh..!”

Dengan nafas tersengal-sengal, kutelungkupkan badanku yang lemas itu di atas badan Mami, dan Mami juga dengan nafasnya yang terengah-engah, tergeletak seperti tidak bertenaga dengan kedua tangannya terkapar di samping badannya.

Setelah nafasku sedikit teratur, kucabut batang kemaluanku dari dalam liang senggama Mami.

Kujatuhkan badanku tiduran di samping Mami, dan terdengar Mami berbisik, “Terima.. kasiih.. yaaa.. Sayang..!”

Dan setelah berhenti sejenak, sambil mencium pipiku, Mami berkata lagi, “Waan.., ini hanya kita berdua ya yang tahu, Papamu atau adikmu jangan sampai tahu ya Wan.”

Supaya hati Mami tenang, lalu kujawab, “Maam, Iwan akan jaga itu.., terima kasiih ya Maam,” sambil kucium pipi Mami.
Aku terus bangun dan mandi bersama Mami di kamar mandi Mami.

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Bejat Mamiku Part 1


Kumpulan Cerita Dewasa - Aku Iwan, masih kelas 3 di salah satu SMU di Jakarta Selatan dan tinggal bersama Papa dan Mami serta adikku Ita yang sekolahnya sama dengan sekolahku, hanya Ita masih duduk di kelas 1 dan masuk siang, sedangkan semua kelas 3 kebagian masuk pagi. Di rumahku juga ada seorang pembantu yang agak tua. Perlu diketahui, Mama kandungku telah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat sakit, dan Papaku mengawini adiknya Mama kira-kira setahun yang lalu. Aku serta Ita memanggilnya Mami yang sebelumnya memang sudah kami kenal dengan baik. Habis dia kan tanteku juga.

Mami ini dicerai oleh suaminya, dengar-dengar sih katanya karena sudah kawin 4 tahun tapi belum punya anak. Nah, mungkin Papa merasa sudah duda serta tanteku sudah janda dan apalagi mereka sudah kenal baik sebelumnya, jadilah mereka kawin.

Nah, ceritaku ini terjadi kira-kira 3 minggu yang lalu di siang hari ketika aku pulang dari sekolah. Setelah ganti dengan celana pendek dan kaos singlet saja, aku langsung makan yang telah disediakan oleh Pembantu. Setelah selesai makan, aku bermaksud ke ruang tamu mau mendengerkan lagu-lagu dari Laser Disc. Tetapi sewaktu melewati kamar Papa dan Mami yang pintunya agak terbuka sedikit, kudengar suara-suara yang agak aneh dan berisik. Karena ingin tahu suara apa itu, kuhentikan langkahku dan kuintip dari pintu kamar Papa dan Mami yang agak terbuka sedikit tadi. Ternyata Mami sedang duduk membelakangiku dan sedang melihat TV.

Setelah keperhatikan lebih cermat, ternyata Mami sedang nonton film blue dari Laser Disc. Dan kuperhatikan lagi, tangan kiri Mami bergerak maju mundur di sekitar bagian pahanya. Mamiku ini walau sudah agak berumur kira-kira 37 tahun, tapi aku sangat bangga, karena banyak mata yang mengaguminya kalau kami sedang jalan-jalan di Mall, mungkin karena Mami agak seksi dan warna kulitnya yang putih bersih serta bentuk dada yang menonjol serasi. Itu komentar yang pernah kudengar dari beberapa orang temannya Mami.

Mami yang sedang nonton TV itu mengenakan baju atau daster merah muda tipis dan sangat minim, habis sih pahanya hampir kelihatan semua, bulu ketiaknya yang lebat kelihatan juga. Sayangnya Mami menghadap ke depan, sehingga yang terlihat hanya punggungnya yang putih bersih. Karena selama ini aku belum pernah melihat film seperti itu, lalu kuputuskan untuk melihatnya terus dari celah pintu itu dan melihat adegan demi adegan. Batang penisku tidak terasa menjadi tegang sekali.

Saking asyiknya nonton sambil berdiri, ditambah nafsuku makin meninggi, tidak terasa berdiriku menjadi tidak tenang dan dengkulku menyenggol pintu kamar Mami dengan keras. Tapi dengan cepat aku mundur menjauhi pintu.
“Iwaaan.., kamukah itu..?” kudengar suara Mami memanggilku, tapi aku tidak menjawab.
“Iwaaan.., sini.. doong.. naaak..!” kudengar kembali Mami memanggilku.
Karena tidak enak, lalu aku kembali menuju pintu kamar Mami dan kujawab, “Ada.. apa.. Mam..?” sambil kuperlihatkan kepalaku.
“Sini.. Wan..!” kata Mami sambil melambaikan tangannya dan film blue tadi masih terus berjalan.

Karena ingin melanjutkan nonton film tadi, lalu aku masuk kamar Mami dan Mami melanjutkan kata-katanya.
“Wan, sini.., duduk dekat Mami, Mami tahu kok kalau Iwan pingin nonton film itu kan..?” lanjut Mami sambil menunjuk TV.

“Sini.. Wan.. kamu sudah besar.. Sudah seharusnya kamu juga tahu.”
“Maaf ya Mam, saya telah mengganggu Mami,” kataku.
“Aaahhh.. kamu ini,” kata Mami. “Sudahlah, duduk sini.. kita nonton sama-sama,” lanjut Mami sambil mencium pipiku.

Perasaanku menjadi tidak karu-karuan bercampur malu ketika pipiku dicium Mami, apalagi tercium bau minyak wangi yang dipakainya terasa harum menusuk hidungku, sehingga nafsuku makin menjadi-jadi. Setelah beberapa saat hanya diam saja dengan mata kami tetap tertuju ke arah TV, tiba-tiba aku dikejutkan dengan pertanyaan Mami.
“Waan, kamu.. tadi sudah lama ya..nya dari pintu..?”
“I… ya Mam,” jawabku malu tanpa menengok Mami.
“Jadi.. Iwan.. tahu.. Mami.. lagi ngapain..?” tanya Mami lagi dan lagi-lagi hanya kujawab pendek dengan tanpa menoleh ke Mami.

“Waaan..,” kembali Mami memanggilku, tapi kali ini suaranya terdengar agak lain.
Dan ketika kuberanikan menatap wajah Mami, kulihat kedua mata Mami agak berair.
“Waan, Iwan. Jangan sampai salah.. yaaa, Mami sering nonton film seperti ini bersama Papamu, yaaah.. Mami sangka Mami bisa mengembalikan kondisi Papamu kembali. Tapi.., sampai saat ini masih belum.”
“Lho.., memangnya Papa kenapa Maaam..?” tanyaku karena betul-betul aku tidak mengerti apa yang dimaksud Mami.

“Aduuh.., Iwaaan gimana sih menjelasinnya sama kamu..? Kok kamu sepertinya nggak ngerti sama sekali,” kata Mami.
“Betuuul Mam..” jawabku, “Iwan betul-betul nggak ngerti.. kenapa sih dengan Papa..?” tanyaku kembali.
Lalu Mami menggeser duduknya mendekatiku sehingga sekarang Mami duduknya sudah menempel denganku, sehingga bau wangi Mami terasa sekali dan membuat penisku yang dari tadi sudah tegang karena lihat film menjadi lebih tegang lagi.

“Waaan,” kata Mami perlahan, “Papamu sudah kira-kira enam bulan ini.., ininya.. (sambil tiba-tiba tangan kanannya meremas batang kemaluanku) nggak bisa bangun.”
“Aaahhh.. Mami.” sahutku sambil berusaha melepaskan tangan Mami dari penisku, walaupun rasa penisku berdenyut enak, tapi aku berusaha melepas tangan Mami, karena malu dan apalagi selama ini belum pernah penisku dipegang oleh orang lain.
“Waaan, Mami kan masih kepingin. Tapi.. yaaahh.. karena punya Papamu nggak bisa bangun, jadi.. terpaksa Mami melakukan seperti yang Iwan lihat tadi.

“Maaam, Mami kepingin apa sih.. dan tadi.. Iwan.. nggak lihat jelas.., Mami.. tadi ngapain sih..?” tanyaku lebih berani.
“Waaan, Mami kan masih kepingin seperti yang di TV itu lho.. dan.. ini.. lho.. Waan,” sambil tangannya mengambil sesuatu dari bawah bantal dan diperlihatkan padaku.
Setelah kulihat, ternyata manian yang berbentuk penis. Oh.., rupanya itu yang tadi dimaju-mundurkan. Lalu kami berdiam sejenak dan kembali melihat TV yang adegannya semakin seru.

“Waan..,” tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilan Mami.
“Yaa.. Maaam,” kujawab sambil menengok ke arah Mami.
“Waan, boleh… Mami… lihat punyamu..? Mami rasakan tadi kok.. punyamu… besar betul dan.., keras lagi..?” lanjut Mami.
“Maam, jangan.. aaahh.. Maaam, Iwan.. maluuu.., apalagi nanti ada orang lain yang.. lihat,” jawabku sekenanya.
“Lhooo.., kok sama.. Mami sendiri maluuu..? Disini kan cuman kita berdua. Waaan, boleh yaa.. Waan..?”
Dan tanpa menunggu jawabanku, bahuku didorong Mami hingga rebah di tempat tidur, dan Mami dengan cekatan membuka resleting celana pendekku dan menarik turun bersama CD sampai terlepas dari badanku.

“Aduuh… Waan, besar betul punyamu ini,” komentar Mami sambil memegang batang kemaluanku dan memijatnya pelan.
Aku hanya memejamkan mataku sambil menikmati enaknya penisku yang sedang dipegang Mami.
“Waaan.., Mami enakin seperti yang di TV.. yaa..?” kata Mami lagi, dan kudiamkan saja pertanyaan Mami sambil menunggu dan ingin tahu apa yang akan dilakukan Mami.
Tiba-tiba.., “Huuub..,” penisku yang berdiri tegak itu telah masuk semuanya ke dalam mulut Mami dan sangat terasa sekali ketika Mami mulai menghisap dan mengocok maju mundur dengan mulutnya.
“Maaam.. Maam.. eenaak.. Maaam.. eenaak.. Maam..,” tidak terasa aku berkomentar seperti itu karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dari mulut Mami yang tersumpal dengan batang kemaluanku hanya terdengar bunyi, “Hhhmm.. hhm.. hhmm..,” sambil tangannya mempermainkan kedua biji kemaluanku.

Batang kemaluanku terasa seperti tersedot-sedot, dan kadang terasa lidah Mami mengenai kepala penisku dan menambah keenakan yang pertama kali kualami, dan secara tidak sadar kepala dan rambut Mami kuremas-remas dengan kedua tanganku sambil sesekali kutekan kepalanya, sehingga seluruh batang kemaluanku terasa masuk semua ke dalam mulut Mami.

Beberapa menit kemudian, Mami melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dan datang menghampiriku sambil mencium pipiku dan berbisik di dekat telingaku.
“Waan, enaaak… Waan..?”
Karena memang aku menjadi keenakan, dan apalagi ini menjadi pengalaman pertamaku, kujawab dengan jujur. 


“Iyaa.. Maaam.., enaak sekali rasanya.”
Lalu kudengar Mami berbisik lagi, “Iwaan.., sekarang.. Iwan mau kan tolongin Mami..?”
Karena aku benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksudkan Mami, langsung saja kutanyakan, “Maam, tolongin.. apaan..?”
“Aduh.. Waan,” kata Mami lagi seperti keheranan.
“Itu.. lho Waan.. tolong ciuum tetek Mami seperti yang Iwan lihat di TV itu..!” kata Mami sambil melepaskan dasternya sambil terus tiduran.
Sekarang baru kulihat dari dekat payudara Mami yang sangat putih dengan kepala susunya yang kecoklatan. Karena nafsuku sudah meninggi dan ingin segera mencoba apa yang kulihat di TV tadi, tanpa menjawab kata-kata Mami, langsung saja aku bangun dan mendekati payudara Mami. Pertama kucium payudara Mami kanan-kiri dengan kepalaku agak kutekan, lalu seperti yang kulihat tadi di TV, kujilati payudaranya dan sesekali kusedot puting susu Mami yang kecoklatan itu, dan mungkin karena keenakan, kudengar Mami berguman.
“Iwaan.. Waan teruss.. Waan.. enaak.. teruus.. Waan..!” sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.

Mendengar kata-kata Mami itu, nafsuku semakin meninggi dan berusaha mencoba membuat Mami lebih enak, apalagi kuingat bahwa Mami sudah enam bulan ini tidak pernah mendapatkannya dari Papa. Sedotan dan jilatanku di sekitar payudara Mami lebih kupergiat, apalagi sekarang tangan kanan bukan lagi meremas rambutku, tetapi sudah meremas dan mengocok batang kemaluanku. Sambil berguman, “Enaak.., Waan.. enaak. Teruuss Waan..!” dan kembali kedua tangan Mami meremas rambutku lebih kuat lagi.

Setelah beberapa saat, terasa remasan-remasan tangan Mami di kepalaku itu seperti diikuti dengan dorongan agar kepalaku turun ke bawah. Walaupun tanpa kata-kata dan masih ingat dengan adegan TV yang aku sempat tonton tadi, aku menjadi yakin kalau sekarang Mami menyuruhku untuk pindah dan mencium bagian vaginanya. Tanpa menunggu dorongan Mami lagi, kuturunkan badanku pelan-pelan sambil kujilati bagian badan Mami mulai dari perut, terus ke pusar dan terus turun ke bagian bawah pusar Mami, dan sekarang sudah sampai di kemaluan Mami yang masih tertutup dengan CD-nya. Tercium bau kemaluan Mami yang membuatku semakin bernafsu.

“Waaan..,” kudengar panggilan Mami dengan kedua tangannya masih tetap meremas-remas rambutku.
“Too.. loong.. buu.. kaa celananya Waaan..!” katanya lanjut.
Tanpa menunggu lebih lama, dan karena aku ingin melihat bentuk aslinya vagina itu seperti bagaimana, pelan-pelan kutarik turun celana dalam Mami. Ketika aku kesulitan menarik turun lebih lanjut karena terdindih pantat Mami, Mami mengangkat pantatnya sedikit, dan dengan mudah CD-nya kulepas.

Kulihat di hadapanku, vagina Mami yang sekelilingnya ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang halus. Tanpa ada yang menyuruh, lalu kucium dan kujilati di bagian belahan vagina Mami sambil mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi, sedangkan Mami segera menggerakkan pantatnya, dan kepalaku kembali diremas-remas dan ditekannya. Ketika aku coba menjulurkan lidahku menusuk belahan kemaluan Mami, terasa lidahku terkena cairan dari dalam vagina Mami yang agak asin, sedangkan kedua kaki Mami secara perlahan-lahan direnggangkan.

Karena tidak sabar, kubantu membuka kedua kaki Mami sehingga sekarang kakinya terbuka lebar, dan aku berada di tengah. Dan karena aku ingin tahu lebih jauh tentang vagina, apalagi baru kali ini kulihat dari jarak sangat dekat, maka kugunakan kedua tanganku untuk membuka belahan kemaluan Mami. Kulihat dengan jelas di bagian atas ada seperti daging menonjol berbentuk seperti kerucut dan ada lubang kecil, dalam pikiranku mungkin ini yang disebut orang klitoris. Sedangkan di bagian dalam vagina Mami, semuanya berwarna kemerahan dan basah oleh cairan. Agak ke bawah lagi terlihat ada bagian yang berlubang sebesar jari kelingking.

Melihat semua isi kemaluan Mami, aku jadi teringat pelajaran Anatomi yang diajarkan di sekolah. Melihat ini semua, nafsuku semakin meninggi dan tanpa ada yang menyuruh lagi dan karena aku baru saja dapat pelajaran dengan melihat film blue barusan, lalu sambil masih memegangi kedua bibir kemaluan Mami, kujilat dan kuhisap klitoris Mami. Tiba-tiba Mami menggelinjang kuat sambil kedua tangannya meremas rambutku makin kuat dan berguman agak kuat.

“Iwaan.. arrchh.. uuuu.. Waan… aarcchh.. enaak Waan.. teruu.. ss.., aarrchh.. aduuh Waan.. enaakk… teruus..!” kudengar Mami mengoceh terus dan membuatku makin bersemangat menghisap dan menyedot seluruh bagian kemaluan Mami.
Dari mulai bibir kemaluan, klitoris, bagian dalam, sampai semuanya kutusuk-tusukkan lidahku ke lubang yang ada di vagina Mami. Inilah mungkin yang membuat gerakan pantat Mami semakin menggila dan terus-terusan mengoceh.

“Aduuh.., Waan.. enaak.. teruuus.., archh.. enak Waan, aduh.. Waaan.. Mamiii.. mauu.., sampee.., aarchh..!”
Kedua kaki Mami sudah melingkar kuat di atas punggungku, dan kepalaku ditekannya kuat-kuat ke dalam vaginanya, sedangkan seluruh wajahkuku sekarang penuh dengan cairan-cairan yang keluar dari vagina Mami, tapi tidak kuperdulikan, habis.. enak sih. Setelah itu ocehan Mami berhenti, dan badan Mami pun terlihat lemas lunglai, dan yang terdengar hanyalah suara nafasnya yang cepat seperti habis lari marathon.

Melihat Mami seperti itu, aku yakin kalau Mami baru saja mencapai puncaknya. Karena kasihan melihat Mami yang sedang terengah-engah kecapaian, kuhentikan jilatan dan sedotan mulutku ke liang senggama Mami, dan kuletakkan kepalaku di paha Mami dan kuelus-elus kemaluan Mami sambil menunggu apa yang akan diminta oleh Mami lagi. Setelah kudengar nafas Mami mulai agak teratur, kurasakan kedua tangan Mami yang masih memegang kepalaku itu berusaha menarikku ke atas sambil berkata lirih.
“Iwaan.. kesiniii… Sayaaang..!”
Aku segera merangkak, menghampiri Mami yang masih tiduran telentang.

Mami sambil menggeser badannya sedikit, melanjutkan kata-katanya, “Siniii.. Waan… tiduran di samping Mami.”
Dengan perasaan kurang enak, malu dan lain sebagainya, aku berusaha menenangkan diri dan tiduran di samping Mami. Mami segera merangkulku dan terus mencium pipiku, dan terus seperti berbisik di dekat telingaku.
“Waan.., kamuuu.. kok.. pintar betul tadi.., Iwan sudah pernah yaaa.. sebelumnya..?”
“Dengan.. pacarmu yaa..?” sambung Mami lagi.
“Beel..uumm.. Maam, swear..,” kataku cepat, “Kan.. belajar dari.. film yang Mami putar tadi.”
“Oohh.., berarti Iwan murid yang cerdas doong,” puji Mami sambil tetap memelukku dan kembali mencium pipiku.
Agar Mami agak senang, kucium juga pipinya, dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu bibirku telah dicium Mami.

Kalau soal ciuman, kuakui aku memang pernah mencium pacarku, jadi ketika lidah Mami menjulur masuk ke mulutku, pelan-pelan kuhisap lidahnya. Mungkin karena lidahnya kusedot, Mami langsung menjadi beringas dan memelukku erat-erat. Ciumannya semakin hot dan tentu saja aku tidak mau mengecewakan Mami, apalagi tangan Mami yang satunya sudah mengocok-ngocok penisku, jadi kuimbangi ciuman Mami sambil salah satu tanganku kuremas-remaskan ke payudara Mami.

BERSAMBUNG