Saturday, June 6, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Perselingkuhan PNS


Kumpulan Cerita Dewasa - Sebuah kisah seks dewasa yang dituturkan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tentang petualangan atau pengalaman seksnya yang luar bisa dengan seorang penari di Bali. Menarik untuk kita baca sebagai sebuah pengalaman yang menggairahkan untuk dijadikan bahan rujukan maupun fantasi seksual. Berikut adalah selengkapnya cerita dewasa seks PNS.

Liburan Wisata Romantis Bali Perkenalkan Namaku Ramli seorang PNS, untuk kerahasiaan aku tidak akan menuliskan tahun terjadinya peristiwa ini dan nama asli. Namun cerita ini adalah benar adanya. Bulan November aku mengikuti prajabatan PNS, yah tak ada yang kukenal di prajabatan ini, karena itu aku berusaha untuk mencari teman sebanyak-banyaknya. Pagi itu adalah jam pertama, aku duduk di bangku kelas bagian tengah, kulirik kiri dan kanan. tak ada yang kukenal, namun ada satu yang menarik perhatianku, seorang gadis cantik duduk tak jauh dariku, dia nampak ramah dan selalu tersenyum, kulitnya sawo matang, namun bagiku dia terlihat yang paling cantik di kelas. Dia lalu memperkenalkan diri.

“Nama saya Sari, aku guru tari Bali, nama kamu siapa? kok ngeliatin terus sih?”
Aku jadi salah tingkah, lalu aku menjawab,

“Maaf ya mbok Sari, nama saya Ramli, abis ga ada yang dikenal sih…”
“Sekarang kan udah kenal,emang umur kamu berapa? kok manggil mbok”
“25 mbok, emang kenapa?”
“oh, emang bener kamu manggil aku mbok, umur aku 28.”
“Oh…”

Meskipun dia bilang umurnya 28 tapi dia tidak terlihat setua itu, perawakannya lebih pendek dari aku dan badannya sintal. Sejak perkenalan itu kami sering ngobrol berdua pada waktu prajabatan selama 2 minggu itu, smsan dan telpon-telponan, dia juga sering ditengok sama cowok yang sama temen-temen aku dipanggil raksasa, Dedy bilang sih itu tunangannya, aku kesel juga tapi apa daya aku cuma bisa senyum, tapi memang pada waktu itu aku belum merasakan apa-apa.

Pada waktu sehari sebelum penutupan dia bilang begini,
“Ramli, nanti abis penutupan kita jalan-jalan yuk!?”
“ayuk”, kataku dengan senang hati, “emang mau kemana mbok?”
“yah, ke bioskop atau kemana gitu.”
“oke..”

saat itu tiba, aku dah siap-siap untuk penutupan dan tak lupa aku membawa pakaian ganti, begitu selesai penutupan kami pergi ke bioskop, kami nonton dan sengaja memilih bangku paling pinggir, entah kenapa aku mulai berpikiran kotor, lalu aku memeluk dia, dia tidak menolak. Lalu aku beranikan diri untuk mencium dia, dia malah menyambut ciumanku dengan hangat. Kami berciuman lama sekali, aku melumat bibirnya dengan penuh nafsu, setelah beberapa menit dia berkata,

“ternyata perasaan gak bisa bohong ya.”
“iya…”

Aku tak ragu lagi untuk memeluk dan menciumnya bahkan aku berani memegang payudaranya dari dalam bajunya sementara dia juga memegang dadaku, akhirnya kami selesai nonton film lalu aku berkata,

“Sari..putusin cowok kamu ya, trus nikah ma aku.”
“Ga bisa mas, aku ma dia dah lebih dari pacaran kami dah biasa begituan, tinggal dibantenin aja kami dah jadi suami istri…”

Aku kecewa dan marah tapi ga bisa apa-apa, akhirnya aku bilang,
“Terserah.”

Aku tidak pernah ngehubungi dia selama beberapa hari, akhirnya aku berpikir normal aku tidak mungkin masuk ke dalam kehidupannya, yah… aku akhirnya menghubungi dia lagi dan kami ngobrol seperti biasa tanpa ada masalah lagi dan pada suatu saat dia mengajak aku makan di ayam wong Solo.

Aku sebagai orang yang lebih miskin dari dia jelas tidak menolak. Kami pergi kesana terus kami memesan meja di tempat bebas rokok yang sepi dan tertutup.

Setelah selesai makan, aku dan dia yang duduk bersebelahan menumpahkan rasa kangen. Kami saling mencium, saling melumat dan saling memegang. Aku berkata padanya,
“Sari, aku pingin buat cupang di leher kamu.”
“Coba aja!”
Aku mencoba menghisap lehernya untuk membuat cupang tetapi gagal, dia lalu tertawa sambil berkata,
“He… he… he… bukan gitu caranya, nih aku contohin”, dia mulai beraksi. Entah bagaimana caranya dia mengisap, yang jelas rasanya aku melayang-layang, aku cuma mendesah,
“Ah… ah…”

 KLIK DISINI

“Tuh kan, dah merah”, kata dia sambil menunjuk leher aku.
“Dasar… Sari, kita pulang yuk.”
“ayuk.”
Sari lalu membayar makanan sementara aku langsung menuju mobilnya. Sesampai di rumah, pikiranku kacau karena cupang itu, aku langsung nge-sms dia,
“Sari… aku kepingin cupangnya bukan di leher, aku pingin di dada, aku juga pingin buat cupang di dada kamu.”

Aku kira dia marah, tapi dia malah ngebalas,
“Ramli, aku sayang ma kamu, kalau kamu buat cupang di dadaku boleh kok, selain itu sebagai tanda sayang aku, aku pingin 3d.”
“Apaan tuh 3d?”, balasku.
“Diputer, Dijilat trus Dicelupin.”
“Hah!! Beneran? Atau becanda nih?”
“beneran, masak aku main-main.”

“Kapan kamu mau? Tapi aku belum pernah lho sayang, apa mesti pake pengaman?”
“Aku pinginnya ga pake, tapi kalau kamu ragu lebih baik pake aja, waktunya nanti aja kalau ada kesempatan, gimana?”
“Oke deh, met istirahat ya sayang…”
“Istirahat apaan aku kan harus nari di Hotel sayang, nanti kalau aku ga balas berarti aku masih sibuk atau ada si dia sama aku.”

“Ya deh, met kerja ya sayang.”
Yah, ini adalah jadwal harian dia, dia adalah seorang penari Bali dan kadang dia nari di hotel kadang malah sampai ke luar negeri.
Lama aku menunggu waktu itu, akhirnya aku mendapat kesempatan pelatihan 4 hari. Tetapi karena kecerdikan panitia pelatihan itu hanya 3 hari. Berarti aku hanya punya waktu 1 hari. Aku langsung nge-sms dia,
“Dina… besok ga ngajarkan? Kita laksanakan rencana kita yuk?”
“ayuk, nanti aku jemput dimana?”
“Jemput aku ditempat pelatihan di Jalan Hayam wuruk.”
“Oke!”

Besoknya aku sudah menunggu dia di tempat pelatihan. Beberapa menit kemudian dia tiba. Aku langsung naik ke mobilnya dan ganti baju di dalamnya. Aku yang udah nafsu lalu bilang,
“Kita mau kemana? ayuk”, Dina memakai baju yang agak ngepres di badannya, sementara di bagian bawah dia hanya mengenakan kain pantai, ketika aku lirik ternyata dia tidak mengunnakan apa-apa selain kain pantai dan tentu saja cd.
“Jangan gitu, kita makan dulu yuk…”
Kami lalu makan, selanjutnya kami menuju bungalow di Kuta, namun sebelumnya kami sudah membeli makan siang terlebih dahulu.

Sesampainya di kamar bungalow, dia lalu menutup pintu, aku yang udah nafsu langsung menyerbunya. Dia lalu berkata,
“Ga jadi ah…”
“Trus kita ngapain kesini?”
“ngobrol sambil tiduran.”
“Enak aja”, aku langsung menyerbu dia berusaha melepas bajunya dan kain pantainya, lalu dia bilang,
“Sabar dong sayang.” Dina lalu mematikan lampu, lalu menutup korden yang tadi belum tertutup, aku memang udah nafsu liat kemolekan dia jadi ga memperhatikan itu. Akhirnya aku menyerbu dia, kali ini aku tidak menemukan perlawanan berarti, dia udah siap. Aku mencium dia dengan nafsu, lalu melepas bajunya dan kain pantainya, tubuhnya kini hanya ditutupi BH dan CD. Dia lalu bilang,
“Ramli… Aku pernah dioperasi di payudara dulu ada tonjolannya.”
BHnya aku lepas lalu aku menciumi payudaranya dengan lembut,
“ehm… ehm…”

“Ramli… ka… mu… be….bbener lembut… ah ah ahh..”
Desahannya membuat aku bernafsu, lalu aku melepas bajuku dan celana ku sehingga aku telanjang di depan dia, CD diapun kulepas, dia lalu berkata,
“Ramli… pake kondom dulu ya sayang…”
Dia lalu memakaikan aku kondom, aku yang masih awam langsung saja memasukkan punyaku ke dalam vaginanya. Beberapa menit kemudian aku udah keluar, yah karena aku belum pengalaman, dia melepas kondomku dan berkata.

“Ga apa-apa kan baru pertama.”
Belum berapa menit nafsuku naik lagi. Aku langsung menyentuh payudaranya, kali ini dia lebih pintar dia lalu berkata,
“Ramli… sekarang kamu di bawah ya, aku yang di atas.”
aku rebah di bawah, dia pelan-pelan memasukkan penisku ke vaginanya,
“uh… enak sekali…”, aku mendesah.
Diapun mendesah,

“Ah… ah… nikmat sekali….ah… ah…”
Goyangannya betul-betul luar biasa, aku sampai merem melek, bodynya yang sintal bergoyang di atasku, aku memegang payudaranya sambil sesekali menciumnya,
“ah… nikmat sekali rasanya”, ditengah-tengah kenikmatan itu tiba-tiba dia mengejang dan melepaskan vaginanya sambil terengah-engah.
“Aku belum keluar kok dah selesai Dina?”
“Cape… dan kayanya dah keluar Ramli.”
Aku langsung menindihnya dan memasukkan penisku ke vaginanya dan mengocoknya dengan cepat karena tanggung pikirku, akhirnya,
“ah…”
Spermaku tumpah, aku langsung menarik penis ku keluar dan langsung mengeluarkan spermaku di perutnya. Dina lalu berkata,
“Sekarang gantian, aku yang belum keluar nih.”
“Yah…”

Aku lalu memasukkan jariku ke vaginanya dan mengocoknya.
“ah..ah…ah…ah…”, Dina mendesah keras.
“gimana Din, enak kan?”
“enak banget… ah…ah… ah…”

Tiba-tiba dia memeluk aku erat sekali sambil mencium dada aku hingga cupang.
Kamipun tertidur, dan sorenya pulang.
Kami masih kontak beberapa minggu, hingga ada satu kejadian jelek yang aku dan dia alami. Kami nonton di bioskop berdua dan disudut seperti biasa, selanjutnya kami berciuman, lalu tanganku bergerilya ke selangkangannya, tangan dia pun juga sama. Aku memasukkan tanganku ke vaginanya dan tangannya juga mulai mengocok penisku

“Ah… ah… ah…” Desahan kami berdua berirama.

Akhirnya tanganku terasa basah dan dia mengejang… Aku sama sekali belum keluar tapi film keburu selesai. Di perjalanan pulang akhirnya kami ribut, karena dia ingin pisah dariku dan kembali ke tunangannya. Aku berusaha membela diri tapi dia sudah berketetapan.
Akhirnya kami berpisah dan aku tidak pernah bertemu dengan dia sampai akhirnya dia menikah dengan tunangannya yang juga penari.

Kumpulan Cerita Dewasa Kisah Cinta Malam Pertama


Kumpulan Cerita Dewasa - Para netters sekalian, aku ingin sekali menceritakan Cerita Dewasa pengalaman hidup masa laluku kepada anda semua, mungkin ada di antara anda yang dapat mengobati perasaanku ini. Tetapi tolong jangan terobsesi dengan ceritaku ini.

ini berawal ketika di usiaku yang masih terbilang muda, 19 tahun, papaku waktu itu menjodohkan aku dengan seorang pemuda yang usianya 10 tahun lebih tua dari aku dan katanya masih ada hubungan saudara dengan keluarga mamaku.

Memang usiaku saat itu sudah cukup untuk berumah tangga dan wajahku juga tergolong lumayan, walaupun badanku terlihat agak gemuk mungkin orang menyebutku bahenol, namun kulitku putih, tidak seperti kebanyakan teman-temanku karena memang aku dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang berdarah Cina-Sunda, papaku Cina dan mamaku Sunda asli dari Bandung.

Sehingga kadang banyak pemuda-pemuda iseng yang mencoba merayuku. Bahkan banyak di antara mereka yang bilang bahwa payudaraku besar dan padat berisi sehingga banyak laki-laki yang selalu memperhatikan buah dadaku ini saja. Apalagi bila aku memakai kaos yang agak ketat, pasti dadaku akan membumbung tinggi dan mancung. Tetapi sampai aku duduk di kelas 3 SMA aku masih belum memiliki pacar dan masih belum mengenal yang namanya cinta.

Sebenarnya dalam hatiku aku menolak untuk dijodohkan secepat ini, karena sesungguhnya aku sendiri masih ingin melanjutkan sekolah sampai ke perguruan tinggi. Namun apa daya aku sendiri tak dapat menentang keinginan papa dan lagi memang kondisi ekonomi keluarga saat itu tidak memungkinkan untuk terus melanjutkan sekolah sampai ke perguruan tinggi.

Karena ke-3 orang adikku yang semua laki-laki masih memerlukan biaya yang cukup besar untuk dapat terus bersekolah. Sementara papa hanya bekerja sebagai pegawai swasta biasa. Maka dengan berbagai bujukkan dari keluarga terutama mamaku aku mengalah demi membahagiakan kedua orangtuaku.

Begitulah sampai hari pernikahan tiba, tidak ada hal-hal serius yang menghalangi jalannya pernikahanku ini dengan pemuda yang baru aku kenal kurang dari dua bulan sebelumnya. Selama proses perkenalan kamipun tidak ada sesuatu hal yang serius yang kami bicarakan tentang masa depan karena semua sudah diatur sebelumnya oleh keluarga kedua belah pihak.

Maka masa-masa perkenalan kami yang sangat singkat itu hanya diisi dengan kunjungan-kunjungan rutin calon suamiku setiap malam minggu. Itupun paling hanya satu atau dua jam saja dan biasanya aku ditemani papa atau mama mengobrol mengenai keadaan keluarganya. Setelah acara resepsi pernikahan selesai seperti biasanya kedua pengantin yang berbahagia memasuki kamar pengantin untuk melaksanakan kewajibannya.

Yang disebut malam pengantin atau malam pertama tidak terjadi pada malam itu, karena setelah berada dalam kamar aku hanya diam dan tegang tidak tahu apa yang harus kulalukan. Maklum mungkin karena masih terlalu lugunya aku pada waktu itu.

Suamiku pada waktu itupun rupanya belum terlalu “mahir” dengan apa yang disebut hubungan suami istri, sehingga malam pertama kami lewatkan hanya dengan diraba-raba oleh suami. Itupun kadang-kadang aku tolak karena pada waktu itu aku sendiri sebenarnya merasa risih diraba-raba oleh lelaki. Apalagi oleh lelaki yang “belum” aku cintai, karena memang aku tidak mencintai suamiku. Pernikahan kami semata-mata atas perjodohan orang tua saja dan bukan atas kehendakku sendiri.

Barulah pada malam kedua suamiku mulai melancarkan serangannya, ia mulai melepas bajuku satu per satu dan mencumbu dengan menciumi kening hingga jari kaki. Mendapat serangan seperti itu tentu saja sebagai seorang wanita yang sudah memasuki masa pubertas akupun mulai bergairah walaupun tidak secara langsung aku tunjukkan ke depan suamiku. Apalagi saat ia mulai menyentuh bagian-bagian yang paling aku jaga sebelumnya, kepalaku bagaikan tak terkendali bergerak ke kanan ke kiri menahan nikmat sejuta rasa yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

Kemaluanku mulai mengeluarkan cairan dan sampai membasahi rambut yang menutupi vaginaku. Suamiku semakin bersemangat menciumi puting susu yang berwarna merah muda kecoklatan dan tampak bulat mengeras mungkin karena pada saat itu aku pun sudah mulai terangsang.

Aku sudah tidak ingat lagi berapa kali ia menjilati klitorisku pada malam itu, sampai aku tak kuasa menahan nikmatnya permainan lidah suamiku menjilati klitoris dan aku pun orgasme dengan menyemburkan cairan hangat dari dalam vaginaku ke mulutnya.

Dengan perasaan tidak sabar, kubuka dan kuangkat lebar kakiku sehingga akan terlihat jelas oleh suamiku lubang vagina yang kemerahan dan basah ini. Atas permintaan suami kupegang batang kemaluannya yang besar dan keras luar biasa menurutku pada waktu itu.

Perlahan-lahan kutuntun kepala kemaluannya menyentuh lubang vaginaku yang sudah basah dan licin ini. Rasa nikmat yang luar biasa kurasakan saat kepala penis suamiku menggosok-gosok bibir vaginaku ini. Dengan sedikit mendorong pantatnya suamiku berhasil menembus keperawananku, diikuti rintihanku yang tertahan.

 KLIK DISINI

Untuk pertama kalinya vaginaku ini dimasuki oleh penis laki-laki dan anehnya tidak terasa sakit seperti yang seringkali aku dengar dari teman-temanku yang baru menikah dan menceritakan pengalaman malam pertama mereka.

Memang ada sedikit rasa sakit yang menyayat pada saat kepala penis itu mulai menyusup perlahan masuk ke dalam vaginaku ini, tetapi mungkin karena pada waktu itu aku pun sangat bergairah sekali sehingga aku sudah tidak perduli lagi dengan rasa sakitnya. Apalagi saat suamiku mulai menggosok-gosokkan batang penisnya itu di dalam vaginaku, mataku terpejam dan kepalaku hanya menengadah ke atas, menahan rasa geli dan nikmat yang tidak dapat aku ceritakan di sini.

Sementara kedua tanganku memegang tepian ranjang yang berada di atas kepalaku. Semakin lama goyangan pinggul suamiku semakin cepat diikuti dengan desahan nafasnya yang memburu membuat nafsuku makin menggebu. Sesekali terdengar suara decak air atau becek dari lubang vaginaku yang sedang digesek-gesek dengan batang penis suamiku yang besar, yang membuatku semakin cepat mencapai orgasme yang kedua.

Sementara suami masih terus berpacu untuk mencapai puncak kenikmatannya, aku sudah dua kali orgasme dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sampai akhirnya suamiku pun menahan desahannya sambil menyemburkan cairan yang hangat dan kental dari kepala penisnya di dalam lubang vaginaku ini.

Belakangan baru aku ketahui cairan itu yang disebut dengan sperma, maklum dulu aku tergolong gadis yang kurang gaul jadi untuk hal-hal atau istilah-istilah seperti itu aku tidak pernah tahu. Cairan sperma suamiku pun mengalir keluar dari mulut vaginaku membasahi sprei dan bercampur dengan darah keperawananku. Kami berdua terkulai lemas, namun masih sempat tanganku meraba-raba bibir vagina untuk memuaskan hasrat dan gairahku yang masih tersisa. Dengan menggosok-gosok klitoris yang masih basah, licin dan lembut oleh sperma suamiku, aku pun mencapai orgasme untuk yang ketiga kalinya.

Luar biasa memang sensasi yang aku rasakan pada saat malam pengantin itu, dan hal seperti yang aku ceritakan di atas terus berlanjut hampir setiap malam selama beberapa bulan. Dan setiap kali kami melakukannya aku selalu merasa tidak pernah puas dengan suami yang hanya mampu melakukannya sekali.

Aku membutuhkannya lebih dari sekali dan selalu menginginkannya setiap hari. Entah apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku sehingga aku tidak pernah bisa membendung gejolak nafsuku. Padahal sebelum aku menikah tidak pernah kurasakan hal ini apalagi sampai menginginkannya terus menerus. Mungkinkah aku termasuk dalam golongan yang namanya hypersex itu?

Setelah 2 tahun kami menikah aku bercerai dengan suamiku, karena semakin hari suamiku semakin jarang ada di rumah, karena memang sehari-harinya ia bekerja sebagai manajer marketing di sebuah perusahaan swasta sehingga sering sekali ia keluar kota dengan alasan urusan kantor. Dan tidak lama terdengar berita bahwa ia memiliki istri simpanan. Yang lebih menyakitkan sehingga aku minta diceraikan adalah istri simpanannya itu adalah bekas pacarnya yang dulu, ternyata selama ini dia pun menikah denganku karena dipaksa oleh orang tuanya dan bukan karena rasa cinta.

Tak rela berbagi suami dengan wanita lain, akhirnya aku resmi diceraikan suamiku. Sakit memang hati ini seperti diiris-iris mendengar pengakuan suami tentang istri simpanannya itu, dengan terus terang dia mengatakan bahwa dia lebih mencintai istri simpanannya yang sebetulnya memang bekas pacarnya. Apalagi katanya istri simpanan suamiku itu selalu dapat membuat dirinya bahagia di atas ranjang, tidak seperti diriku ini yang selalu hanya minta dipuaskan tetapi tidak bisa memuaskan keinginan suamiku, begitu katanya.

Lima tahun sudah aku hidup menjanda, dan kini aku tinggal sendiri dengan mengontrak sebuah rumah di pinggiran kota Jakarta. Beruntung aku mendapat pekerjaan yang agak lumayan di sebuah perusahaan swasta sehingga aku dapat menghidupi diriku sendiri. Belakangan ini setiap malam aku tidak dapat tidur dengan nyenyak, sering aku baru bisa tertidur pulas di atas jam 03.00 pagi. Mungkin dikarenakan pikiranku yang sering ngelantur belakangan ini. Sering aku melamun dan membayangkan saat-saat indah bersama suamiku dulu.

Terkadang sering pula aku membayangkan diriku bermesraan dengan seorang teman kerjaku, sehingga setiap malam hanya onani saja yang dapat kulakukan. Tidak ada keberanian untuk menceritakan hal ini kepada orang lain apalagi pada teman-teman kerjaku, bisa-bisa aku diberi julukkan yang tidak baik di kantor. Hanya dengan tanganku ini kuelus-elus bibir vaginaku setiap malam sambil membayangkan bercumbu dengan seorang laki-laki, terkadang juga kumasukkan jari telunjukku agar aku dapat lebih merasakan kenikmatan yang pernah kualami dulu.

Para netters sekalian, aku memberanikan diri menceritakan Cerita Dewasa seperti di atas kepada Anda semua mungkin karena didorong oleh perasaan yang sangat tak tertahankan lagi saat ini. Dan mungkin ada di antara anda yang dapat membantu dan mungkin akan menjadi jodohku kelak. Aku harap Anda tidak hanya terobsesi dengan ceritaku di atas.

Kumpulan Cerita Dewasa Sangek Berat Aku Ngentot 2 Pria


Kumpulan Cerita Dewasa - Aku adalah gadis berusia 19 tahun. kawan-kawan mengatakan aku cantik, tinggi 170, kulit putih dengan rambut lurus sebahu. Aku termasuk populer diantara kawan-kawan, pokoknya ’gaul abis’.

Namun demikian aku masih mampu menjaga kesucianku sampai.. Suatu saat aku dan enam orang kawan Ani (19), Susan (20), Kevin (22), Dimas (22), John (23) dan Erick (20). menghabiskan liburan dengan menginap di villa keluarga Erick di Puncak.

Ani walaupun tidak terlalu tinggi (160) memiliki tubuh padat dengan kulit putih, sangat sexy apalagi dengan ukuran payudara 36b-nya, Ani telah berpacaran cukup lama dengan Kevin. Diantara kami bertiga Susan yang paling cantik, tubuhnya sangat proporsi tidak heran kalau sang pacar, Dimas, sangat tergila-gila dengannya.

Sementara aku, Erick dan John masih ’jomblo’. Erick yang berdarah India sebenarnya suka sama aku, dia lumayan ganteng hanya saja bulu-bulu dadanya yang lebat terkadang membuat aku ngeri, karenanya aku hanya menganggap dia tidak lebih dari sekedar teman.

Acara ke Puncak kami mulai dengan ’hang-out’ disalah satu kafe terkenal di kota kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur, kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun dan menyadari hanya Ani yang ada sementara Susan entah kemana.

Rasa haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaku menangkap suara orang yang sedang bercakap-cakap.

Kuintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, ternyata Dimas dan Susan. Niat menegur mereka aku urungkan, karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut yang kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur.

Adegan ciuman itu bertambah ’panas’ mereka saling memagut dan berguling-gulingan, lidah Dimas menjalar bagai bagai ular ketelinga dan leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas payudara yang menyebabkan Susan mendesah-desah, suaranya desahannya terdengar sangat sensual.

Disibakkannya t-shirt Susan dan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas payudara Susan. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah, mengelus-elus bagian sensitif yang tertutup cd. Dimas berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Susan keberatan.

Lamat-lamat kudengan pembicaraan mereka.
“Jangan Mas” tolak Susan.
“Kenapa sayang” tanya Dimas.
“Aku belum pernah.. gituan”
“Makanya dicoba sayang” bujuk Dimas.
“Takut Mas” Susan beralasan.
“Ngga apa-apa kok” lanjut Dimas membujuk
“Tapi Mas”
“Gini deh”, potong Dimas, “Aku cium aja, kalau kamu ngga suka kita berhenti”
“Janji ya Mas” sahut Susan ingin meyakinkan.
“Janji” Dimas meyakinkan Susan.

Dimas tidak membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan kembali menikmati bukit kenikmatan Susan yang indah itu, perlahan mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turun celana dalam Susan.

Dengan hati-hati Dimas membuka kedua paha Susan dan mulai mengecup kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Susan bergetar merasakan lidah Dimas.
“Agghh.. Mas.. oohh.. enakk.. mas”

Mendengar desahan Susan, Dimas semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Susan dan meremas-remas payudaranya dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Susan, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut Dimas, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.

Susan semakin membuka lebar kedua kakinya agar memudahkan mulut Dimas melahap kewanitaannya. Kepalanya mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yang diraih dicengramnya kuat-kuat. Susan sudah tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Dimas tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka CD nya dan merangkak naik keatas tubuh Susan.

Mereka bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Dimas di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, Susan tidak tinggal diam ia melakukan juga yang sama. Kemaluan mereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras.. Aku mulai terjangkit virus birahi mereka.

Dimas kemudian mengangkat tubuhnya yang ditopang satu tangan, sementara tangan lain memegang kejantannya. Dimas mengarahkan kejantanannya keselah-selah paha Susan. “Jangan Mas, katanya cuma cium aja” sergah Susan.

“Rileks San” bujuk Dimas, sambil mengosok-gosok ujung penisnya di kewanitaan Susan.
“Tapi.. Mas.. oohh.. aahh” protes Susan tenggelam dalam desahannya sendiri.
“Nikmatin aja San”
“Ehh.. akkhh.. mpphh” Susan semakin mendesah
“Gitu San.. rileks.. nanti lebih enak lagi”
“He eh Mas.. eesshh”
“Enak San..?”
“Ehh.. enaakk Mas”
Aku benar-benar ternganga dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aku melihat milik pria yang sebenarnya, apalagi adegan ’live’ seperti itu.

Tidak ada lagi protes apalagi penolakan hanya desahan kenikmatan Susan yang terdengar.
“Aku masukin ya San” pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.
Dimas langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya tenggelam dalam kewanitaan Susan.
“Aakhh.. Mas.. eengghh” erang Susan cukup keras, membuat bulu-bulu ditubuhku meremang mendengarnya.
Dimas lebih merunduk lagi dengan sikut menahan badan, perlahan pinggulnya bergerak turun naik serta mulutnya dengan rakus melumat payudara Susan.
“Teruss.. Mas.. enak banget.. ohh.. isep yang kerass sayangg” Susan meracau.
“Aku suka sekali payudara kamu San.. mmhh”
“Aku juga suka kamu isep Mas.. ahh” Susan menyorongkan dadanya membuat Dimas bertambah mudah melumatnya.
Bukan hanya Susan yang terayun-ayun gelombang birahi, aku yang melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aku mulai meremas-remas payudara dan memainkan putingku sendiri, membuat mataku terpejam-pejam merasakan nikmatnya.

Dimas tahu Susan sudah pada situasi ’point of no return’, ia merebahkan badannya menindih Susan dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Susan dan.. kulihat Dimas menekan pinggulnya, dapat kubayangkan bagaimana kejantanannya melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Susan.

“Auuwww.. Mas.. sakiitt” jerit Susan.
“Stop.. stop Mas”
“Rileks San… supaya enak nanti” bujuk Dimas, sambil terus menekan lebih dalam lagi.
“Sakit Mas.. pleasee.. jangan diterusin”

Terlambat.. seluruh kejantanan Dimas telah terbenam di dalam rongga kenikmatan Susan. Beberapa saat Dimas tidak bergerak, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudara Susan kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Dimas membuat birahi Susan terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Dimas yang mulai dari punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan tangan Susan.

Dimas memahami sekali keadaan Susan, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan daging Susan yang dihiasi puting kecil kemerah-merahan.
“Uhh.. ohh.. Mas” desah kenikmatan Susan, kakinya dibuka lebih melebar lagi.
Dimas tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dipercepat ritme gerakan pinggulnya.

“Agghh.. ohh.. terus Masss” Susan meracau merasakan kejantanan Dimas yang berputar-putar di kewanitaannya, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Dimas tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya.
“Aaauugghh.. sshh.. Mass.. ohh.. Mass” Susan tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yang keluar begitu saja dari mulutnya.

Pinggul Dimas yang turun naik dan kaki Susan yang terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku.


“Ssshh.. sshh” desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir kemaluanku yang sudah basah, sesaat ’life show’ Dimas dan Susan terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Susan.
“Adduuhh.. Mas.. nikmat sekalii” Susan terbuai dalam birahinya yang menggebu-gebu.
“Nikmati San.. nikmati sepuas-puasnya”
“Ssshh.. ahh.. ohh.. ennaak Mas”
“Punya kamu enaakk sekalii San.. uugghh”
“Ohh.. Mass.. aku sayang kamu.. sshh” desah Susan seraya memeluk, pujian Dimas rupanya membuat Susan lebih agresif, pantatnya bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan turun-naik pantat Dimas.
“Enaak San.. terus goyang.. uhh.. eenngghh” merasakan goyangan Susan Dimas semakin mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya.
“Ahh.. aahh.. Mass.. teruss.. sayaang” pekik Susan.
Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan membanjir menyelimuti tubuh mereka.
“Mass.. tekan sayangg.. uuhh.. aku mau ke.. kelu.. aarrghh” erang Susan.

Dimas menekan pantatnya dalam-dalam dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.

Dikamar aku gelisah mengingat-ingat kejadian yang baru saja kulihat, bayang-bayang Dimas menyetubuhi Susan begitu menguasai pikiranku. Tak kuasa aku menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian sensitif di tubuhku namun keberadaan Ani sangat mengganggu, menjelang ayam berkokok barulah mataku terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul kembali hanya saja bukan Susan yang sedang disetubuhi Dimas tetapi diriku.

Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Ani dan Kevin menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba mulas, aku mencoba untuk bertahan, tidak berhasil, bergegas aku kembali ke villa.

Selesai dari kamar mandi aku mencari Ani dan Kevin, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil. Lagi-lagi aku mendapat suguhan ’live show’ yang spektakuler. Tubuh Ani setengah melonjor di sofa dengan kaki menapak kelantai, Kevin berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kaki Ani, Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Ani, tak lama kemudian Kevin meletakan kedua tungkai kaki Ani dibahunya dan kembali menyantap ’segitiga venus’ yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Ani berkelojotan diperlakukan seperti itu.

“Ssshh.. sshh.. aahh” desis Ani.
“Oohh.. Vin.. nikmat sekalii.. sayang”
“Gigit.. Vin.. pleasee.. gigitt”
“Auuwww.. pelan sayang gigitnyaa”

Melengkapi kenikmatan yang sedang melanda dirinya satu tangan Ani mencengkram kepala Kevin, tangan lainnya meremas-remas payudara 36b-nya sendiri serta memilin putingnya.

Beberapa saat kemudian mereka berganti posisi, Ani yang berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan Kevin, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepala Ani sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa bagi Kevin.

“Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg” desah Kevin.
“Ohh.. sayangg.. enakk sekalii”
Suara desahan dan erangan membuat Ani tambah bernafsu melumat kejantanan Kevin.
“Ohh.. Anii.. ngga tahann.. masukin sayangg” pinta Kevin.

Ani menyudahi lumatannya dan beranjak keatas, berlutut disofa dengan pinggul Kevin berada diantara pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Kevin, diarahkan kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. “Aaagghh” keduanya melenguh panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka masing-masing. Dengan kedua tangan berpangku pada pahanya Ani mulai menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Kevin mengeliat-geliat merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Ani. Sebaliknya, milik Kevin yang menegang keras dirasakan oleh Ani mengoyak-ngoyak dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan duniawi.

Tontonan itu membuat aku tidak dapat menahan keinginanku untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam kemaluanku. Kutinggalkan ’live show’ bergegas menuju kamar, kulampiaskan birahiku dengan mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku. Merasa tidak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan kewanitaanku dan.. akhirnya menyentuh klitorisku.

“Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Ani! masih dengan pakaian kusut menerobos masuk, untung aku masih memeluk bantal, sehingga kegiatan tanganku tidak terlihat olehnya.

 KLIK DISINI

“Ehh Sus.. kok ada disini, bukannya tadi ikut yang lain?” sapa Ani terkejut.
“Iya nii.. balik lagi.. perut mules”
“Aku suruh Kevin beli obat ya”
“Ngga usah Ani.. udah baikan kok”
“Yakin Sus?”
“Iya ngga apa-apa kok” jawabku meyakinkan Ani yang kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yang dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget.

Malam harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Erick langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami, terutama kawan-kawan pria, mereka kelihatan gelisah. Film masih setengah main Ani dan Kevin menghilang, tak lama kemudian disusul oleh Susan dan Dimas. Tinggal aku, John dan Erick, kami duduk dilantai bersandar pada sofa, aku di tengah. Melihat adegan film yang bertambah panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak saja, aku jadi salah tingkah. John yang pertama melihat kegelisahanku.

“Kenapa Sus, gelisah banget horny ya” tegurnya bercanda.
“Ngga lagi, ngaco kamu John” sanggahku.
“Kalau horny bilang aja Sus.. hehehe.. kan ada kita-kita” Erick menimpali.
“Rese’ nih berdua, nonton aja tuh” sanggahku lagi menahan malu.

John tidak begitu saja menerima sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu ia tahu persis apa yang sedang aku rasakan. John tidak menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia lakukan, seakan tanpa tendensi apa-apa.

“Santai Sus, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal” bisik John sambil meremas pundakku.

Remasan dan terpaan nafas John saat berbisik menyebabkan semua bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. John menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya.

“Remas aja paha aku Sus daripada rok” bisik John lagi.

Kalau sedang bercanda jangankan paha, pantatnya yang ’geboy’ saja kadang aku remas tanpa rasa apapun, kali ini merasakan paha John dalam remasanku membuat darahku berdesir keras.

“Ngga usah malu Sus, santai aja” lanjutnya lagi.

Entah karena bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti tanganku tidak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yang ’wow’ kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, John melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding.

Entah bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan John sudah berada dipaha dalamku, tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangan John yang semakin menjadi-jadi.

“Sus gue suka deh liat leher sama pundak kamu” bisik John seraya mengecup pundakku.
Aku yang sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan kecupannya itu.
“Jangan John” namun aku berusaha menolak.
“Kenapa Sus, cuma pundak aja kan” tanpa perduli penolakanku John tetap saja mengecup, bahkan semakin naik keleher, disini aku tidak lagi berusaha ’jaim’.
“John.. ahh” desahku tak tertahan lagi.
“Enjoy aja Sus” bisik John lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaku.
“Ohh Sus” aku sudah tidak mampu lagi menahan, semua rasa yang terpendam sejak melihat ’live show’ dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku.

Aku hanya mampu tengadah merasakan kenikmatan mulut John di leher dan telingaku. Erick yang sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tidak tinggal diam, ia pun mulai turut melakukan hal yang sama. Pundak, leher dan telinga sebelah kiriku jadi sasaran mulutnya.

Melihat aku sudah pasrah mereka semakin agresif. Tangan John semakin naik hingga akhirnya menyentuh kewanitaanku yang masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku, remasan Erick di payudaraku dan kehangatan mulut mereka dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya.

“Agghh.. Johnnn..Rickkk… ohh.. sshh” desahanku bertambah keras.

Erick menyingkap tang-top dan braku bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan rakus. John juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak terkendali dengan serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.

“Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan.

Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Erick melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan liarnya. Sementara John menjilat-jilat pahaku lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dengan itu Erick pun sudah melumat payudaraku, putingku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya.

Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aku mulai berani punggung Erick kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta mereka untuk tidak berhenti melakukannya.

“Aaahh.. Johnnn.. Rickkk.. teruss.. sshh.. enakk sekalii”
“Nikmatin Sus… nanti bakal lebih lagi” bisik Erick seraya menjilat dalam-dalam telingaku.

Mendengar kata ’lebih lagi’ aku seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul kuangkat-angkat, ingin John melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya kewanitaanku dengan menyedot-nyedot gundukan daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, kupeluk Erick-yang sedang menikmati puting susu-dengan kuatnya.

“Aaagghh.. Johnn.. Rickk.. akuu.. oohh” jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku melemas.. lungai.

John dan Erick menyudahi ’hidangan’ pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yang baru saja kualami. Permainan Erick di payudara dan John di kewanitaanku yang menyebarkan kenikmatan yang belum pernah kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar birahi diseluruh tubuhku. Aku semakin tenggelam saja dalam bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah.. Ahh.. bibir dan lidah Erick mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata Erick sudah polos dan bulu-bulu lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun John sudah bugil, ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada diantaranya.

Mataku terpejam, aku sadar betul apa yang akan terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai ’hidangan’ utama. Ada rasa kuatir dan takut tapi juga menantikan kelanjutannya dengan berdebar. Begitu kurasakan mulut John yang berpengalaman mulai beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketakutanku. Gairahku bangkit merasakan lidah John menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi Erick yang dengan lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku.

“Aaahh.. Johnn.. Rickk… nngghh.. aaghh” rintihku tak tertahankan lagi.

John kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sofa sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yang hangat keras berada dibibirku.. kejantanan Erick! Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi Erick tidak menggubrisnya ia malah manahan kepalaku dengan tangannya agar tidak bergerak.

“Jilat.. Sus” perintahnya tegas.

Aku tidak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yang besar dan sudah keras membatu itu, Erick mendesah-desah merasakan jilatanku.

“Aaahh.. Suss.. jilat terus.. nngghh” desah Erick.
“Jilat kepalanya Sus” aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak.

Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang penis itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Erick mendesis desis.
“Ssshh.. nikmat sekali Suss.. isep sayangg.. isep” pintanya diselah-selah desisannya.

Aku tak tahu harus berbuat bagaimana, kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Erick meringis.
“Jangan pake gigi Suss.. isep aja” protesnya, kucoba lagi, kali ini Erick mendesis nikmat.
“Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Sus”

Melihat Erick saat itu membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah John yang tiada henti-hentinya menggerayangi setiap sudut kemaluanku. Aku semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra birahi yang melanda tubuhku, aku bahkan tidak malu lagi mengocok-ngocok kejantanan Erick yang separuhnya berada dalam mulutku.

Beberapa saat kemudian Erick mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Erick bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan..

“Aaagghh.. nikmatt.. Sus… aku.. kkeelluaarr” jerit Erick, air maninya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku.

Aku sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada dimulutku. John tidak kuhiraukan aku langsung duduk bersandar menutup dadaku dengan bantal sofa.

“Gila Erick.. kira-kira dong” celetukku sambil bersungut-sungut.
“Sorry Sus.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget” jawab Erick dengan tersenyum.
“Udah Sus jangan marah, kamu masih baru nanti lama lama juga bakal suka” sela John seraya mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku.

John benar, aku sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik Erick saat akan keluar hanya saja semburannya yang membuatku kaget. John membujuk dan memelukku dengan lembut sehingga kekesalanku segera surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan perlakuannya membuatku lupa dengan kejadian tadi. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas kami pun saling memagut, lidah John menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur keluar dari mulutku.

John merebahkan tubuhku kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaku dilahapnya puting yang satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari John.

“Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh” desisku tak tertahan.
“Teruss.. Johnn.. aakkhh”

Aku menjadi lebih menggila waktu John mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan kurang lengkap kenikmatan yang kurasakan, kedua tanganku meremas-remas payudaraku sendiri.

“Ssshh.. nikmat Johnn…mmpphh” desahanku semakin menjadi-jadi.

Tak lama kemudian John merayap naik keatas tubuhku, aku berdebar menanti apa yang akan terjadi. John membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan cinta.

“Aauugghh.. Johnn.. pelann” jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk kedalam rongga kemaluanku.

John menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan John.

“Ooohh.. Johnn.. sshh.. aahh.. enakk Johnn” desahku lirih.

Aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataku terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis.

“Enak.. Sus” tanya John berbisik.
“He ehh Johnn.. oohh enakk.. Johnn.. sshh”
“Nikmatin Sus.. nanti lebih enak lagi” bisiknya lagi.
“Ooohh.. Jonn.. ngghh”

John terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung kejantanannya-dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba John menekan kejantanannya lebih dalam membelah kewanitaanku.

“Auuhh.. sakitt Johnn” jeritku saat kejantanannya merobek selaput darahku, rasanya seperti tersayat silet, John menghentikan tekanannya.
“Pertama sedikit sakit Sus.. nanti juga hilang kok sakitnya” bisik John seraya menjilat dan menghisap telingaku.
Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai merasakan nikmatnya milik John yang keras dan hangat didalam rongga kemaluanku.

John kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yang luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar.

“Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk Johnn.. empphh” desahku tak tertahan.
“Ohh.. Sus.. enak banget punya kamu.. oohh” puji John diantara lenguhannya.
“Agghh.. terus Johnn.. teruss” aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan John di kemaluanku.

Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan John menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya.

“Johnn.. oohh.. tekan Johnnn.. agghh.. nikmat sekali Johnn” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku.

Tubuhku mengejang, kupeluk John erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung kewanitaanku.

Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian John mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi John sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas John, Erick yang sedari tadi hanya menonton serta merta menghampiri kami, dengan berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya kedua tangannya memainkan buah dadaku. Apalagi ketika tangannya mulai bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang.

Kutengadahkan kepalaku bersandar pada pundak Erick, mulutku yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Erick kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu menginginkan kejantanan John mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaanku yang meminta lebih dan lebih lagi.

“Aaargghh.. Sus.. enak banget.. terus Sus… goyang terus” erang John.
Erangan John membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaku sendiri yang ditinggalkan tangan Erick.. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.

Erick yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. John duduk disofa dengan kaki menjulur dilantai, Akupun merangkak kearah batang kemaluannya.

“Isep Suss” pinta John, segera kulumat kejantanannya dengan rakus.
“Ooohh.. enak Sus… isep terus”

Bersamaan dengan itu kurasakan Erick menggesek-gesek bibir kemaluanku dengan kepala kejantanannya. Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Erick-yang satu setengah kali lebih besar dari milik John-dengan perlahan menyeruak menembus bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan Erick serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan didalam tubuhku. Batang kemaluan John kulumat dengan sangat bernafsu. Kesadaranku hilang sudah naluriku yang menuntun melakukan semua itu.

“Sus.. terus Suss.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh” erang John.
Aku tahu John akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aku lebih siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat sperma John.
“Aaagghh.. nikmat banget Sus.. isep teruss.. telan Sus” jerit John, lagi-lagi naluriku menuntun agar aku mengikuti permintaan John, kuhisap kejantananya yang menyemburkan cairan hangat dan.. kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual karena melihat John yang mencapai klimaks, yang pasti aku sangat menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda keras itu mengecil.. lemas.

John beranjak meninggalkan aku dan Erick, sepeninggal John aku merasa ada yang kurang. Ahh.. ternyata dikerjai dua pria jauh lebih mengasikkan buatku. Namun hujaman-hujaman kemaluan Erick yang begitu bernafsu dalam posisi ’doggy’ dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi Erick bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang.

“Ssshh.. engghh.. yang keras Rickkk. mmpphh”
“Enak banget Rickk.. aahh.. oohh”
Mendengar eranganku Erick tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan.

Sedang asiknya menikmati, Erick mencabut kejantanan dan Ibu jarinya.
“Erickk… kenapa dicabutt” protesku.
“Masukin lagi Rickk…. pleasee” pintaku menghiba.

Sebagai jawaban aku hanya merasakan ludah Erick berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Saat Erickkk mulai menggosok kepala penisnya dilubang anus baru aku sadar apa yang akan dilakukannya.

“Ericki.. pleasee.. jangan disitu” aku menghiba meminta Erick jangan melakukannya.

Erick tidak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu. Dibantu dengan sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya.

“Aduhh sakitt Rick… akhh..!” keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Erick.
“Rileks Sus… seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku.

Separuh tubuhku yang tengkurap disofa sedikit membantuku, dengan begitu memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku bahkan mulai menyukai batang keras Erick yang menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku.

“Aaahh.. aauuhh.. oohh Rickkk”erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan penis Erick yang besar itu.
Erick dengan buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Erick menghujamkan kejantananya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.

John yang sudah pulih dari ’istirahat’nya tidak ingin hanya menonton, ia kembali bergabung. Membayangkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi gairahku. Atas inisiatif John kami pindah kekamar tidur, jantungku berdebar-debar menanti permainan mereka. John merebahkan diri terlentang ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan kemaluannya kedalam vaginaku. Erick yang berada dibelakang membuka belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yang akan mereka lakukan menimbulkan getaran birahi yang tak terkendali ditubuhku. Sensasi sexual yang luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka yang keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yang tak terperikan.

Erick yang sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada didalam anusku. John langsung membuka lebar-lebar kakiku dan menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yang terpampang menganga. Posisi ini membuatku semakin menggila, karena bukan hanya kedua lubangku yang digarap mereka tapi juga payudaraku. Erick dengan mudahnya memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku, John melengkapinya dengan menghisap puting buah dadaku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantaman John yang semakin buas dibarengi sodokan Erick, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.

“Aaagghh.. ouuhh.. Johnnn.. Rickkk.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan.

Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggul John kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka menjadi satu.

“Aduuhh.. Johnn.. Rickk.. nikmat sekalii”
“Aaarrghh.. Suss… enakk bangeett”

Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami.. terkulai lemas.

Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tidak lagi mampu mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dengan senyum kepuasan. Dihari-hari berikutnya bukan hanya Erick dan John yang memberikan kepuasan, tapi juga pria-pria lain yang aku sukai. Tapi aku tidak pernah bisa meraih kenikmatan bila hanya dengan satu pria.. aku baru akan mencapai kepuasan bila ’dijarah’ oleh dua atau tiga pria sekaligus.

Kumpulan Cerita Dewasa Ngentot Dengan Perawan Polos Dan Culun


Kumpulan Cerita Dewasa - Aku ingat Lina waktu dia masih kecil. Dia anak temanku yang paling kecil, Lina benar-benar membuat hatiku tidak karuan, dengan rambut sebahu, hitam legam ikal. Umurnya sekitar 15 atau 16 tahun sekarang, dan wajahnya yang baby face membuatnya seperti tak berdosa. Ketika melihat Lina untuk yang kesekian kalinya, aku bersumpah kalau aku harus berhasil tidur bersamanya sebelum aku pergi dari kota ini. Dan aku sudah menjalankan rencanaku.

Aku main ke rumah Lina bekali-kali, sepanjang siang dan malam sampai aku telepon untuk mengetahui kapan Lina ada sendirian dan kapan orang tuanya ada. Dan pada waktu malam aku memutuskan untuk masuk ke rumah Lina aku sudah memastikan bahwa orang tua Lina sudah tidur dan Lina ada di kamar tidurnya. Rencanaku akan kuperkosa Lina sementara orang tuanya tidur di kamar mereka.

Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan membuatku harus diam tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam keadaan sunyi senyap, dan aku memutuskan untuk masuk. Tubuhku sekarang gemetar. Setiap langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku siap meloncat melarikan diri. Tapi waktu aku sampai di depan kamar tidur Lina rumah itu masih gelap dan sunyi senyap.

Aku buka pintu dan masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku yang berdetak keras sekali. Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku. Tapi bagian yang paling susah sudah berhasil aku lampaui. Kamar tidur orang tua Lina ada di lantai dasar. Aku berdiri di samping ranjang Lina memilih langkah selanjutnya. Perlahan penisku mulai menegang sampai akhirnya besar dan tegang sampai ngilu. Mata Lina terbuka menatapku tidak bisa bernafas. Aku ada di sebelah ranjangnya mencekik lehernya, sementara tangan kiriku mengacungkan belati di depan wajahnya.

“Diem. Jangan bergerak, jangan bersuara, atau lo mati.” aku dengar nada suaraku yang lain sekali dari biasa. Kedengarannya bengis dan kejam.

Lina tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia terbatuk-batuk.

“Kalau aku lepasin tanganku, lo berguling tengkurap dan jangan berisik atau aku potong leher lo.” Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia, tapi paling tidak itu berhasil bikin Lina ketakutan. Lina langsung menurut dan segera kuikat tubuhnya, menutup mulutnya dengan plester, dan mengikat pergelangan tangannya di belakang.

Selimut yang menutupi tubuh Lina sekarang sudah ada di lantai, dan aku bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku. Tubuh Lina langsing dan mungil, dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke atas membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan mulus. Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya, celanaku menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan pantat Lina yang mungil.

Aku menindih Lina dan bergoyang-goyang membuat penisku bergesekan dengan pantat Lina dan dengan tanganku yang bebas kuraba bagian dada Lina yang masih ditutup oleh dasternya. Buah dada Lina masih kecil, yang membuatku makin birahi. Mulutku bersentuhan dengan telinga Lina.
“Lo benar-benar sempurna. Tetap diam dan aku akan pergi sebentar segera.”

Mata Lina terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Lina yang indah. Kakinya yang telanjang membuat nafasku berat, dan dasternya tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Lina sempurna buatku.

Aku buka kaki Lina tanpa perlawanan yang berarti, dan membenamkan wajahku, yang membuat Lina mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya. Aku benamkan wajahku ke selangkangan Lina, menikmati wangi tubuh Lina, yang terus mengerang ketakutan. Selanjutnya aku raba-raba vaginanya yang tertutup celana dalam dari belakang, meraba, dan akhirnya menusuk-nusuk dengan jariku. Ini membuat erangan Lina makin keras sehingga aku harus mengancamnya lagi dengan belatiku. Kemudian kulihat dia gemetar dan kelihatannya mulai menangis. Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin Lina mulai terangsang oleh jariku.

“Lo suka Lina? Hei, lo suka tidak?” Lina hanya menangis. Aku terus meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik celana dalam Lina sampai lepas.

Aku makin mencium bau tubuh Lina. Dan aku mulai gila. Aku balik lagi badannya, karena aku tahu aku lebih mudah ngerjain Lina lewat depan. Lina berbaring tidak nyaman, berbaring telentang dengan tangan terikat ke belakang, dan telanjang mulai pinggang ke bawah, rambut kemaluannya yang masih tipis terlihat jelas. Ia menatap mataku, air mata membuat pipi Lina berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya.

Aku tidak begitu suka lihat tatap mata Lina, aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi begitu penisku sudah masuk ke vaginanya. Aku menempatkan tubuhku, aku harus memnyuruhnya beberapa kali untuk membuka kakinya lebih lebar, seperti dokter gigi, “Ayo lebih lebar sayang, lho kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis..”, Aku ingin tahu dia masih perawan atau tidak. Lina tidak meronta-ronta, soalnya aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan mengerang-erang, berusaha berkata sesuatu.

“Lo masih perawan tidak Lina? Masih? Masih apa tidak.”

Lina terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Lina agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras. Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh Lina yang emang terangsang.

“Bukan gitu sayang, lo mesti buka lebih lebar lagi..”

 KLIK DISINI

Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah. benar-benar super sempit. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku, dan merasakan jepitan vagina Lina yang hangat yang membuat penisku ingin merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.

“Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus pergi.”

Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua kaki Lina ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke vagina Lina. Aku lihat lagi buah dada Lina dengan putingnya yang mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas tahun itu dengan seluruh tenagaku. Lina menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah sama sekali. Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Lina menjerit serta aku menghentak masuk. Lina semakin histeris sekarang.

Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan perhatian untuk menyakiti Lina, dan aku tidak punya lagi rasa kasihan buat Lina. Aku terus menghentak-hentak di atas tubuh Lina, dengan kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil terbanting-banting karena gerakanku.

Aku merasa aku seperti merobek vagina Lina dengan penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan celanaku yang membuat tanganku bebas menggunakan tubuh Lina. Aku kesetanan merasakan tubuh Lina, aku meremas setiap bagian tubuh Lina, meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya yang kecil buat menopang tubuhku.

Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Lina. Lina beberapa kali meronta pada awalnya, berusaha membebaskan tangannya, berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah Lina memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Lina langsung berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.

“Brengsek, tidur ke lantai.”

Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh berlutut, tapi Lina sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan tangan masih terikat ke belakang. Kepala Lina terbenam ke lantai. Lina masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Lina tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan Lina.

Aku masukkan dari belakang sebelum Lina sempat meronta, aku pegangin pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat masih nungging ke atas aku tekan punggung Lina dengan tanganku sehingga kepala dan dada Lina makin terhimpit ke lantai, dan aku terus memperkosa dia dengan gaya seperti anjing. Dan Lina sendiri sekarang mendengking-dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi rambutnya, membuat kepala Lina terangkat.

Lina benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung. Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergantian menekan punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi, sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi.

Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku ketahuan, jadi aku tetap menahan penisku di liang kenikmatan Lina sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat Lina dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke rahim Lina yang menerimanya dengan tatapan mata panik.

“Oh Lina, sayangku, oh, oh..”

Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh Lina, dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama hidupku. Lina tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga terputus-putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Lina. Aku menghentak dia beberapa kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Lina sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya yang tebal.

Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Lina.

“.. Makasih sayang”, aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.

Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar kota, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku berpikir untuk kembali dan menculik Lina serta mengajak beberapa orang temanku untuk mencicipinya.

Friday, June 5, 2020

Kumpulan Cerita Dewasa Aku Mendapatkan Gairah Dari Anak Kawanku & Temannya


Kumpulan Cerita Dewasa - Aku punya sahabat namanya Grace kami jarang bertemu atau berjumpa sejak kami sudah berkeluarga hingga anak kami bertumbuhya dewasa tapi kami selalu telpon atau sms menanyakan kabar jadi jalinan persahabatan kami masih berlanjut sampai sekarang, ada saja yang kami bicarakan dari tanya kabar anaknya, orang tuanya dan lain sebagainya.

Pada hari sabtu pagi Grace menelponku katanya dia habis pulang dari Magelang kota kelahirannya dia

Katanya Anaknya yang bernama Karno akan menggantarkan oleh olehnya kerumahku kalau aku tidak keluar,

Ah terimakasih Grace sudah mengasih oleh oleh. Pasti dia membawa gethuk kesukaanku khas makanan magelang, Aku pun tidak keluar menunggu kedatangan Karno kerumahku, yang mana hampir 15 tahun aku tidak pernah melihat Karno.

Malam itu Datanglah yang memakai mobil Jeep masuk kedalam rumahku, kuintip dari jendela. Dua orang anak tanggung turun dari jeep itu. Mungkin si Karno datang bersama temannya. Ah, jangkung bener anak Grace. Aku buka pintu. Dengan sebuah bingkisan si Karno naik ke teras rumah

“Selamat siang, Tante. Ini titipan mama untuk Tante Mely. Kenalin ini Dedi teman saya, Tante”. Karno menyerahkan kiriman dari mamanya dan mengenalkan temannya padaku. Aku sambut gembira mereka.

Oleh-oleh Grace dan langsung Aku simpan di lemari es-ku biar nggak basi. Aku terpesona saat melihat anak Grace yang sudah demikian gede dan jangkung itu. Dengan gaya pakaian dan rambutnya yang trendy sungguh keren anak sahabatku ini.

Demikian pula si Dedi temannya, mereka berdua adalah pemuda-pemuda masa kini yang sangat tampan dan simpatik. Ah, anak jaman sekarang, mungkin karena pola makannya sudah maju pertumbuhan mereka jadi subur. Mereka Aku ajak masuk ke rumah. Kubuatkan minuman untuk mereka.

Kuperhatikan mata si Dedi agak nakal, dia pelototi bahuku, buah dadaku, leherku. Matanya mengikutiapapun yang sedang Aku lakukan, saat Aku jalan, saat Aku ngomong, saat Aku mengambil sesuatu.

Ah, maklum anak laki-laki, kalau lihat perempuan yang agak melek, biar sudah tua macam Aku ini, tetap saja matanya melotot. Dia juga pinter ngomong lucu dan banyak nyerempet-nyerempet ke masalah seksual. Dan si Karno sendiri senang dengan omongan dan kelakar temannya. Dia juga suka nimbrung, nambahin lucu sambil melempar senyuman manisnya.

Kami jadi banyak tertawa dan cepat saling akrab. Terus terang Aku senang dengan mereka berdua. Dan
tiba-tiba Aku merasa berlaku aneh, apakah ini karena naluri perempuanku atau dasar genitku yang nggak pernah hilang sejak masih gadis dulu, hingga teman-temanku sering menyebutku sebagai perempuan gatal. Dan kini naluri genit macam itu tiba-tiba kembali hadir

Mungkin hal ini disebabkan oleh tingkah si Dedi yang seakan-akan memberikan celah padaku untuk mengulangi peristiwa-peristiwa masa muda. Peristiwa-peristiwa penuh gairah yang selalu mendebarkan jantung dan hatiku.

Ah, dasar perempuan tua yang nggak tahu diri, makian dari hatiku untukku sendiri. Tetapi gebu libidoku
ini demikian cepat menyeruak ke darahku dan lebih cepat lagi ke wajahku yang langsung terasa bengap
kemerahan menahan gejolak gairah mengingat masa laluku itu.

“Tante, jangan ngelamun. Cicak jatuh karena ngelamun, lho”. Kami kembali terbahak mendengar kelakar
Karno. Dan kulihat mata Dedi terus menunjukkan minatnya pada bagian-bagian tubuhku yang masih mulus ini.

Dan Aku tidak heran kalau anak-anak muda macam Dedi dan Karno ini demen menikmati penampilanku.
Walaupun usiaku yang memasuki tahun ke 36 Aku tetap “fresh” dan “good looking”. Aku memang suka
merawat tubuhku sejak muda. Boleh dibilang tak ada kerutan tanda ketuaan pada bagian-bagian tubuhku. Kalau Aku jalan sama anak-anak muda ini,
suamiku, banyak yang mengira Aku anaknya atau bahkan “piaraan”nya. Kurang asem, tuh orang.

Dan suamiku sendiri sangat membanggakan kecantikkanku. Kalau dia berkesempatan untuk membicarakan istrinya, seakan-akan memberi iming-iming pada para pendengarnya hingga Aku tersipu walaupun dipenuhi rasa bangga dalam hatiku.

Beberapa teman suamiku nampak sering tergoda untuk mencuri pandang padaku. Tiba-tiba Aku ada ide untuk
menahan kedua anak ini.

“Hai, bagaimana kalau kalian makan siang di sini. Aku punya resep masakan yang gampang, cepat dan sedap. Sementara Aku masak kamu bisa ngobrol, baca tuh majalah atau pakai tuh, komputer si om. Kamu bisa main game, internet atau apa lainnya. Tapi jangan cari yang ‘enggak-enggak’, ya..”, Aku tawarkan makan siang pada mereka.

Tanpa konsultasi dengan temannya si Dedi langsung iya saja. Aku tahu mata Dedi ingin menikmati sensual tubuhku lebih lama lagi.

Si Karno ngikut saja apa kata Dedi. Sementara mereka buka komputer Aku ke dapur mempersiapkan masakanku. Aku sedang mengiris sayuran ketika tahu-tahu Dedi sudah berada di belakangku. Dia menanyaiku, “Tante dulu teman kuliah mamanya Karno, ya. Kok kayanya jauh banget, sih?”.

“Apanya yang jauh?, Aku tahu maksud pertanyaan Dedi.
“Iya, Tante pantesnya se-umur dengan teman-temanku”.
“Gombal, ah. Kamu kok pinter nge-gombal, sih, Ded”.
“Bener. Kalau nggak percaya tanya, deh, sama Karno”, lanjutnya sambil melototi pahaku.
“Tante hobbynya apa?”.
“Berenang di laut, skin care dan scuba diving, makan sea food, makan sayuran, nonton Discovery di TV”.
“Ooo, pantesan”.
“Apa yang pantesan?”, sergapku.
“Pantesan body Tante masih mulus banget”.

Kurang asem Dedi ini, tanpa kusadari dia menggiring Aku untuk mendapatkan peluang melontarkan kata-
kata “body Tante masih mulus banget” pada tubuhku. Tetapi Aku tak akan pernah menyesal akan giringan
Dedi ini.

Dan reaksi naluriku langsung membuat darahku terasa serr.., libidoku muncul terdongkrak. Setapak demi setapak Aku merasa ada yang bergerak maju. Dedi sudah menunjukkan keberaniannya untuk mendekat ke Aku dan punya jalan untuk mengungkapkan kenakalan ke-lelakian-nya.

“Ah, mata kamu saja yang keranjang”, jawabku yang langsung membuatnya tergelak-gelak.
“Papa kamu, ya, yang ngajarin?, lanjutku.
“Ah, Tante, masak kaya gitu aja mesti diajarin”.

Ah, cerdasnya anak ini, kembali Aku merasa tergiring dan akhirnya terjebak oleh pertanyaanku sendiri.

“Memangnya pinter dengan sendirinya?”, lanjutku yang kepingin terjebak lagi.
“Iya, dong, Tante. Aku belum pernah dengar ada orang yang ngajari gitu-gitu-an”.

Ah, kata-kata giringannya muncul lagi, dan dengan senang hati kugiringkan diriku.

“Gitu-gituan gimana, sih, Dedi sayang?”, jawabku lebih progresif.
“Hoo, bener sayang, nih?”, sigap Dedi.
“Habis kamu bawel, sih”, sergahku.
“Sudah sana, temenin si Karno tuh, n’tar dia kesepian”, lanjutku.

“Si Karno, mah, senengnya cuma nonton”, jawabnya.
“Kalau kamu?”, sergahku kembali.
“Kalau saya, action, Tante sayang”, balas sayangnya.
“Ya, sudah, kalau mau action, tuh ulek bumbu tumis di cobek, biar masakannya cepet mateng”, ujarku sambil memukulnya dengan manis.
“Oo, beres, Tante sayang”, dia tak pernah mengendorkan serangannya padaku.

Kemudian dia menghampiri cobekku yang sudah penuh dengan bumbu yang siap di-ulek. Beberapa saat kemudian Aku mendekat ke dia untuk melihat hasil ulekannya.

“Uh, baunya sedap banget, nih, Tante. Ini bau bumbu yang mirip Tante atau bau Tante yang mirip bumbu?”.

Kurang asem, kreatif banget nih anak, sambil ketawa ngakak kucubit pinggangnya keras-keras hingga dia aduh-aduhan. Seketika tangannya melepas pengulekan dan menarik tanganku dari cubitan di pinggangnya itu.

Saat terlepas tangannya masih tetap menggenggam tanganku, dia melihat ke mataku. Ah, pandangannya itu membuat Aku gemetar. Akankah dia berani berbuat lebih jauh? Akankah dia yakin bahwa Aku juga merindukan kesempatan macam ini? Akankah dia akan mengisi gejolak hausku? Petualanganku? Gairah gairahku?

Aku tidak memerlukan jawaban terlampau lama. Bibir Dedi sudah mendarat di bibirku. Kini kami sudah berpagutan dan kemudian saling melumat. Dan tangan-tangan kami saling berpeluk. Dan tanganku meraih kepalanya serta mengelusi rambutnya.

Dan tangan Dedi mulai bergeser menerobos masuk ke blusku. Dan tangan-tangan itu juga menerobosi BH-ku untuk kemudian meremasi payudaraku. Dan Aku mengeluarkan desahan nikmat yang tak terhingga. Nikmat kerinduan gairah menggauli anak muda yang seusia anakku, 22 tahun di bawah usiaku.

 KLIK DISINI

“Tante, Aku gairah banget lihat body Tante. Aku pengin menciumi body Tante. Aku pengin menjilati body Tante. Aku ingin menjilati kemaluan Tante. Aku ingin ngentot Tante”.

Ah, binalnya mulutnya. Kata-kata binal Dedi melahirkan sebuah sensasi erotik yang membuat Aku menggelinjang hebat. Kutekankan selangkanganku mepet ke selangkangnnya hingga kurasakan ada jendolan panas yang mengganjal. Pasti kemaluan Dedi sudah ngaceng banget. Kuputar-putar pinggulku untuk merasakan tonjolannya lebih dalam lagi. Dedi mengerang.Dengan tidak sabaran dia angkat dan lepaskan blusku. Sementara blus masih menutupi kepalaku bibirnya sudah mendarat ke ketiakku.

Dia lumati habis-habisan ketiak kiri kemudian kanannya. Aku merasakan nikmat di sekujur urat-uratku.
Dedi menjadi sangat liar, maklum anak muda, dia melepaskan gigitan dan kecupannya dari ketiak kedadaku.

Dia kuak BH-ku dan keluarkan buah dadaku yang masih nampak ranum. Dia isep-isep bukit dan pentilnya dengan penuh gairah. Suara-suara erangannya terus mengiringi setiap sedotan, jilatan dan gigitannya.

Sementara itu tangannya mulai merambah ke pahaku, ke selangkanganku. Dia lepaskan kancing-kancing kemudian dia perosotkan hotpants-ku. Aku tak mampu mengelak dan Aku memang tak akan mengelak.

Gairahku sendiri sekarang sudah terbakar hebat. Gelombang dahsyat gairahku telah melanda dan menghanyutkan Aku. Yang bisa kulakukan hanyalah mendesah dan merintih menanggung derita dan siksa nikmat gairahku.

Begitu hotpants-ku merosot ke kaki, Dedi langsung setengah jongkok menciumi celana dalamku. Dia kenyoti hingga basah kuyup oleh ludahnya. Dengan gairah besarnya yang kurang sabaran tangannya memerosotkan celana dalamku. Kini bibir dan lidahnya menyergap kemaluan, bibir dan kelentitku. Aku jadi ikutan tidak sabar.

“Dedi, Tante udah gatal banget, nih”.
“Copot dong celanamu, Aku pengin menciumi kamu punya, kan”.

Dan tanpa protes dia langsung berdiri melepaskan celana panjang berikut celana dalamnya. kemaluannya yang ngaceng berat langsung mengayun seakan mau nonjok Aku. Kini Aku ganti yang setengah jongkok, kukulum kemaluannya.

Dengan sepenuh gairahku Aku jilati ujungnya yang sobek merekah menampilkan lubang kencingnya. Aku merasakan precum asinnya saat Dedi menggerakkan pantatnya ngentot mulutku. Aku raih pahanya biar arah kemaluannya tepat ke lubang mulutku.

“Tante, Aku pengin sodok memek Tante sekarang”. Aku tidak tahu maunya, belum juga Aku puas mengulum kemaluannya dia angkat tubuhku. Dia angkat satu kakiku ke meja dapur hingga kemaluanku terbuka. Kemudian dia tusukkannya kemaluannya yang lumayan gede itu ke kemaluanku.

Aku menjerit tertahan, sudah lebih dari 3 bulan, suamiku nggak nyenggol-nyenggol Aku. Yangs ibuklah, yang rapatlah, yang golflah. Terlampau banyak alasan untuk memberikan waktunya padaku.

Kini kegatalan kemaluanku terobati, Kocokkan kemaluan Dedi tanpa kenal henti dan semakin cepat. Anak muda ini maunya serba cepat. Aku rasa sebentar lagi air maninya pasti muncrat, sementara Aku masih belum sepenuhnya puas dengan entotannya.

Aku harus menunda agar gairah Dedi lebih terarah. Aku cepat tarik kemaluanku dari tusukkannya, Aku berbalik sedikit nungging dengan tanganku bertumpu pada tepian meja. Aku pengin dan mau Dedi nembak kemaluanku dari arah belakang. Ini adalah gaya favoritku.

Biasanya Aku akan cepat orgasme saat dientot suamiku dengan cara ini. Dedi tidak perlu menunggu permintaanku yang kedua. kemaluannya langsung di desakkan ke kemaluanku yang telah siap untuk melahap kemaluannya itu.

Nah, Aku merasakan enaknya kemaluan Dedi sekarang. Pompaannya juga lebih mantab dengan pantatku yang terus mengimbangi dan menjemput setiap tusukan kemaluannya. Ruang dapur jadi riuh rendah. Selintas terpikir olehku, di mana si Karno. Apakah dia masih berkutat dengan komputernya? Atau dia sedang mengintip kami barangkali? Tiba-tiba dalam ayunan kemaluannya yang sudah demikian keras dan berirama Dedi berteriak.

“Dang, Karno, ayoo, bantuin Aku .., Dang..”.

Ah, kurang asem anak-anak ini. Jangan-jangan mereka memang melakukan konspirasi untuk menyetubuhiku saat ada kesempatan disuruh mamanya untuk mengirimkan oleh-oleh itu. Kemudian kulihat Karno dengan tenangnya muncul menuju ke dapur dan berkata ke Dedi

“Aku kebagian apanya Ded?’
“Tuh, lu bisa ngentot mulutnya. Dia mau kok”.

Duh, kata-kata binal yang mereka ucapkan dengan kesan seolah-olah Aku ini hanya obyek mereka. Dan anehnya ucapan-ucapan yang sangat tidak santun itu demikian merangsang gairah gairahku, sangat eksotik dalam khayalku. Aku langsung membayangkan seolah-olah Aku ini anjing mereka yang siap melayani apapun kehendak pemiliknya.

Aku melenguh keras-keras untuk merespon gaya mereka itu. Kulihat dengan tenangnya Karno mencopoti celananya sendiri dan lantas meraih kepalaku dengan tangan kirinya, dijambaknya rambutku tanpa menunjukkan rasa hormat padaku yang adalah teman mamanya itu.

Untuk kemudian ditariknya mendekat ke kemaluannya yang telah siap dalam genggaman tangan kanannya. kemaluan Karno nampak kemerahan mengkilat. Kepalanya menjamur besar diujung batangnya.

Saat bibirku disentuhkannya aroma kemaluannya menyergap hidungku yang langsung membuat Aku kelimpungan untuk selekasnya mencaplok kemaluan itu. Dengan penuh kegilaan Aku lumati, jilati kulum, gigiti kepalanya, batangnya, pangkalnya, biji pelernya.

Tangan Karno terus mengendalikan kepalaku mengikuti keinginannya. Terkadang dia buat maju mundur agar mulutku memompa, terkadang dia tarik keluar kemaluannya menekankan batangnya atau pelernya agar Aku menjilatinya.

Duh, Aku mendapatkan sensasi kenikmatan seksualku yang sungguh luar biasa. Sementara di belakang sana si Dedi terus menggenjotkan kemaluannya keluar masuk menembusi kemaluannya sambil jari-jarinya mengutik- utik dan disogok-sogokkannya ke lubang pantatku yang belum pernah Aku mengalami cara macam itu. Oke, suamiku adalah lelaki konvensional.

Saat dia menggauliku dia lakukan secara konvensional saja. Sehingga saat Aku merasakan bagaimana perbuatan teman dan anak sahabatku ini Aku merasakan adanya sensasi baru yang benar-benar hebat melanda Aku.

Kini 3 lubang erotis yang ada padaku semua dijejali oleh gairah gairah mereka. Aku benar benar jadi lupa segala-galanya. Aku mengenjot-enjot pantatku untuk menjemputi kemaluan dan jari-jari tangan Dedi dan mengangguk-anggukkan kepalaku untuk memompa kemaluan Karno.

“Ah, Tante, mulut Tante sedap banget, sih. Enak kan, kemaluanku. Enak, kan? Sama kemaluan Oom enak mana? N’tar Tante pasti minta lagi, nih”

Dia percepat kendali tangannya pada kepalAaku. Ludahku sudah membusa keluar dai mulutku. kemaluan Karno sudah sangat kuyup. Sesekali Aku berhenti sessat untuk menelan ludahku.

Tiba-tiba Dedi berteriak dari belakang, “Aku mau keluar nih, Tante. Keluarin di memek atau mau diisep, nih?”.

Ah, betapa nikmatnya bisa meminum air mani anak-anak ini. Mendengar teriakan Dedi yang nampak sudah
kebelet mau muncratkan air maninya,

Aku buru-buru lepaskan kemaluan Karno dari mulutku. Aku bergerak dengan cepat jongkok sambil mengangakan mulutku tepat di ujung kemaluan Dedi yang kini penuh giat tangannya mengocok-ocok kemaluannya untuk mendorong agar air maninya cepat keluar.

Kudengar mulutnya terus meracau, “Minum air maniku, ya, Tante, minum ya, minum, nih, Tante, minum ya, makan air maniku ya, Tante, makan ya, enak nih, Tante, enak nih air maniku, Tante, makan ya..”.

Air mani Dedi muncrat-muncrat ke wajahku, ke mulutku, ke rambutku. Sebagian lain nampak mengalir di batang dan tangannya. Yang masuk mulutku langsung Aku kenyam-kenyam dan kutelan. Yang meleleh di batang dan tanganannya kujilati kemudian kuminum.

Kemudian dengan jari-jarinya Dedi mengorek yang muncrat ke wajahku kemudian disodorkannya ke mulutku yang langsung kulumati jari-jarinya itu. Ternyata saat Karno menyaksikan apa yang dikerjakan Dedi dia nggak mampu menahan diri untuk mengocok-ocok juga kemaluannya.

Dan beberapa saat sesudah kemaluan Dedi menyemprotkan air maninya, menyusul kemaluan Karno memuntahkan banyak air maninya ke mulutku.

Aku menerima semuanya seolah-olah ini hari pesta ulang tahunku. Aku merasakan rasa yang berbeda, air mani Dedi serasa madu manisnya, sementara air mani Karno sangat gurih seperti air kelapa muda.

Dasar anak muda, gairah mereka tak pernah bisa dipuaskan. Belum sempat Aku istirahat mereka mengajak Aku ke ranjang pengantinku. Mereka nggak mau tahu kalau Aku masih mengagungkan ranjang pengantinku yang hanya suamiku boleh ngentot Aku di atasnya. Setengahnya mereka menggelandang Aku memaksa menuju kamarku.

Aku ditelentangkannya ke kasur dengan pantatku berada di pinggiran ranjang. Karno menjemput satu tungkai kakiku yang dia angkatnya hingga nempel ke bahunya.

Dia tusukan kemaluannya yang tidak surut ngacengnya sesudah sedemikian banyak menyemprotkan air mani untuk menyesaki kemaluanku, kemudian dia pompa kemaluanku dengan cepat kesamping kanan, kiri, ke atas, ke bawah dengan penuh irama.

Aku merasakan ujungnya menyentuh dinding rahimku dan Aku langsung menggelinjang dahsyat. Pantatku naik turun menjemput tusukan-tusukan kemaluan legit si Karno. Sementara itu Dedi menarik tubuhku agar kepalaku bisa menciumi dan mengisap kemaluannya. Kami bertiga kembali mengarungi samudra nikmatnya gairah yang nikmatnya tak terperi.

Hidungku menikmati banget aroma yang menyebar dari selangkangan Dedi. Jilatan lidah dan kuluman bibirku liar melata ke seluruh kemaluan Dedi.

Kemudian untuk memenuhi kehausanku yang amat sangat, paha Dedi kuraih ke atas ranjang sehingga satu kakinya menginjak ke kasur dan membuat posisi pantatnya menduduki wajahku. Dengan mudah tangan Dedi meraih dan meremasi susu-susu dan pentilku.

Sementara hidungku setengah terbenam ke celah pantatnya dan bibirku tepat di bawah akar pangkal kemaluannya yang keras menggembung.

Aku menggosok-gosokkan keseluruhan wajahku ke celah bokongnya itu sambil tangan kananku ke atas untuk ngocok kemaluan Dedi. Duh, Aku kini tenggelam dalam aroma nikmat yang tak terhingga. Aku menjadi kesetanan menjilati celah pantat Dedi.

Aroma yang menusuk dari pantatnya semakin membuat Aku liar tak terkendali. Sementara di bawah sana Karno yang rupanya melihat bagaimana Aku begitu liar menjilati pantat Dedi langsung dengan buasnya menggenjot kemaluanku. Dia memperdengarkan racauan nikmatnya,

“Tante, kemaluanmu enak, Tante, kemaluanmu Aku entot, Tante, kemaluanmu Aku entot, ya, enak, nggak?, Enak ya, kemaluanku, enak Tante, kemaluanku?”. Aku juga membalas erangan, desahan dan rintihan nikmat yang sangat dahsyat. Dan ada yang rasa yang demikian exciting merambat dari dalam kemaluanku.

Aku tahu orgasmeku sedang menuju ke ambang puncak kepuasanku. Gerakkanku semakin menggila, semakin cepat dan keluar dari keteraturan. Kocokkan tanganku pada kemaluan Dedi semakin kencang. Naik-naik pantatku menjemputi kemaluan Karno semakin cepat, semakin cepat, cepat, cepat, cepat.

Dan teriakanku yang rasanya membahana dalam kamar pengantinku tak mampu kutahan, meledak menyertai bobolnya pertahanan kemaluanku. Cairan gairahku tumpah ruah membasah dan membusa mengikuti batang kemaluan yang masih semakin kencang menusukki kemaluanku.

Dan Aku memang tahu bahwa Karno juga hendak melepas air maninya yang kemudian dengan rintihan nikmatnya akhirnya menyusul sedetik sesudah cairan gairahku tertumpah. Kakiku yang sejak tadi telah berada dalam pelukannya disedoti dan gigitinya hingga meninggalkan cupang-cupang kemerahan.

Sementara Dedi yang sedang menggapai menuju puncak pula, meracau agar Aku mempercepat kocokkan kemaluannya sambil tangannya keras-keras meremasi buah dadaku hingga Aku merasakan pedihnya. Dan saat puncaknya itu akhirnya datang, dia lepaskan genggaman tanganku untuk dia kocok sendiri kemaluannya dengan kecepatan tinggi hingga air maninya muncrat semburat tumpah ke tubuhku.

Aku yang tetap penasaran, meraih batang yang berkedut-kedut itu untuk kukenyoti, mulutku mengisap-isap cairan maninya hingga akhirnya segalanya reda. Jari-jari tanganku mencoleki air mani yang tercecer di tubuhku untuk Aku jilat dan isap guna mengurangi dahaga gairahku.

Sore harinya, walaupun Aku belum sempat merasakan getuk kirimannya yang kini berada dalam lemari esku dengan penuh semangat dan terima kasih Aku menelepon Grace.

“Wah, terima kasih banget atas kirimannya, ya. Karena sudah lama Aku tidak merasakannya, huh, nikmat banget rasanya. Ada gurihnya, ada manisnya, ada legitnya”, kataku sambil selintas mengingat kenikmatan yang Aku raih dari Karno anaknya dan Dedi temannya.

tertawa senang sambil menjawab, “Nyindir, ya. Memangnya kerajinan tanduk dari Pucang (sebuah desa di utara Magelang yang menjadi pusat kerajinan dari tanduk kerbau) itu serasa getuk kesukaanmu itu.

N’tar deh kalau Aku pulang lagi, kubawakan sekeranjang getukmu”. Aku tersedak dan terbatuk-batuk. Mati Aku, demikian pikirku. Ternyata bingkisan dalam kulkas itu bukan getuk kesukaanku.

Kumpulan Cerita Dewasa Aku Menjadi Budak Seks Untuk Tante-Tante


Kumpulan Cerita Dewasa - Sedikit aku akan menceritakan sebagai mana profesiku sebagai gigolo kisah ini memang nyata adanya tanpa ada rekaya di dalamnya, namaku Dedy aku berasal dari kota Bandung , aku sudah menjalani selama kurang lebih 3 tahun  ketika aku disuruh melayani tante tante 4 orang dalam semalam ingin tau ceritanya gimana langsung saja.

Sejak itu aku mempunyai pelanggan tetap namanya Tante Cindy (bukan nama asli), dia seorang janda tidak mempunyai anak, tinggal di Bandung, orangnya cantik, putih, payudaranya besar walaupun sudah kendor sedikit, dia keturunan tionghoa.

Dia seorang yang kaya, memiliki beberapa perusahaan di Bandung dan Jakarta, dan memiliki saham di sebuah Hotel berbintang di Bandung.

Sabtu pukul 7 pagi, HP-ku berbunyi dan terdengar suara seorang wanita, dan kulihat ternyata nomor HP Tante Cindy.

“Hallo Sayang.. lagi ngapain nich.. udah bangun?” katanya.
“Oh Tante.. ada apa nich, tumben nelpon pagi-pagi?” kataku.
“Kamu nanti sore ada acara nggak?” katanya.
“Nggak ada Tante.. emang mo ke mana Tante?” tanyaku.
“Nggak, nanti sore anter Tante ke puncak yach sama relasi Tante, bisa kan?” katanya.
“Bisa tante.. aku siap kok?” jawabku.
“Oke deh Say.. nanti sore Tante jemput kamu di Kostmu ya”, katanya.
“Oke.. Tante”, balasku, dengan itu juga pembicaraan di HP terputus dan aku pun beranjak ke kamar mandi untuk mandi.

Sore jam 5, aku sudah siap-siap dan berpakaian rapi karena Tante Cindy akan membawa teman relasinya. Selang beberapa menit sebuah mobil mercy new eye warnah hitam berkaca gelap berhenti di depan rumahku. Ternyata itu mobil Tante Cindy, langsung aku keluar menghampiri mobil itu sesudah aku mengunci seluruh pintu rumah dan jendela.

Aku pun langsung masuk ke dalam mobil itu duduk di jok belakang, setelah masuk mobil pun bergerak maju menuju tujuan.

Di dalam mobil, aku diperkenalkan kepada dua cewek relasinya oleh tante, gila mereka cantik-cantik walaupun umur mereka sudah 40 tahun, namanya Tante Desy umurnya 41 tahun kulitnya putih, payudaranya besar, dia merupakan istri seorang pengusaha kaya di Jakarta dan Tante Lidya 39 tahun, payudaranya juga besar, kulitnya putih, juga seorang istri pengusaha di Jakarta.

Mereka adalah relasi bisnis Tante Cindy dari Jakarta yang sedang melakukan bisnis di Bandung, dan diajak oleh Tante Cindy refreshing ke villanya di kawasan Puncak. Keduanya keturunan Tionghoa.

Di dalam mobil, kami pun terlibat obralan ngalor-ngidul, dan mereka diberitahu bahwa aku ini seorang gigolo langganannya dan mereka juga mengatakan ingin mencoba kehebatanku.

Selang beberapa menit obrolan pun berhenti, dan kulihat Tante Desy yang duduk di sebelahku, di sofa belakang, tangannya mulai nakal meraba-raba paha dan selangkanganku.

Aku mengerti maksudnya, kugeser dudukku dan berdekatan dengan Tante Desy, lalu tangan Tante Desy, meremas batang kemaluanku dari balik celana. Dengan inisatifku sendiri, aku membuka reitsleting celana panjangku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang sudah tegak berdiri dan besar itu.

Tante Desy kaget dan matanya melotot ketika melihat batang kemaluanku besar dan sudah membengkak itu. Tante Desy langsung bicara kepadaku, “Wow.. Dedy, kontol kamu gede amat, punya suamiku aja kalah besar sama punya kamu..” katanya.

“Masa sich Tante”, kataku sambil tanganku meremas-remas payudaranya dari luar bajunya.
“Iya.. boleh minta nggak, Tante pengen ngerasain kontol kamu ini sambil kontolku dikocok-kocok dan diremas-remas, lalu dibelai mesra?” katanya.

“Boleh aja.. kapan pun Tante mau, pasti Dedy kasih”, kataku yang langsung disambut Tante Desy dengan membungkukkan badannya lalu batang kemaluanku dijilat-jilat dan dimasukakkan ke dalam mulutnya, dengan rakusnya batang kemaluanku masuk semua ke dalam mulutnya sambil disedot-sedot dan dikocok-kocok.

Tante Cindy yang duduk di jok depan sesekali menelan air liurnya dan tertawa kecil melihat batang kemaluanku yang sedang asyik dinikmati oleh Tante Desy. Tanganku mulai membuka beberapa kancing baju Tante Desy dan mengeluarkan kedua payudaranya yang besar itu dari balik BH-nya. lalu kuremas-remas.

“Tante.. susu tante besar sekali.. boleh Dedy minta?” tanyaku.

Tante Desy hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu tanganku mulai meremas-remas payudaranya. Tangan kiriku mulai turun ke bawah selangkangannya, dan aku mengelus-ngelus paha yang putih mulus itu lalu naik ke atas selangkangannya, dari balik CD-nya jariku masuk ke dalam liang kewanitaannya. Saat jariku masuk, mata Tante Desy merem melek dan medesah kenikmatan,

 KLIK DISINI

“Akhhh.. akhhhh.. enakk akhhh.. terus sayang..”

Beberapa jam kemudian, aku sudah tidak tahan mau keluar.

“Tante… Dedy mau keluar nich..” kataku.
“Keluarain di mulut Tante aja”, katanya.

Selang beberapa menit, “Crooot.. crooot.. crottt..” air maniku keluar, muncrat di dalam mulut Tante Desy, lalu Tante Desy menyapu bersih seluruh air maniku.

Kemudian aku pun merobah posisi. Kini aku yang membungkukkan badanku, dan mulai menyingkap rok dan melepaskan CD warna hitam yang dipakainya. Setelah CD-nya terlepas, aku mulai mencium dan menjilat liang kewanitaannya yang sudah basah itu.

Aku masih terus memainkan liang kewanitaannya sambil tanganku dimasukkan ke liang senggamanya dan tangan kiriku meremas-remas payudara yang kiri dan kanan.

Sepuluh menit kemudian, aku merubah posisi. Kini Tante Desy kupangku dan kuarahkan batang kemaluanku masuk ke dalam liang senggamanya,

“Blesss.. belssss.” batang kemaluanku masuk ke dalam memek nya yang sempit itu, dan Tante Desy menggelinjang kenikmatan, ku naik-turunkan pinggul Tante Desy, dan batang kemaluanku keluar masuk dengan leluasa di liang kewanitaannya.

Satu jam kemudian, kami berdua sudah tidak kuat menahan orgasme, kemudian kucabut batang kemaluanku dari mekinya, lalu kusuruh Tante Desy untuk mengocok dan melumat batang kemaluanku dan akhirnya,

“Crooot.. crott.. croottt..” air maniku muncrat di dalam mulut Tante Desy. Seketika itu juga kami berdua terkulai lemas. Kemudian aku pun tertidur di dalam mobil.

sesampainya di villa Tante Cindy sekitar jam 8 malam. Lalu mobil masuk ke dalam pekarangan villa. Kami berempat keluar dari mobil. Tante Cindy memanggil penjaga villa, lalu menyuruhnya untuk pulang dan disuruhnya besok sore kembali lagi.

kami berempat pun masuk ke dalam villa, karena lelah dalam perjalanan aku langsung menuju kamar tidur yang biasa kutempati saat aku diajak ke villa Tante Cindy. Begitu aku masuk ke dalam kamar dan hendak tidur-tiduran, aku terkejut ketika ke 3 tante itu masuk ke dalam kamarku dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelain benang pun yang menempel di tubuhnya.

Kemudian mereka naik ke atas tempat tidurku dan mendorongku untuk tiduran, lalu mereka berhasil melucuti pakaianku hingga bugil. Batang kemaluanku diserang oleh Tante Cindy dan Tante Lidya, sedangkan Tante Desy kusuruh dia mengangkang di atas wajahku, lalu mulai menjilati dan menciumi memek Tante Desy.

Dengan ganasnya mereka berdua secara bergantian menjilati, menyedot dan mengocok batang kemaluanku, hingga aku kewalahan dan merasakan nikmat yang luar biasa. Kemudian kulihat Tante Cindy sedang mengatur posisi mengangkang di selangkanganku dan mengarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya.

“Blesss.. bleeesss..” batang kemaluanku masuk ke dalam memeknya Tante Cindy, lalu Tante Cindy menaik turunkan pinggulnya dan aku merasakan memeknya yang hangat dan sudah basah itu. Aku terus menjilat-jilat dan sesekali memasukkan jariku ke dalam memek Tante Desy, sedangakan Tante Lidya meremas-remas payudara Tante Cindy.

Beberapa jam kemudian, Tante Cindy sudah orgasme dan Tante Cindy terkulai lemas dan langsung menjatuhkan tubuhnya di sebelahku sambil mencium pipiku. Kini giliran Tante Lidya yang naik di selangkanganku dan mulai memasukan batang kemaluanku yang masih tegak berdiri ke memek senggamanya,

“Bleesss.. bleesss..” batang kemaluanku pun masuk ke dalam memek Tante Lidya. Sama seperti Tante Cindy, pinggul Tante Lidya dinaik-turunkan dan diputar-putar.

Setengah jam kemudian, Tante Lidya sudah mencapai puncak orgasme juga dan dia terkulai lemas juga, langsung kucabut batang kemaluanku dari memek Tante Lidya, lalu kusuruh Tante Desy  untuk berdiri sebentar, dan aku mengajaknya untuk duduk di atas meja rias yang ada di kamar itu, lalu kubuka lebar-lebar kedua pahanya dan kuarahkan batang kemaluanku ke memeknya, “Blesss.. .bleeess..” batang kemaluanku masuk ke dalam Desyng kewanitaan Tante Desy.

Kukocok-kocok maju mundur batang kemaluanku di dalam memek Tante Desy, dan terdengar desahan hebat,

“Akhhh.. akhhh.. akhhh.. terus sayang.. enak..” Aku terus mengocok senjataku, selang beberapa menit aku mengubah posisi, kusuruh dia membungkuk dengan gaya doggy style lalu kumasukan batang kemaluanku dari arah belakang. “Akhhh.. akhhh..” terdengar lagi desahan Tante Desy.

Aku tidak peduli dengan desahan-desahannya, aku terus mengocok-ngocok batang kemaluanku di memeknya sambil tanganku meremas-remas kedua buah dada yang besar putih yang bergoyang-goyang menggantung itu.

Aku merasakan memek Tante Desy basah dan ternyata Tante Desy sudah keluar. Aku merubah posisi, kini Tante Desy kusuruh tiduran di lantai, di atas karpet dan kubuka lebar-lebar pahanya dan kuangkat kedua kakinya lalu kumasukkan batang kemaluanku ke dalam memeknya,

“Blesss.. blessss.. blessss..” batang kemaluanku masuk dan mulai bekerja kembali mengocok-ngocok di dalam memeknya. Selang beberapa menit, aku sudah tidak tahan lagi, lalu kutanya ke Tante Desy, “Tante, aku mau keluar nich.. di dalam apa di luar?” tanyaku.

“Di dalam aja Sayang..” pintanya.

Kemudian, “Crottt.. crooottt.. croottt..” air maniku muncrat di dalam memeknya Tante Desy, kemudian aku jatuh terkulai lemas menindih tubuh Tante Desy sedangkan kejantananku masih manancap dengan perkasanya di dalam memeknya.

Kami berempat pun tidur di kamarku, keesokan harinya kami berempat melakukan hal yang sama di depan TV dekat perapian, di kamar mandi, maupun di dapur,Sampai sekarang aku dan tante Cindy beserta kawan nya tante Lidya tetap berhubungan sampai sekarang…