Saturday, February 13, 2021

Kumpulan Cerita Dewasa Imajinasi Liar Tentang Sari


Kumpulan Cerita Dewasa -  Walaupun bulan ini penuh dengan kesibukanku, aku termasuk orang yang sangat susah untuk dapat mengontrol keinginan seks atas wanita. Pengalaman ini kualami beberapa hari sebelum bulan-bulan sibukku yang lalu di tempat kost. Di tempat kost kami berlima dan hanya ada satusatunya cewek di kost ini, namanya Sari.

Aku heran ibu kost menerima anak perempuan di kost ini. Oh, rupanya Sari bekerja di dekat kost sini.

Sari cukup cantik dan kelihatan sudah matang dengan usianya yang relatif sangat muda, tingginya kira-kira 160 cm. Yang membuatku bergelora adalah tubuhnya yang putih dan kedua buah dadanya yang cukup besar. Ahh, kapan aku bisa mendapatkannya, pikirku. Menikmati tubuhnya, menancapkan penisku ke vaginanya dan menikmati gelora kegadisannya.

Perlu pembaca ketahui, umurku sudah 35 tahun. Belum menikah tapi sudah punya pacar yang jauh di luar kota. Soal hubungan seks, aku baru pernah dua kali melakukannya dengan wanita. Pertama dengan Mbak Anik, teman sekantorku dan dengan Esther. Dengan pacarku, aku belum pernah melakukannya. Swear..! Beneran. 

Kami berlima di kost ini kamarnya terpisah dari rumah induk ibu kost, sehingga aku dapat menikmati gerak-gerik Sari dari kamarku yang hanya berjarak tidak sampai 10 meter. Yang gila dan memuncak adalah aku selalu melakukan masturbasi minimal dua hari sekali. Aku paling suka melakukannya di tempat terbuka. Kadang sambil lari pagi, aku mencari tempat untuk melampiaskan imajinasi seksku.

Sambil memanggil nama Sari, crot crot crot.., muncratlah spermaku, enak dan lega walau masih punya mimpi dan keinginan menikmati tubuh Sari. Aku juga suka melakukan masturbasi di rumah, di luar kamar di tengah malam atau pagi-pagi sekali sebelum semuanya bangun. Aku keluar kamar dan di bawah terang lampu neon atau terang bulan, kutelanjangi diriku dan mengocok penisku, menyebut-nyebut nama Sari sebagai imajinasi senggamaku. Bahkan, aku pernah melakukan masturbasi di depan kamar Sari, kumuntahkan spermaku menetesi pintu kamarnya. Lega rasanya setelah melakukan itu.

Sari kuamati memang terlihat seperti agak binal. Suka pulang agak malam diantar cowok yang cukup altletis, sepertinya pacarnya. Bahkan beberapa kali kulihat suka pulang pagi-pagi, dan itu adalah pengamatanku sampai kejadian yang menimpaku beberapa hari sebelum bulan itu.

Seperti biasanya, aku melakukan masturbasi di luar kamarku. Hari sudah larut hampir jam satu dini hari. Aku melepas kaos dan celana pendek, lalu celana dalamku. Aku telanjang dengan Tangan kiri memegang tiang dan tangan kanan mengocok penisku sambil kusebut nama Sari. Tapi tiba-tiba aku terhenti mengocok penisku, karena memang Sari entah tiba-tiba tengah malam itu baru pulang.

Dia memandangiku dari kejauhan, melihat diriku telanjang dan tidak dengan cepat-cepat membuka kamarnya. Sepertinya kutangkap dia tidak grogi melihatku, tidak juga kutangkap keterkejutannya melihatku. Aku yang terkejut.

Setelah dia masuk kamar, dengan cuek kulanjutkan masturbasiku dan tetap menyebut nama Sari. Yang kurasakan adalah seolah aku menikmati tubuhnya, bersenggama dengannya, sementara aku tidak tahu apa yang dipikirkannya tentangku di kamarnya.

Malam itu aku tidur dengan membawa kekalutan dan keinginan yang lebih dalam.
Paginya, ketika aku bangun, sempat kusapa dia.
“Met pagi..” kataku sambil mataku mencoba menangkap arti lain di matanya. Kami hanya bertatapan.
Ketika makan pagi sebelum berangkat kantor juga begitu.

“Kok semalam sampai larut sih..?” tanyaku.
“Kok tak juga diantar seperti biasanya..?” tanyaku lagi sebelum dia menjawab. 
“Iya Mas, aku lembur di kantor, temenku sampai pintu gerbang saja semalam.” jawabnya sambil tetap menunduk dan makan pagi.
“Semalam nggak terkejut ya melihatku..?” aku mencoba menyelidiki.

Wajahnya memerah dan tersenyum. Wahh.., serasa jantungku copot melihat dan menikmati senyum Sari pagi ini yang berbeda.
Aku rasanya dapat tanda-tanda nih, sombongnya hatiku.
Rumah kost kami memang tertutup oleh pagar tinggi tetangga sekeliling.
Kamarku berada di pojok dekat gudang, lalu di samping gudang ada halaman kecil kira-kira 30 meter persegi, tempat terbuka dan tempat untuk menjemur pakaian.
Tanah ibu kostku in cukup luas, kira-kira hampir 50 X 100 m. Ada banyak pohon di samping rumah, di samping belakang juga.

Di depan kamarku ada pohon mangga besar yang cukup rindang.
Rasanya nasib baik berpihak padaku. Sejak saat itu, kalau aku berpapasan dengan Sari atau berbicara, aku dapat menangkap gejolak nafsu di dadanya juga. Kami makin akrab. Ketika kami berbelanja kebutuhan Puasa di supermarket, kukatakan terus terang saja kalau aku sangat menginginkannya. Sari diam saja dan memerah lagi, dapat kulihat walau tertunduk.
Aku mengajaknya menikmati malam Minggu tengah malam kalau dia mau. Aku akan menunggu di halaman dekat kamarku, kebetulan semua teman-teman kostku pulang kampung. Yang satu ke Solo, istrinya di sana, tiap Sabtu pasti pulang. Yang satunya pulang ke Temanggung, persiapan Puasa di rumah.



Aku harus siapkan semuanya.
Kusiapkan tempat tidurku dengan sprei baru dan sarung bantal baru. Aku mulai menata halaman samping, tapi tidak begitu ketahuan. Ahh, aku ingin menikmati tubuh Sari di halaman, di meja, di rumput dan di kamarku ini. Betapa menggairahkan, seolah aku sudah mendapat jawaban pasti.
Sabtu malam, malam semakin larut. Aku tidur seperti biasanya. Juga semua keluarga ibu kost.
Aku memang sudah nekat kalau seandainya ketahuan.

Aku sudah tutupi dengan beberapa pakaian yang sengaja kucuci Sabtu sore dan kuletakkan di depan kamarku sebagai penghalang pandangan.

Tidak lupa, aku sudah menelan beberapa obat kuat/perangsang seperti yang diiklankan.
Tengah malam hampir jam setengah satu aku keluar.
Tidak kulihat Sari mau menanggapi.

Kamarnya tetap saja gelap. Seperti biasa, aku mulai melepasi bajuku sampai telanjang, tangan kiriku memegangi tiang jemuran dan tangan kananku mengocok penisku.
Sambil kusebut nama Sari, kupejamkan mataku, kubayangkan sedang menikmati tubuh Sari. Sungguh mujur aku waktu itu.

Di tengah imajinasiku, dengan tidak kuketahui kedatangannya, Sari telah ada di belakangku.
Tanpa malu dan sungkan dipeluknya aku, sementara tanganku masih terus mengocok penisku.
Diciuminya punggungku, sesekali digigitnya, lalu tangannya meraih penisku yang menegang kuat.
“Sari.. Sari.. achh.. achh.. nikmatnya..!” desahku menikmati sensasi di sekujur penisku dan tubuhku yang terangkat tergelincang karena kocokan tangan Sari.

“Uhh.. achh.. Sari, Sari.. ohhh.. aku mau keluar.. ohh..” desahku lagi sambil tetap berdiri.
Kemudian kulihat Sari bergerak ke depanku dan berlutut, lalu dimasukkannya penisku ke mulutnya.

“Oohhh Sari… Uhh Sariii.., Saarrii… Nikmat sekali..!” desahku ketika mulutnya mengulumi penisku kuat-kuat.
Akhirnya aku tidak dapat menahannya lagi, crott.. crot.. crot.., spemaku memenuhi mulut Sari, membasai penisku dan ditelannya. Ahh anak ini sudah punya pengalaman rupanya, pikirku.

Lalu Sari berdiri dengan mulut yang masih menyisakan spermaku, aku memeluknya dan menciuminya. Ahh.., kesampaian benar cita-citaku menikmati tubuhnya yang putih, lembut, sintal dan buah dadanya yang menantang.

Kulumati bibirnya, kusapu wajahnya dengan mulutku. Kulihat dia memakai daster yang cukup tipis. BH dan celana dalamnya kelihatan menerawang jelas. Sambil terus kuciumi Sari, tanganku berkeliaran merayapi punggung, dada dan pantatnya. Ahh.. aku ingin menyetubuhi dari belakang karena sepertinya pantatnya sangat bagus.
Aku segera melepaskan tali telami dasternya di atas pundak, kubiarkan jatuh di rumput.
Ahh.., betapa manis pemandangan yang kulihat. Tubuh sintal Sari yang hanya dibalut dengan BH dan celana dalam. Wahhh.., membuat penisku mengeras lagi.

Kulumati lagi bibirnya, aku menelusuri lehernya.
“Ehh.., ehhh..!” desis Sari menikmati cumbuanku.
“Ehh.., ehhh..!” sesekali dengan nada agak tinggi ketika tanganku menggapai daerah-daerah sensitifnya.

Kemudian kepalanya mendongak dan buah dadanya kuciumi dari atas. O my God, betapa masih padat dan montok buah dada anak ini. Aku mau menikmatinya dan membuatnya mendesis-desis malam ini.

Tanganku yang nakal segera saja melepas kancing BH-nya, kubuang melewati jendela kamarku, entah jatuh di mana, mungkin di meja atau di mana, aku tidak tahu. Uhhh.., aku segera memandangi buah dada yang indah dan montok ini.

Wah luar biasa, kuputari kedua bukitnya. Aku tetap berdiri. bergantian kukulumi puting susunya. Ahh.., menggairahkan.

Terkadang dia mendesis, terlebih kalau tangan kananku atau kiriku juga bermain di putingnya, sementara mulutku menguluminya juga. Tubuhnya melonjak-lonjak, sehingga pelukan tangan kanan atau kiriku seolah mau lepas.

Sari menegang, menggelinjang-gelinjang dalam pelukanku. Lalu aku kembali ke atas, kutelusuri lehernya dan mulutku berdiam di sana.

Tanganku sekarang meraih celana dalamnya, kutarik ke bawah dan kubantu melepas dari kakinya. Jadilah kami berdua telanjang bulat.

Kutangkap kedua tangan Sari dan kuajak menjauh sepanjang tangan, kami berpandangan penuh nafsu di awal bulan ini.

Kami sama-sama melihat dan menjelajahi dengan mata tubuh kami masing-masing dan kami sudah saling lupa jarak usia di antara kami.

Penisku menempel lagi di tubuhnya, enak rasanya. Aku memutar tubuhnya, kusandarkan di dadaku dan tangannya memeluk leherku.

Kemudian kuremasi buah dadanya dengan tangan kiriku, tangan kananku menjangkau vaginanya.
Kulihat taman kecil dengan rumput hitam cukup lebat di sana, lalu kuraba, kucoba sibakkan sedikit selakangannya.

Sari tergelincang dan menggeliat-geliat ketika tanganku berhasil menjangkau klitorisnya.
Seolah dia berputar pada leherku, mulutnya kubiarkan menganga menikmati sentuhan di klitorisnya sampai terasa semakin basah.

Kubimbing Sari mendekati meja kecil yang kusiapkan di samping gudang. Kusuruh dia membungkuk.
Dari belakang, kuremasi kedua buah dadanya. Kulepas dan kuciumi punggungnya hingga turun ke pantatnya.
Selangkangannya semakin membuka saja seiring rabaanku.

Setelah itu aku turun ke bawah selakangannya, dan dengan penuh nafsu kujilati vaginanya.
Mulutku menjangkau lagi daerah sensitif di vaginanya sampai hampir-hampir kepalaku terjepit.
“Oohh.., ehh.., aku nggak tahan lagi.., masukkan..!” pintanya.
Malam itu, pembaca dapat bayangkan, aku akhirnya dapat memasukkan penisku dari belakang. Kumasukkan penisku sampai terisi penuh liang senggamanya.

Saat penetrasi pertama aku terdiam sebelum kemudian kugenjot dan menikmati sensasi orgasme.

Aku tidak perduli apakah ada yang mendengarkan desahan kami berdua di halaman belakang.

Aku hanya terus menyodok dan menggenjot sampai kami berdua terpuaskan dalam gairah kami masing-masing.

Aku berhasil memuntahkan spermaku ke vaginanya, sementara aku mendapatkan sensasi jepitan vagina yang hebat ketika datang orgasmenya.
Aku dibuatnya puas dengan kenyataan imajinasiku malam Minggu itu.

Sabtu malam atau minggu dini hari yang benar-benar hebat. Aku bersenggama dengan Sari dalam bebrapa posisi.
Terakhir, sebelum posisi konvensioal, aku melakukan lagi posisi 69 di tempat tidur.
Ahh Sari, dia berada dalam pelukanku sampai Minggu pagi jam 8 dan masih tertidur di kamarku. Aku bangun duluan dan agak sedikit kesiangan.

Ketika melihat ke luar kamar, ohh tidak ada apa-apa.

Kulihat kedua cucu ibu kostku sedang bermain di halaman Mereka tidak mengetahui di tempat mereka bermain itu telah menjadi bagian sejarah seks hidupku dan Sari.

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Menggoda Menantu Idaman Dengan Bodi Model


Kumpulan Cerita Dewasa - Berdiri di depan pintu rumahku, menantu permpuanku, Mirna, mendekatkan kepalanya ke arahku dan berbisik,
“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.” Dia memberiku sebuah kecupan ringan di pipi, dan berbalik lalu
berjalan menyusul suami dan anaknya yang sudah lebih dulu menuju ke mobil. Yoyok menempatkan bayinya
pada dudukan bayi itu, dan seperti biasanya, dia terlalu jauh untuk mendengar apa yang dibisikkan
istrinya tercintanya terhadap Ayah kandungnya.

Mirna melenggang di jalan kecil depan rumah dengan riangnya bagai seorang gadis remaja yang menggoda.
Yoyok tak mengetahui ini juga, ini semua dilakukan istrinya hanya untukku…

Mungkin kalian semua mengira aku terlalu mengada-ada soal ini, tapi kenyataannya apa yang Mirna lakukan
ini tidak hanya sekali ini saja. Dan sejak aku tak terlalu terkejut lagi, aku merasa ada sesuatu yang
hilang jika dia tidak melakukannya saat berkunjung ke rumahku.Aku merasa ada getaran pada penisku, dan
sebagai seorang laki-lakii biasa yang masih normal, pikiran ‘andaikan… yang wajar menurutku selalu hadir
di benakku.
Mirna adalah seorang wanita yang bertubuh mungil, tapi meskipun begitu ukuran tubuhnya tersebut tak
mampu menutupi daya tarik seksualnya. Sosoknya terlihat tepat dalam ukurannya sendiri. Dia mempunyai
rambut hitam pekat yang dipotong sebahu, dia sering mengikatnya dengan bandana. Dia memiliki energi dan
keuletan yang sepengetahuanku tak dimiliki orang lain. Sebuah keindahan nan elok kalau ingin
mendiskripsikannya. Dia selalu sibuk, selalu terlihat seakan dikejar waktu tapi tetap selalu terlihat
manis. Dia masuk dalam kehidupan keluarga kami sejak dua tahun lalu, tapi dengan cepat sudah terlihat
sebagai anggota keluarga kami sekian lamanya.

Yoyok bertemu dengan mirna saat masih kuliah di tahun pertama. Mirna baru saja lulus SMU, mendaftar di
kampus yang sama dan ikut kegiatan orientasi mahasiswa baru. Kebetulan Yoyok yang bertugas sebagai
pengawas dalam kelompoknya Mirna. Seperti yang sering mereka bilang, cinta pada pandangan pertama.

Mereka menikah di usia yang terbilang sangat muda, Yoyok 23 tahun dan Mirna 19 tahun. Setahun kemudian
bayi pertama mereka lahir. Aku ingat waktu itu kebahagian terasa sangat menyelimuti keluarga kami.
Suasana saat itu semakin membuat kami dekat. Mirna mempunyai selera humor yang sangat bagus, selalu
tersenyum riang, dan juga menyukai bola. Dia sering terlihat bercanda dengan Yoyok, mereka benar-benar
pasangan serasi. Dia selalu memberi semangat pada Yoyok yang memang memerlukan hal itu.

Yoyok dan Mirna sering berkunjung kemari, membawa serta bayi meraka. Mereka telah mengontrak rumah
sendiri, meskipun tak terlalu besar. Aku pikir mereka merasa kalau aku membutuhkan seorang teman, karena
aku seorang lelaki tua yang akan merasa kesepian jika mereka tak sering berkunjung. Disamping itu, aku
memang sendirian di rumah tuaku yang besar, dan aku yakin mereka suka bila berada disini, dibandingkan
rumah kontrakannya yang sempit. 

Ibunya Yoyok telah meninggal karena kanker sebelum Mirna masuk dalam kehidupan kami. Sebenarnya, tanpa
mereka, aku benar-benar akan jadi orang tua yang kesepian. Aku masih sangat merindukan isteriku, dan
bila aku terlalu meratapi itu, aku pikir, kesepian itu akan memakanku. Tapi pekerjaanku di perkebunan
serta kunjungan mereka, telah menyibukkanku. Terlalu sibuk untuk sekedar patah hati, dan terlalu sibuk
untuk mencari wanita untuk mengisi sisa hidupku lagi. Aku tak terlalu memusingkan kerinduanku pada sosok
wanita. Tak terlalu.

Bayi mereka lahir, dan menjadi penerus keturunan keluarga kami. Kami sangat menyayanginya. Dan kehidupan
terus berjalan, Yoyok melanjutkan pendidikannya untuk gelar MBA, dan Mirna bekerja sebagai Teller di
sebuah Bank swasta.

Kunjungan mereka padaku tak berubah sedikitpun, cuma bedanya sekarang mereka sering membawa beberapa
bingkisan juga. Tentu saja, diasamping itu juga perlengkapan bayi, beberapa popok, mainan dan makanan
bayi.

Beberapa bulan lalu Mirna dan bayi mereka datang saat Yoyok masih di kelasnya. Dia duduk disana
menggendong bayinya di lengannya. Dia sedang berusaha untuk menidurkan bayinya. Aku tak tahu caranya,
tapi pemandangan itu entah bagaimana telah menggelitik kehidupan seksualku

“Ngomong-omong… kapan Ayah akan segera menikah lagi?” dia bertanya dengan getaran pada suaranya.

“Aku tak tahu. Aku kelihatannya belum terlalu membutuhkan kehadiran seorang wanita
dalam hidupku.

Lagipula, aku telah memiliki kalian yang menemaniku.”

“Aku tidak bicara tentang teman. Aku sedang bicara soal seks.” matanya mengedip kearahku saat dia
bicara.
“Apa?”“Ayah tahu, seks.” dia hampir saja tertawa sekarang.
“Ketika seorang lelaki dan wanita sudah telanjang dan memainkan bagiannya masin-masing?”
“Ya, aku tahu seks,” aku membela diri.
“Lagipula kamu pikir darimana suamimu berasal?”
“Yah, aku hanya khawatir kalau Ayah sudah melupakannya. Maksudku, apa Ayah tak merindukan hal itu?”
“Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah terlalu tua untuk hal seperti itu.”
“Hei! Lelaki tak pernah bosan dengan hal itu. Setidaknya begitulah dengan putramu.”
“Anakku jauh lebih muda dariku, dan dia mempunyai seorang istri yang cantik.”
“Terima kasih, tapi aku masih tetap menganggap Ayah membutuhkannya,” dia menekankan suaranya pada kata
‘Ayah’.
“Terima kasih sudah ngobrol,” kataku, masih terdengar sengit.Cerita Sex Pembantu

Ada sedikit jeda pada perbincangan itu, saat dia masih menekan kehidupan seksualku. Aku pikir bukanlah
urusannya untuk mencampuri hal itu meskipun kadang aku membayangkannya juga.

Dia pandang bayinya, yang akhirnya tertidur, dan memberinya sebuah senyuman rahasia, sepertinya mereka
berdua akan berbagi sebuah rahasia besar.
Masih memandangnya, tapi dia berbicara padaku, “Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”

“Apa!!!?”
“Aku serius.” Mirna menatapku.
“Kalau Ayah menginginkan aku… Ayah adalah seorang lelaki yang tampan. Ayah membutuhkan seks. Disamping
itu, aku bersedia, kan?”

Aku pikir dia sedang bercanda. Tapi wanita yang menggoda ini tidak sedang main-main. Tapi tetap saja tak
mungkin aku melakukannya dengan istri dari anak kandungku sendiri.

“Terima kasih atas tawarannya, tapi kupikir aku akan menolak tawaranmu.” suaraku terdengar penuh dengan
keraguan saat mengucapkannya.

Mirna mencibirkan bibir bawahnya, aku tak bisa menduga apa yang sedang dirasakannya. Dia tetap terlihat
menawan, dan aku merasa Yoyok sangat beruntung.Dia bicara dengan pelan.

“Dengar, Yoyok tak akan tahu. Maksudku, aku tak akan mengatakannya kalau Ayah juga menjaga rahasia. Dan
bukan berarti aku menawarkan diriku pada setiap lelaki yang kutemui. Aku bukan wanita seperti itu dan
aku bisa mengatur agar sering berkunjung kemari. Dan aku tahu Ayah menganggapku cukup menarik kan, sebab
aku sering melihat Ayah memandangi pantatku.”

Aku tak mungkin menyangkalnya. Mirna mungkin tak terlalu tinggi, tapi dia memiliki bongkahan pantat yang
indah diatas kedua kakinya.

“Ya, kamu memang memiliki pantat yang indah. Tapi itu bukan berarti kalau aku ingin berselingkuh dengan
menantuku sendiri.”

Dia berhenti sejenak, tapi Mirna kelihatannya tak akan menyerah begitu saja.

“Yah, tapi jangan lupa.
“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”

Dan itulah awal dari semua ini.

Seiring minggu yang berlalu, entah di sengaja atau tidak, dia seakan selalu berusaha untuk menggodaku,
membuat puting sususnya menyentuh dadaku saat dia menyerahkan bayinya padaku untuk ku gendong. Atau dia
masukkan jarinya di mulutnya saat Yoyok tak melihat, dan menghisapnya dengan pandangan penuh kenikmatan
ke arahku. Suatu waktu dia duduk di lantai dengan kaki menyilang dan sedang bermain dengan bayinya, dia
memandangku tepat di mata, tersenyum, dan menyentuh pangkal paha di balik celana jeansnya. Aku tak akan
melupakan hal itu.

Dan dia entah bagaimana selalu menemukan cara untuk berduaan denganku walaupun sesaat, dan dia memberiku
ciuman singkat yang penuh gairah, tepat di bibir. Itu semua dilakukannya berulang-ulang.

“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia berbisik di belakang Yoyok saat suaminya itu sedang memasukkan
DVD pada player.
“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia berbisik saat mendekat untuk menyodorkan minuman padaku.
“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia membisikkannya setiap kali dia berpamitan.

Dan sekarang, aku bukanlah terbuat dari batu, dan aku tak akan bilang tingkah lakunya itu tidak
memberikan pengaruh terhadapku. Mirna sangat manis dan mungil, dan meskipun setelah melahirkan bayi
pertamanya tak membuat tubuhnya berubah seperti kebanyakan wanita. Dia tetap langsing, dan manis, dan

dia menawarkan dirinya untuk kumiliki. Tapi aku tak akan memulai langkah pertama untuk tidur dengan
menantuku sendiri, tak perduli semudah apapun itu.
Setidaknya itulah yang tetap kukatakan pada diriku sendiri.

Beberapa minggu yang lalu kami semua berkumpul di rumahku untuk melihat pertandingan bola. Aku mengambil
beberapa kaleng minuman dan sedang berada di dapur untuk menyiapkan beberapa makanan ringan saat Mirna
muncul dari balik pintu itu.

“Hai!” sapanya, membuka pintu dan masuk ke dapur.
“Ayah sudah siap untuk pertandingan nanti?”
“Hampir. Aku sedang membuat makanan untuk keluarga kecil kita, dan aku punya beberapa wortel untuk
cucuku. Aku pikir dia akan suka dan warnanya sama dengan kesebelasan yang akan bertanding nanti, kan?”

Mirna tertawa dan berkata. “Aku rasa dia tak akan perduli. Disamping itu bukankah ada hal lain yang
lebih baik yang bisa Ayah kerjakan untukku?”

“Jangan menggodaku. Aku seorang kakek dan aku akan lakukan apa yang menurutku akan disukai oleh cucuku.”
aku memandangnya.

Mirna berdiri di sana memakai bandana merah kesukaannya diatas rambutnya yang sebahu.

Dia memakai kaos yang sedikit ketat yang bahkan tak sampai ke pinggangnya, dan pusarnya mengedip padaku
dibalik kaosnya. Kancing jeansnya membuatnya kelihatan seperti anak-anak diera bunga tahun 60an, dan dia
memakai sandal dengan bagian bawah yang tebal yang menjadikannya lebih tinggi sepuluh centi. Kuku
kakinya dicat merah senada dengan lipstiknya, dan itu menjadi terlihat dengan sangat menarik dibalik
denimnya.

Dia selalu suka mengenakan perhiasan, dan dia memakainya pada leher, telinga, pergelangan tangan dan
bahkan di jari kakinya. Dia membuatku berandai-andai jika saja aku masih remaja, jadi aku dapat memacari
gadis sepertinya. Mungkin suatu waktu nanti aku harus pergi ke kampus dan mencari gadis-gadis.
Khayalanku terhenti saat menyadari kalau Yoyok dan bayinya tidak mengikutinya masuk.

“Mana anggota keluargamu yang lainnya?” aku bertanya ingin tahu.

“Mereka akan segera datang. Yoyok pergi ke toko perkakas untuk membeli peralatan mesin cuci yang rusak.
Dia ingin membawa serta anaknya. ‘Perjalanan ke toko perkakas yang pertama bersama Ayah’ kurasa yang
dikatakannya padaku.” dia tersenyum.
“Apa Ayah mempermasalahkan saat pertama kalinya mengajak Yoyok ke toko perkakas?”
“Aku tak ingat,” aku berkata dengan garing.

Mirna mendekat padaku, dan menaruh tangannya melingkari leherku.

“Ini kesempatan Ayah. Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”


Mirna memandangku tepat di mata dan mengangkat tubuhnya dan menciumku lama dan liar. Aku ingin
mendorongnya, tapi aku tak tahu dimana aku harus menaruh tanganku. Aku tak mau menyentuh pinggang
telanjang itu, dan jika aku menaruh tanganku di dadanya aku pasti akan menyentuh puting susunya. Saat
aku masih terkejut dan bingung, aku temukan diriku menikmati ciumannya. Ini sudah terlalu lama, dan aku
merasa telah lupa akan rasa lapar yang mulai tumbuh dalam diriku.

Akhirnya aku menghentikan ciuman itu dan mundur dan melepaskan tangannya dari leherku.

“Kita tak bisa melakukannya.” aku mencoba menyampaikannya dengan lembut, tapi aku takut itu kedengaran
seperti rajukan.
“Ya kita bisa.” Mirna kembali menaruh lengannya di leherku dan mendorong bibirku ke arahnya.

Ada gairah yang lebih lagi dalam ciuman kali ini, dan akhirnya penerimaanku. Kali ini saat kami
berhenti, ada sedikit kekurangan udara diantara kami berdua, dan aku semakin merasa sedikit bimbang.

Mirna memandangku dengan binar di matanya dan sebuah senyuman di bibirnya.

“Ayah menginginkanku. Aku bisa merasakannya. Ayah tak mendapatkan wanita setahun belakangan ini, dan
Ayah tak mempunyai tempat untuk melampiaskannya. Dan aku menginginkan Ayah. Jadi tunggu apa lagi…”Pada
sisi ini aku tak mampu berkomentar.

Aku menginginkannya. Tapi aku tak dapat meniduri menantuku, bisakah aku? Tapi aku menginginkan dia. Aku
merasa pertahananku melemah, dan saat Mirna menciumku lagi, aku jadi sedikit terkejut saat menyadari
diriku membalas ciumannya dengan rakus.

“Mmmmm. Itu lebih baik,” katanya saat kami berhenti untuk mengambil nafas.

Mirna menarik tangannya dari leherku dan mulai melepaskan kancing celanaku saat menciumku kembali lalu
dia mundur. Jadi dia bisa melihat saat dia melepaskan kancing jeansku, menurunkan resletingnya, dan
merogoh ke dalam untuk mengeluarkan barangku. Aku terkejut saat terlihat jadi tampak lebih besar di
genggaman tangannya yang kecil. Setahun sudah tak disentuh oleh wanita , dan bereaksi dengan cepat,
menjadi keras dan cairan pre-cumnya keluar saat dia mengocoknya dengan lembut.

Mirna mundur dan duduk. Saat kepalanya turun, dia menempatkan bibirnya di pangkal penisku yang basah.
“Aku rasa aku menyukai bentuknya,” bisiknya sambil menatap mataku.

Lalu kemudian dia membuka mulutnya dan dengan perlahan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ke dalam
dan lebih dalam lagi penisku masuk dalam mulutnya yang lembut, hangat dan basah, dan aku merasa berada
di dalam vagina yang basah dan kenyal saat lidahnya menari di penisku. Akhirnya aku merasa telah berada
sedalam yang ku mampu, bibirnya menyentuh rambut kemaluanku dan kepala penisku berada entah di mana jauh
di tenggorokannya. Penisku tanpa terasa mengejang, dan pinggangku bergerak berlawanan arah dengannya,
dan bersiap untuk menyetubuhi wajahnya.

Tapi Mirna perlahan menjauhkan mulutnya dariku, menimbulkan suara seperti sedang mengemut permen. Saat
dia bangkit untuk menciumku lagi, aku mengarahkan tanganku diantara pahanya. Aku gosok jeansnya dan dia
menggeliat karenanya.

“Mmmm, itu pasti nikmat,” katanya.
“Tapi biar aku membuatnya jadi lebih mudah.”

Mirna melepaskan kancing celananya dan menurunkan resletingnya, memperlihatkan celana dalam katunnya
yang bergambar beruang kecil. Diturunkannya celananya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kami melihat ke
bawah pada area gelap dibawah sana dimana kewanitaannya bersembunyi, dan kemudian aku sentuh perutnya
yang kencang dan terus menurunkan celana dalamnya.

Mirna mengerang dalam kenikmatan saat tanganku mencapai sasarannya dibalik celana dalamnya. Vaginanya
serasa selembut pantat bayi, dan aku sadar kalau dia pasti telah mencukurnya sebelum kemari. Terasa
basah dan licin oleh cairan kewanitaannya dan membuatku kagum karena itu tak menimbulkan bekas basah di
luar jeansnya. Saat tanganku menyelinap dibalik bibir vaginanya dan menyentuh klitorisnya yang mengeras,
dia memejamkan matanya dan menekan berlawanan arah dengan jariku.

Mirna menaruh salah satu tangannya di leherku dan mendorong kami untuk sebuah ciuman intensif berikutnya
sedangkan tangannya yang lain mengocok penisku dan tanganku terus bergerak dalam lubang basahnya. Saat
kami berhenti untuk bernafas, Mirna mundur dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan,

“Yoyok datang.” Aku segera melepasnya dan menuju jendela. Ya, mobil Yoyok terlihat di jalan sedang
menuju kemari.

Mirna pasti melihatnya dari balik bahuku saat kami saling mencumbui leher. Tiba-tiba perasaan bersalah
datang menerkam karena hampir saja ketahuan. Aku tak percaya apa yang hampir saja kami lakukan. Dengan
tergesa-gesa aku kenakan kembali celanaku, tapi Mirna menghentikanku dan menangkap tanganku dan
melanjutkan kocokannya.

“Hei, tidak boleh. Tak semudah itu Ayah boleh mengakhirinya. Aku telah menunggu terlalu lama untuk ini.”
“Tapi Yoyok hampir datang! Dia akan melihat kita!”

Mirna mengeluarkan penisku dan berjalan ke arah meja dapur.

“Ini perjanjiannya,” katanya.
“Aku tak akan mengadu pada Yoyok tentang apa yang baru saja kita lakukan kalau Ayah dapat dapat
mengeluarkan seluruh sperma Ayah dalam vaginaku sebelum dia sampai kemari.” Sambil berkata begitu, dia

menurunkan celananya hingga lutut dan membungkuk di meja itu.“Dia segera datang!” hampir saja aku
teriak.“Tidak.”

Mirna membentangkan kakinya sejauh celananya memungkinkan untuk itu dan dia memandangku lewat bahunya.
“Dia harus menggendong bayi dan mengeluarkan semua barangnya. Biasanya dia memerlukan beberapa menit.
Sekarang kemarilah dan setubuhi aku.”

Mirna telah telanjang dari pinggang hingga kaki, dan dia memohon padaku agar segera memasukkan diriku
dalam tubuhnya. Aku menatap dua lubang yang mengundang itu. Pantatnya begitu kencang dan aku tak terusik
saat melihat lubang anusnya yang berkerut kemerahan, dan di bawahnya, bibir vaginanya yang merah,
terlihat mengkilap basah. Kakinya tak sejenjang model, tapi lebih kecil dan terasa pas, dan aku
membayangkan bercinta dengannya beberapa jam.

Tangannya bergerak kebelakang diantara pahanya dan menempatkan tangannya pada vaginanya. Dengan dua
jarinya dilebarkannya bibir vaginanya hingga terbuka, dan aku dapat melihat lubang merah mudanya
mengundang penisku agar segera masuk.

“Ayo,” katanya.
“Ambil aku.”

Aku tak tahu apa dia sedang bercanda saat mengatakannya. Yoyok atau bukan, rangsangan ini lebih dari
cukup untuk mereguk birahinya. Aku melangkah ke belakang menantuku dan menempatkan penisku di
kewanitaannya. Saat aku mendorong penisku melewati lubang surganya yang sempit, aku dapat merasakan jari
Mirna menahan bibir madunya agar tetap terbuka, dan dia melenguh saat aku memegang pinggangnya dan
memasukkan diriku padanya.

Mirna telah sangat basah hingga aku dengan mudah melewati vagina mudanya yang sempit. Aku mulai
mengayunkan barangku di dalamnya, sebagian didorong oleh nafsu akan tubuh menggairahkannya dan sebagian
oleh rasa takut jika Yoyok memergoki kami. Mirna mengerang, dan aku dapat merasakan jarinya menggosok
kelentit dan bibir vaginanya sendiri. Nafasnya mulai tersengal, dan setelah beberapa goyangan dariku,
dia segera orgasme. Suara rengekan pelan keluar dari bibirnya saat dia mencengkeram pinggiran meja
dengan kuat, dan letupan orgasmenya menggoncang kami berdua saat aku menghentaknya.

Itu cukup untuk menghantarku. Aku tak berhubungan dengan wanita dalam setahun ini, dan aku belum pernah
mendapatkan yang sepanas Mirna. Aku menahan nafas dan mendorong seluruh kelaki-lakianku ke dalam
dirinya. Kami mematung, dan kemudian spermaku menyemprot dengan hebat jauh di dalam surganya. Serasa aku
telah mengguyurnya dengan sperma yang panas dan berlebih. Dia mengerang dalam nikmat, menggetarkan
pantatnya di seputar penisku saat aku mengosongkan persediaan benihku. Dia melemah seiring dengan
habisnya spermaku, dan kami akhirnya berhenti bergerak, kecuali untuk mengambil nafas.

Takut Yoyok akan datang sebelum kami sempat melepaskan diri, aku keluarkan diriku dari tubuhnya dengan
bunyi plop yang basah, lalu mundur menjauh dan mengenakan celanaku. Mirna masih tetap berbaring
tertelungkup di atas meja merasakan kehangatan campuran cairan birahi kami, pantat telanjangnya masih
tetap memanggilku. Aku lihat spermaku dan cairannya mulai meleleh keluar dari bibir surganya.

Aku palingkan muka dan melihat Yoyok hampir sampai di pintu belakang, bayi di tangan yang satu dan
belanjaan di tangan lainnya.

Aku berbalik dan memohon pada Mirna.

” Ayolah!” kataku.
“Kamu telah dapatkan keinginanmu. Dia hampir sampai kemari.”

Mirna bangkit, tatapan matanya masih kelihatan linglung. Dia bergerak ke depanku, menjadikanku sebagai
penghalang dari pandangan suaminya saat dia dengan tergesa-gesa memakai celananya.

“Apa kalian sudah siap untuk pertandingannya?” tanya Yoyok sambil membuka pintu.

“Ya,” aku menjawab dari balik punggungku saat aku diam untuk menghalangi Mirna yang menaikkan
resletingnya.

Setelah dia selesai, aku segera berbalik untuk menyambut Yoyok.

“Ini,” katanya, menyodorkan bayinya padaku dan meletakkan belanjaannya diatas meja dapur.
“Urus ini, aku akan mengambil popok bayi.” Yoyok melangkah ke pintu yang masih terbuka, dan aku
menghampiri Mirna. Dia masih terlihat sedikit linglung.
“Hampir saja,” kataku.
“Sini, biar aku yang menggendongnya.”Aku berikan bayinya.

Mirna memberiku pemandangan seraut wajah dari seorang wanita yang puas sehabis bersetubuh, dan memberiku
ciuman hangat yang basah.

“Masih ada satu hal lagi yang harus kuketahui,”katanya.
“Apa itu?”Kalau aku ingin, bisakah aku mendapatkannya besok?” Dan dia melenggang begitu saja tanpa menunggu jawabanku yang hanya melongo bengong. Dia yakin kalau akan bersedia.

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Kenikmatan Kobelan Tangan Warto


Kumpulan Cerita Dewasa - warto seorang pria lajang asli banyumas yang berprofesi sebagai seorang penarik gerobak sayur disebuah pasar tradisional dibilangan jakarta selatan.

Berperawakan sedang ukuran rata-rata, tinggi tidak, pendek tidak, jelek nggak, cakeppun ngga, kulit sawo matang cenderung hitam agak berminyak, karena profesi sebagai penarik gerobak postur tubuh menjadi ideal tanpa fitness, maklum seorang penerik gerobak lebih banyak menggunaka otot ketimbang otak, sehingga secara tidak sengaja otot akan terbangun dengan sendirinya.

Jam kerja warto jam 3 sore hingga jam 12 malam melayani para pedagang-pedagang pasar membawa barang dagangan atau pembeli membawa pulang barang belanjaan. Dari sekian banyak langganan warto ada seorang pedagang sayuran dan bumbu dapur bernama narti yang begitu dekat dengan warto karena kebetulan pangkalan gerobak warto berada didepan counter atau tepatnya lapak dagangan mbok narti. Hubungan bisnis mereka tergolong dekat sampai-sampai pembayaran ongkos gerobak dibayar bulan oleh mbok narti.

Mbok narti berasal dari salah satu desa di indramayu, kulitnya hitam berwajah manis, dengan tinggi sedang tetapi memiliki sepasang buahdada ideal yang sering membuat mas warto melihat dengan sudut matanya, ukuran cukup mantap sekitar 34 atau 35. Telah bersuami bernama mas tarsica yang tinggal dikampung mengurus sawah dan bebek hasil berjualan narti di kota. Narti pun menyadari kalau Warto sering melirik kepadanya, tetapi dia tidak begitu mempedulikan bahkan cenderung semakin berani mengekspos bagian-bagian tubuhnya yang dapat mengundang hasrat birahi Warto, malah kadang tatapan Warto dan Narti seringkali bertemu yang akhirnya mereka saling senyum tanpa mengerti arti kejadian tersebut.

Pada suatu pagi Warto mendapat telpon dari pamannya di kampung yang mengabarkan bahwa bude Sakem membutuhkan biaya untuk berobat karena sakit. Bude Sakem adalah orang yang menbesarkan Warto ketiga dia ditinggal oleh orang tuanya transmigrasi ke Lampung. Warto memang dekat dengan budenya yang satunya ini karena ia ingin membalas jasa budenya. Warto bingung karena saat ini ia tidak memiliki uang. Uang dikantong hanya cukup untuk makan nanti siang.

Dalam kebingunganya Warto teringat relasinya dipasar yah Narti, ia akan mencoba meminjam uang kepadanya, atau paling tidak ia mencoba meminta bayaran gerobak dimuka sehingga ia dapat segera mengirim uang tersebut kebudenya yang sedang sakit di kampung. Bergegas ia menuju rumah petakan Narti yang terletak di belakang pasar tempat ia berdagang. Kontrakan Narti merupakan rumah petakan kumuh terbuat dari tripleks dan dicet apadanya, rapat dan berhimpatan satu dengan lainnya. Petakan ini memang kebanyakan dihuni oleh sesama pedagang dipasar.

Tidak berapa lama Warto tiba dipetakan Narti, suasana petakan sepi karena jam segini sekitar jam 9 sampai jam 11 kebanyakan penghuni pergi ke pasar induk kramat jati untuk membeli barang dagangan. ceritasexdewasa.org Warto sedikit cemas, jangan-jangan Narti juga pergi belanja ke pasar induk. Dengan ragu-ragu Warto mencoba mengetuk pintu petakan Narti, sepi tidak terdengar jawaban, kembali Warto menjadi ragu apakah Narti ada di petakan. Ia kembali mencoba mengetuk pintu, tidak juga ada jawaban, ketika Warto mulai merasa putus asa, terdengar suara penghuni sebelah petakan, seorang nenek tua, ibu dari seorang pedagang di pasar yang juga Warto kenal mengatakan bahwa Narti sedang mandi di MCK dekat musola sekitar 25 meter dari petakan Narti.

”Tunggu aja di dalam mas, mbak Narti sebentar lagi juga selesai” ujar nenek tetangga Narti.
”Baik nek, tak tunggu disini aja” jawab Warto dengan logat jawanya yang dihaluskan karena menghormati nenek.

Dengan perasaan galau Warto menunggu Narti, tidak begitu lama Warto menunggu terlihat Narti tergopong berjalan setengah berlari sambil menutupi bagian dadanya yang nampak tercetak dua bukit kembar karena Narti tidak menggunakan handuk melainkan menggunakan daster tidurnya yang telah tipis apalagi setengah basah kena air ketika ia mandi di MCK tadi. 

”Weh ada mas Warto, ada apa mas tumben kesini, ada perlu sama aku” Narti nyerocos sambil tetap bejalan menuju pintu petakannya
”Ya.. mbak.. aku ada perlu nih” Narti menyuruh Warto masuk kepetakannya, karena ia tidak enak bicara diluar, ia berpikir tidak mungkin mas Warto pagi-pagi begini kepetakannya kalau tidak ada perlu apalagi Narti melihat wajah Warto tampak sedih.
”Ada apa Mas, sepertinya lagi sedih nih” tanya Narti
”Aku butuh uang Mbak budeku dikampung sakit, beliau minta aku mengirim uang untuk biaya berobat”, mata Warto tidak lepas dari cetakan dada yang amat jelas didada Narti.

Dasar, wong lagi bingung kok matanya tetap ke ”susuku” pikir Narti.

”Sakit apa” Narti mencoba menyakinkan, dengan tidak berusaha lagi menutupi cetakan susunya seperti tadi saat ini berlari dari MCK menuju petakannya.

Pikirnya toh mas Warto sering juga menatapnya pada saat ini berdagang.

”Saya nggak tau, tapi mereka meminta saya mengirim uang untuk berobat, mba boleh saya minta bayaran gerobak untuk bulan depan mbak” dengan setengah menunduk Warto mengungkapkan maksudnya kepada Narti.
”Mas Warto butuh berapa” tanya Narti
”Ya sejumlah bayaran upah saya aja, mba, 185 ribu” jawab Warto dengan masih tetap menunduk.
”Sebentar ya mas” Narti beranjak ke balik hordeng biliknya, entah apa yang akan dilakukan Warto bertanya-tanya

Sejenak Warto dapat menilik benda-benda yang ada di petakan Narti, sebuah termos, 2 buah gelas kaca yang sudah tidak bening lagi, sebuah kasur butut dan radio kecil serta sebuah changer hp masih menempel di stop kontak. Dan apa itu, sebuah BH dan celana dalam yang rendanya mulai terurai benangnya milik Narti tergantung di jemuran di dalam petakan, mungkin malu kalau di jemur di luar. Warto mengenali BH tersebut karena sering digunakan oleh Narti.”Ini mas 200 ribu, aku buletin uangnya, sekalian aku membantu mas yang lagi ketimpa musibah, mudah-mudahnya bude Sakem cepat sembuh” suara Narti mengejutkan Warto yang sedang browsing sekitang petakan Narti.
”Aduh terima kasih mbak” mata Warto bersinar-sinar karena Narti berkenan menolongnya.
”Uang ini saya titipkan pada Yanto, tukang ketoprak tetangga kampungku yang kebetulan nanti sore akan pulang kampung”.
”Ya sudah cepat sana, nanti keburu Yanto tidak ada” ucap Narti
”Tanpa ba-bi-bu Warto segera kerumah Yanto, situkang ketoprak yang akan pulang kampung.
”Yan… ini aku titip buat bude Sakem yang sedang sakit 190 ribu rupiah, yang 10 ribu untuk nambahin ongkos kamu, sekalian salam dan katakan aku belum bisa pulang ”Adalah menjadi kebiasaan dilingkungan Warto, saling menitip uang apabila ada seorang kerabat, tetangga kampung atau teman yang akan pulang kampung. Warto juga telah beberapa kali dititipi oleh Yanto. Memang mereka tidak mengenal adanya transfer uang lewat bank.”Baik nanti aku sampaikan To… wis kamu ndak usah bingung, semoga nggak ada apa-apa” ucap Yanto.
”Terima kasih To..hati-hati ya.” Warto berucap sambil permisi kepada sahabatnya yang telah berkenan menerim titipan uang darinya untuk bude yang sedang sakit dikampung.

Kembali terbayang wajah bude Sakem, wajah yang teduh dan rela mengurus dan menganggapnya sebagai anak, wajah yang penuh kedamaian. Bagiamana budenya mengajarnya setiap malam, bagaiamana budenya menemani saat ia makan, semua kembali terbayang. Tapi karena faktor usia, saat ini beliau sedang tergolek lemah di kampung.

Tiba-tiba ingatannya kembali ke Narti, ia belum mengucapkan apapun kepadanya apalagi terima kasih setelah ia menjadi dewa penolong baginya.

Warto kembali menuju petakan Narti, untuk mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang telah ia berikan.

Tidak berapa lama Warto telah tiba dimuka petakan Narti, Warto langsung menyeruak masuk tanpa mengetuk lebih dulu. Terbelalak Warto melihat pemandangan yang nampak di dalam, saat itu Narti sedang mengeringkan badannya dengan daster tipis sebagai pengganti handuk.

Narti hanya menggunakan handuk untuk menutupi kemaluannya, sedangkan dua buah bukit kembarnya tertutup BH warna putih cenderung sudah menjadi cream yang tampaknya tidak dapat menampung isinya.

Warto tidak pernah membayangkan kalau payudara Narti begitu indahnya besar, putih dan masih seperti orang belum bersuami, mungkin karena jarang disentuh oleh suaminya

Mereka berdua terkesima, Warto terbelalak menyaksikan pemandangan tersebut sedangkan Narti hanya diam seribu basa karena tidak tau apa yang harus dilakukannya.

Tiba-tiba kedua mata mereka saling bertemu satu dengan yang lainnya, saling bertatapan dengan tetap tanpa suara, saat itu naluri sebagai manusia yang bicara, Warto mendekat sementara Narti masih tetap diam tanpa bahasa, sementara bibir Warto mulai mendekat bahkan dekat sekali ke kening Narti.
.
Narti merasakan hembusan birahi Warto, akhirnya ia merasakan sebuah ciuman lembut mendarat dikeningnya, ia memejamkan mata tak tau harus menikmati atau apa yang harus dilakukan sementara, karena lembutnya kecupan Warto, birahinyapun mulai terusik, apalagi setelah kecupan Warto turun ke pipi kemudian terus turun menelusur hingga sampai pada bibirnya.

Hangat sekali kecupan Warto, kecupan yang memang telah lama tidak ia rasakan, lidah Warto lincah bermain di dalam mulutnya yang mau tidak mau mengundang hasratnya untuk melayani permainan lidah dan bibir Warto.

Tangan kanan Warto mulai menelusuri bagian belakang Narti yang memang tidak terbungkus apa-apa hanya seutas tali BH yang masih menggantung disana, diusapnya lembut pinggung dan pantat Narti, kemudian tangan kirinya mulai menelusur diperut Narti sehingga menimbulkan sensasi yang tidak terkira bagi pemiliknya

Ehhhh…………..Narti berguman menikmati usapan dan belaian serta kecupan bibir Warto, ditambah lagi tangan kiri Warto semakin mendekati dua bukit kembar miliknya yang masih terbungkus BH, sensasi yang dirasakan semakin nikmat. Tangan kanan Warto naik dari pantat menuju pengait tali BH Narti dan dengan sentuhan halus, BH itu sudah terlepas dan meluncur turun sampai tertahan oleh handuk penutup kemaluan Narti.

Tampaklah oleh Warto dua bukit kembar milik Narti yang kini bebas menggantung tanpa penghalang. Warto semakin bersemangat dari semula mengusap, membelai kemudian kini sudah sampai pada tahap meremas, apa saja yang ia remas pantat, perut, pinggul hingga payudara Narti tidak luput dari remasannya. Hal ini semakin memuat Narti tidak berdaya, ia benar-benar dimabuk nafsu yang dibangkitkan oleh Warto seorang penarik gerobak langganannya. Ia tidak ingat lagi suaminya dikampung, ia lupa segalanya.

Sedikit demi sedikit Warto mendorong tubuh Narti ke arah kasur butut milik Narti yang hanya menurut saja oleh dorongan tubuh Warto hingga ia menurunkan tubuhnya dan duduk dikasur.

Warto mengikuti gerakan Narti menuju tempat tidur mulutnya kini bermain lincah memainkan puting susu Narti. Seakan tidak puas hanya mengecup dan mengisapnya tanggan kirinyapun ikut membantu meremas-remas bukit kembar milik Narti.

Dengan dorongan Warto kini tubuh Narti sudah tergolek dikasur tanpa penutup dada hanya handuk yang tidak mampu lagi menutupi kemaluannya karena tersingkap oleh gesekan-gesekan tubuh mereka.

Kebiasaan Narti, sehabis mandi ia hanya menggunakan handuk sebagai penutup barang miliknya yang paling berharga tanpa celana dalam, sedangkan bagian dada hanya dibungkus BH (mending BH-nya bagus). Kebiasaan berpakaian seperti ini kerap ia lakukan sambil beraktivitas di petakannya.

Kebiasaan seperti ini memudahkan Warto untuk melakukan aksinya. Kembali ia mengecup bibir Narti yang memang sudah menunggu aksi Warto berikutnya. Gejolak birahi yang dirasakan segera menghempas segalanya. Statusnya sebagai istri dari Tarsica seorang petani dan pemelihara bebek di kampung tidak lagi ia ingat. Apalagi tangan kanan Warto mulai membuka handuk lusuh satu-satunya yang masih ia kenakan sebagai penutup kemaluannya.

Dengan sekali tarik, tampaklah oleh Warto kemaluan Narti dihadapannya, rambut kemaluan yang tebal berwarna hitam tampak acak-acakan tak terawat menutupi bibis vagina milik Narti. Pantulan cahaya matahari yang menerobos lewat celah dinding petakan Narti membantu memberikan penerangan bagi Warto untuk sejenak mengamati kemaluan Narti. Ia kagum dengan Narti kemaluan Narti yang tampak menonjol persis kue apem yang adonananya sempurna.

Narti agak risik melihat Warto memandang vaginanya seperti hendak melihat seluruhnya, tak habis akal tangan Narti mengapai tonjolan diselangkangan Warto yang memang sejak tadi menuntuk untuk dijamah, sejenak Warto terhenyak sejenak ketika tangan Narti mendarat dikemaluannya, namun hal itu tidak terlalu lama, karena kenikmatan dan sensasi yang ia rasakan amatlah menghanyutkan, apalagi Narti mulai mencoba memasukkan tangannya kedalam celana Warto. Warto tak sabar segera ia memelorotkan celana sekaligus CD-nya, agar kenikmatan yang ia rasakan semakin terasa. Kaos berlambang salah satu Caleg Partai tertentu yang ia gunakan juga tak luput ia lepaskan
Tampaklah oleh Narti tubuh hitam, kekar karena sering menarik gerobak sayur milik Warto mengkilap karena keringat dan torehan cahaya matahari.

Belum hilang rasa kagum Narti terhadap kekekaran tubuh Warto, ia merasakan sesuatu menyentuh kemaluannya, yah tangan Warto mulai mengusap rambut kemaluan Narti yang tidak mengyangka bahwa seorang penarik gerobak mempunyai gaya bercinta yang romantis tidak seperti suaminya dikampung, cek-ecek-ecek sudah boro-boro ada pemanasan, terlalu terburu-buru, maklum katanya ia harus melihat aliran air disawah, apakah bendungan yang ia buat dapat mengalir keseluruh bagian sawahnya dengan sempurna. Jangankan orgasme bagi Narti terkadang terangsang pun belum. Lain halnya dengan Warto yang rada sabaran dalam memacu birahinya.

Tidak puas hanya dengan membelai Warto mulai menusuk-nusukan jari manisnya kevagina Narti yang telah basah oleh cairan birahinya, hangat dan licin yang dirasakan Warto. Ehh…ehh…Narti meracau merasakan kenikmatan sentuhan tangan Warto ke dalam kelaminnya. Warto terus beraksi hingga ia tak tega melihat Narti meracau tidak menentu, mengelengkan kepalanya kekanan dan kekiri karena nikmatnya, apalagi tangan Narti beraksi dikemaluan Warto mulai tidak menentu kadang mengusap kadang menggosok kadang memencet.

Disamping itu birahi Wartopun telah meninggi, akhirnya entah siapa yang memulai Warto yang semangat menindih tubuh Narti, atau Narti yang tak sabar menarik tubuh Warto untuk segera menindih dan memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluannya. Tangan Narti tetap dikemaluan Warto untuk segera membimbingnya menuju lubang vaginanya, Sejenak Warto menggosok-gosokkan kemaluan miliknya ke vagina Narti.

Narti mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, Warto menusukkan kemaluannya… blesss…blesssssssssssss…Narti menggit bibir merasakan kenikmatan kemaluan Warto meluncur kekemaluannya yang memang telah lama tidak dijamah oleh suaminya karena ia lama tak pulang kampung. Biasanya sebulan dua kali atau tiga kali ia pulang, tapi sudah dua bulan ini ia belum dapat pulang kampung, karena pasar sedang ramai menjelang pemilu.


Hampir seluruh kemaluan Warto membenam di vagina Narti, sejenak mereka terdiam, masing-masing merasakan nikmatnya bersenggarama. Bagi Warto ini adalah kenikmatan yang tak terhingga yang pernah ia rasakan, karena selama ini paling-paling hanya sabun mandi, tetapi karena telah beberapa kali menonton film biru bersama-teman sesama penarik gerobak, atau pengalaman mengintip tetangga disekitar tempat ia mengontrak rumah dan karena nalurinya ia dapat menjalankan peran dengan baik.

Selang beberapa saat mulailah Warto menaik-turunkan tubuhnya menindih tubuh Narti, bunyi kecipak karena beradunya kelamin mereka dan dengusan nafas keduanya semakin menambah sensasi bagi mereka. Suasana pagi menjelang siang, dimana matahari nampak mulai meninggi semakin menambah suhu didalam petakan Narti dan sekaligus menambah gejolak birahi mereka. Memang seputar petakan Narti pada jam-jam seperti ini terasa lebih sepi, karena sebagian besar anak-anak sedang bergelut dengan kegiatan sekolah, sementara orang tua mereka yang kebanyakan para pedagang dipasar, sedang belanja barang daganganya, paling-paling hanya beberapa anak yang belum sekolah yang tinggal dirumah atau sperti nenek tadi yang memberi tahu Warto bahwa Narti ada di dalam petakannya.

Mas…mas..mas… ehm..ehh..ehh desahan Narti semakin tidak menentu, hal ini semakin memacu birahi Warto, dari pelan kemudian sedang kemudian cepat secara berulang-ulang Warto menghujamkan kelaminnya kedalam vagina Narti. Uhg..uhg..mba..mba..Warto mulai menimpali desahan Narti diiringi dengan dengus nafasnya laksana banteng ketaton.

Terasa oleh Warto Narti mengangkat tubuhnya semakin tinggi dan gerakan kepalanya kekiri dan kekanan semakin cepat ditambah lagi dengan desahannya yang semakin tidak menentu, menandakan puncak birahinya akan segera tercapai. Mas…mas..aku..aku..ahhhhhhhhh. akhirnya meletuslah lahar birahi kenikmatan Narti. Kedua tangganya menarik kencang tubuh Warto agar menghimpit tubuhnya sambil menjerit perlahan menandakan kenikmatan yang tiada terkira.

Sementara Warto juga mulai merasakan hasratnya akan segera terpenuhi, dengan kecepatan maksimal ia mamacu menaikturunkan tubuhnya menindih tubuh Narti yang nampak tak berdaya setelah mengalami orgasme. Keringat mengucur deras hari tubuh hitamnya eh..eh..ehhhhh aku keluar mba…ahhhh. Tak terbayangkan nikmat yang dirasakan Warto, terasa dari ujung jari kaki sambil keubun-ubun ia rasakan, sejenak ia terdiam dengan tetap menindih tubuh Narti yang juga ikut menikmati semburan sperma Warto di rahimya. Nafas Warto tidak menentu, seluruh tenaganya terkuran diakhir permainan tadi.

Keduanya nampak terkulai lemas, setelah menikmati permainan mereka, Narti nampak terdiam sementara Warto tidak tau apa yang harus ia ucapkan. Akhirnya keduanya tertidur dengan tubuh masih telanjang tanpa sehelai benangpun.

Narte…Narte….Narte…sayup-sayup Narti mendengan seorang memanggil namanya, antara sadar dan tidak sadar sperti bermimpi. Narte…Narte….Narte kembali terdengan suara panggilan dengan logat Batak yang kental, keduanya terbangun Narti tersentak begitu juga dengan Warto.

Setelah berulang kali barulah Narti bangun membuka pintu petakan tempat tinggalnya, dengan pakaian sekenanya, yaitu kain jarik panjang yang biasa digunakan untuk membawa dagangannya, rupanya si Butet yang datang hendak menagih uang cicilan yang harian utang Narti kepadanya. Butet layaknya bank keliling dipasa tempat Narti berdagang, ia meminjamkan sejumlah uang kepada para pedangan dan dicicil setiap hari, minggu atau bulan tergantung perjanjian, jangan tanya soal besaran bunga, pasti lebih besar dari bank, tapi para pedangan lebih suka ke si Butet ketimbang ke Bank, karena prosedur mudah, cepat dan tidak perlu KTP, KK dan Slip Gaji (he..he.. pengalaman kredit di bank nih).

Ia menyodorkan uang Rp. 15.000 kepada si Butet.

”Siang-siang begini rupanya tidur kau” seru Butet masih dengan logat yang Batak yang kental.

Narti hanya tersenyum sambil kembali menutup pintu, meninggalkan kebingunan Butet.

”Bah…malas kali kau rupanya” omel Butet.

Lain hal dengan Narti, sejenak ia kembali ketempat mereka bertempur tadi, dikasur tipisnya tidak lagi ia temui Warto, tetapi hanya sebuah kaos kucel dan kusut berlambang caleg masih, kemanakah gerangan Warto. Belum hilang kebingungan Narti, Warto muncul dari belakang lemari plastik bergambar kembang yang sudah bolong disana-sini milik Narti. Rupanya Warto bersembunyi disana saat tadi si Butet datang, ia takut kalau-kalau butet melihatnya sedang berada di patakan Narti, pasti kacau urusan.

Narti memandang Warto yang muncul dari balik belakang lemari dengan pakaian setengah telajang dan menyadari kondisi tubuhnya yang masih tanpa mengenakan penutup kecuali jariknya. Barulah ia sadar akan apa yang terjadi, ia telah menghianati suami, telah menyerahkan sesuatu yang seharunya hanya ia berikan kepada suaminya tidak kepada Warto, menunduk ia sambil menangis.

Sementara Warto tidak tau apa yang harus dilakukan,

”maafkan aku mbak…maafkan aku, hanya itu yang keluar dari mulut Warto. Narti masih saja tertunduk sambil menangis, keduan tangannya diletakkan diatas pahanya. ”Kamu nggak salah Warto, aku yang salah”. Keduanya kembali terdiam.

Warto mencoba kembali menbangun kekakuan suasana dengan mendatangi Narti dan membelai rambutnya, lembut sekali warto melakukan itu, berulang-ulang tangannya mengusap rambut Narti, pundak dan belakang tubuh Narti yang duduk menggeloso dilantai.

”aku minta maaf mba” sekali lagi Warto berucap lirih.

Narti menjatuhkan kepalanya didada Warto sambil mengangkap kepalanya dan berucap sama sperti yang ia ucapkan tadi.

”Kita sama-sama bersalah Warto” tambahnya.

Seksi sekali bibir Narti saat mengucapkan itu dimata Warto, ingin sekali ia mengecup bibir seksi itu, tapi ia masih ragu karena Narti masih menenteskan air mata. Sementara belaian tangan warto di kepala pundak dan belakang tubuhnya kembali mengusik birahi Narti yang memang sudah lama tidak tersentuh suaminya. Setan terus menggoda membisikkan kata-kata birahi kepada keduanya.

Akhirnya Warto tak tahan dengan suasana dengan yakin ia mengecup bibir Narti, apalagi ia merasakan ada reaksi di bibir dan tubuh Narti, Warto semakin berani usapan pada tubuh bagian belakang belakang sampai kebelakang telinga, mau tidak mau membangkitkan kembali hasrat seksual Narti, ia sedikit beringsuk kekiri meluruskan tubuhnya hingga berhadap-hadapan dengan Warto sambil tetap menerima rangsangan dari bibir Warto, tangannya mulai mencari apa yang seharusnya ia lakukan, mencari sesuatu diselangkangan Warto yang memang sudah kembali terbangun dan siap beraksi.

Tegang dan keras serta mengkilap dibagian kepala sesaat ia mencuri pandang saat Warto mengecup bibirnya. Warto agak terkejut dan sedikit mengangkat pantatnya manakala tangan Narti menyentuh kelaminnya. Kini kecupannya tidak lagi di bibir Narti tetapi sudah kepipi kemudian turun keleher dan sampailah pada bagian atas dada Narto, terus turun diantara dua bukit kembar milik Narti, tangan kirinya menggapai buah dada Narti sebelah kiri sementara mulutnya mengecup halus puting susu Narti sebelah kanan sambil menjilat dan mengigit secara lembut.

Narti mendorong tubuhnya kemuka sementara tangan kirinya merapatkan kepala Warto dan menyodor kedua payudaranya. Tenggelam wajah Warto di dada Narti, sementara tangan Narti semakin keras mengenggam penis Warto sambil turus menaik-turunkan tangannya mengusap dan mengocok penis Warto. Beberapa lama aksi ini mereka lakukan, hingga akhirnya terdengar suara Narti 

“mas…mas…mas Warto sekarang, aku nggak tahan”. Narto menrorong tubuh Narti ke kasur tipis dengan kepalanya tetap payudara Narti, yang mengikuti gerakan Warto menidurinya.

Penis Warto yang sudah menegang maksimal sementara vagina Narti telah basah kuyup sejak sesekali tangan Warto menjamahnya, mudah bagi Warto memasukkan penisnya ke vagina Narti, hangat ia rasakan menjalar dibatang kelaminnya. Sejenak berhenti, kemudian maju dan mundur secara berirama Warto menggenjot Narti. Sementara Narti begitu menikmatinya, kain jarik menutup tubuhnya tadi sudah tak tahu entah kemana, nikmat sekali ia rasakan sodokan Warto dikelaminnya, terus…terus…terus…ahh..ahh, ia mendesah tak teratur.

Birahi yang dibangkitkan Warto melalui penis, kecupan pada bibir dan payudara serta usapan pada belakang telinga dan bisikan-bisikan mesra yang diucapkan Warto membuat Narti semakin mendekati puncak kenikmatan, ahh..ahh..ahhh..aku mau ssssaampaai..terusssss, makin tidak karuan ucapan Narti. Hingga akhirnya meledaklah birahi Narti diiringi dengan semakin maksimalnya hujaman-hujaman penis Warto yang juga akan sampai pada puncaknya.

Ahhhhhhh ….bersamaan mereka mencapai hasrat birahinya, nafas kedua memacu tak karuan sementaram keringat mengucur dari kedua tubuh mereka, Warto masih menindih tubuh Narti, ketika ia sadar bahwa ia harus segera bekerja manarik gerobak sayurnya, sementara Narti juga tersadar bahwa ia harus segera kelapak dagangnya. Akhirnya waktu menghentikan pertempuran mereka sebelum keluar dari petakan Narti, Warto masih sembat mengecup bibir dan mengusap payudara Narti. Sementara Narti terseyum sambil memegang kedua payudaranya menyuguhkan kepada Warto seakan menantang.

Sejak kejadian itu mereka, beberapa kali kembali mengulanginya setiap ada kesempatan, kadang di petakan Narti, kadang ditempat Warto, bahkan mereka pernah melakukannya di rel kerata api dilakang pasar tengan tetap berpakaian.

Pernah suatu ketika hasrat Narti begitu menggebu, kebetulan pasar sudah mulai sepi karena sudah jam 1 dini hari, ia mengirim pesan pendek kepada Warto untuk segera menjumpainya ditempat ”biasa”…..-

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Tante DiCabuli Pembeli Langganannya


Kumpulan Cerita Dewasa - Namaku Otong (bukan nama sebenarnya), aku bekerja di sebuah perusahaan cukup terkenal di Jawa Barat, di sebuah kota yang sejuk, dan saya tinggal (kost) di daerah perkampungan yang dekat dengan kantor. Di daerah tersebut terkenal dengan gadis-gadisnya yang cantik & manis.

Aku dan teman-teman kost setiap pulang kantor selalu menyempatkan diri untuk menggoda cewek-cewek yang sering lewat di depan kost. Di sebelah kostku ada sebuah warung kecil tapi lengkap, lengkap dalam artian untuk kebutuhan sehari-hari, dari mulai sabun, sandal, gula, lombok, roti, permen, dsb itu ada semua.

Aku sudah langganan dengan warung sebelah. Kadang kalau sedang tidak membawa uang atau saat belanja uangnya kurang aku sudah tidak sungkan-sungkan untuk hutang. Warung
itu milik Ibu Ita (tapi aku memanggilnya Tante Ita), seorang janda cerai beranak satu yang tahun ini baru masuk TK nol kecil. Warung Tante Ita buka pagi-pagi sekitar jam lima, terus tutupnya juga sekitar jam sembilan malam. Warung itu ditungguin oleh Tante Ita sendiri dan keponakannya yang SMA, Krisna namanya.

Seperti biasanya, sepulang kantor aku mandi, pakai sarung terus sudah stand by di depan TV, sambil ngobrol bersama teman-teman kost. Aku bawa segelas kopi hangat, plus singkong goreng, tapi rasanya ada yang kurang.., apa ya..?, Oh ya rokok, tapi setelah aku lihat jam dinding sudah menunjukkan jam 9 kurang 10 menit (malam), aku jadi ragu, apa warung Tante Ita masih buka ya..?, Ah.., aku coba saja kali-kali saja masih buka. Oh, ternyata warung Tante Ita belum tutup, tapi kok sepi.., “Mana yang jualan”, batinku.
“Tante.., Tante.., Dik Krisna.., Dik Krisna”, lho kok kosong, warung ditinggal sepi seperti ini, kali saja lupa nutup warung.
Ah kucoba panggil sekali lagi, “Permisi.., Tante Ita?”.
“Oh ya.., tungguu”, Ada suara dari dalam. Wah jadi deh beli rokok akhirnya.
Yang keluar ternyata Tante Ita, hanya menggunakan handuk yang dililitkan di dada, jalan tergesa-gesa ke warung sambil mengucek-ngucek rambutnya yang kelihatannya baru selesai mandi juga habis keramas.
“Oh.., maaf Tante, Saya mau mengganggu nich.., Saya mo beli rokok gudang garam inter, lho Dik Krisna mana?
“O.., Krisna sedang dibawa ama kakeknya.., katanya kangen ama cucu.., maaf ya Mas Otong Tante pake’ pakaian kayak gini.. baru habis mandi sich”.
“Tidak apa-apa kok Tante, sekilas mataku melihat badan yang lain yang tidak terbungkus handuk.., putih mulus, seperti masih gadis-gadis, baru kali ini aku lihat sebagian besar tubuh Tante Ita, soalnya biasanya Tante Ita selalu pakai baju kebaya. Dan lagi aku baru sadar dengan hanya handuk yang dililitkan di atas dadanya berarti Tante Ita tidak memakai BH. Pikiran kotorku mulai kumat.

Malam gini kok belum tutup Tante..?
“Iya Mas Otong, ini juga Tante mau tutup, tapi mo pake’ pakaian dulu?
“Oh biar Saya bantu ya Tante, sementara Tante berpakaian”, kataku. Masuklah aku ke dalam warung, lalu menutup warung dengan rangkaian papan-papan.

“Wah ngerepoti Mas Otong kata Tante Ita.., sini biar Tante ikut bantu juga”. Warung sudah tertutup, kini aku pulang lewat belakang saja.
“Trimakasih lho Mas Otong..?”.
“Sama-sama..”kataku.
“Tante saya lewat belakang saja”.

Saat aku dan Tante Ita berpapasan di jalan antara rak-rak dagangan, badanku menubruk tante, tanpa diduga handuk penutup yang ujung handuk dilepit di dadanya terlepas, dan Tante Ita terlihat hanya mengenakan celana dalam merah muda saja. Tante Ita menjerit sambil secara reflek memelukku.
“Mas Otong.., tolong ambil handuk yang jatuh terus lilitkan di badan Tante”, kata tante dengan muka merah padam. 

Aku jongkok mengambil handuk tante yang jatuh, saat tanganku mengambil handuk, kini di depanku persis ada pemandangan yang sangat indah, celana dalam merah muda, dengan background hitam rambut-rambut halus di sekitar vaginanya yang tercium harum.

Kemudian aku cepat-cepat berdiri sambil membalut tubuh tante dengan handuk yang jatuh tadi. Tapi ketika aku mau melilitkan handuk tanpa kusadari burungku yang sudah bangun sejak tadi menyentuh tante.

“Mas Otong.., burungnya bangun ya..?”.
“Iya Tante.., ah jadi malu Saya.., habis Saya lihat Tante seperti ini mana harum lagi, jadi nafsu Saya Tante..”.
“Ah tidak apa-apa kok Mas Otong itu wajar..”.
“Eh ngomong-ngomong Mas Otong kapan mo nikah..?”.
“Ah belum terpikir Tante..”.

“Yah.., kalau mo’ nikah harus siap lahir batin lho.., jangan kaya’ mantan suami Tante.., tidak bertanggung jawab kepada keluarga.., nah akibatnya sekarang Tante harus bersetatus janda. Gini tidak enaknya jadi janda, malu.., tapi ada yang lebih menyiksa Mas Otong.. kebutuhan batin..”.
“Oh ya Tante.., terus gimana caranya Tante memenuhi kebutuhan itu..”, tanyaku usil.
“Yah.., Tante tahan-tahan saja..”.
Kasihan.., batinku.., andaikan.., andaikan.., aku diijinkan biar memenuhi kebutuhan batin Tante Ita.., ough.., pikiranku tambah usil.

Waktu itu bentuk sarungku sudah berubah, agak kembung, rupanya tante juga memperhatikan.
“Mas Otong burungnya masih bangun ya..?”.
Aku cuma megangguk saja, terus sangat di luar dugaanku, tiba-tiba Tante Ita meraba burungku.
“Wow besar juga burungmu, Mas Otong.., burungnya sudah pernah ketemu sarangnya belom..?”.
“Belum..!!”, jawabku bohong sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak pernah kurasakan.

“Mas.., boleh dong Tante ngeliatin burungmu bentarr saja..?”, belum sempat aku menjawab, Tante Ita sudah menarik sarungku, praktis tinggal celana dalamku yang tertinggal plus kaos oblong.

“Oh.., sampe’ keluar gini Mas..?”.

“Iya emang kalau burungku lagi bangun panjangnya suka melewati celana dalam, Aku sendiri tidak tahu persis berapa panjang burungku..?”, kataku sambil terus menikmati kocokan tangan Tante Ita.

“Wah.., Tante yakin, yang nanti jadi istri Mas Otong pasti bakal seneng dapet suami kaya Mas Otong..”, kata tante sambil terus mengocok burungku. Oughh.., nikmat sekali dikocok tante dengan tangannya yang halus kecil putih itu.

Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, Tante Ita sudah melepaskan lagi handuk yang kulilitkan tadi, itu aku tahu karena burungku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yang tidak terlalu besar itu.


“Ough.., Tante.., nikmat Tante.., ough..”, desahku sambil bersandar memegangi dinding rak dagangan, kali ini tante memasukkan burungku ke bibirnya yang kecil, dengan buasnya dia keluar-masukkan burungku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot.., ough.., seperti terbang rasanya. Kadang-kadang juga dia sedot habis buah salak yang dua itu.., ough.., sesshh.

Aku kaget, tiba-tiba tante menghentikan kegiatannya, dia pegangi burungku sambil berjalan ke meja dagangan yang agak ke sudut, Tante Ita naik sambil nungging di atas meja membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku kini.
“Mas Otong.., berbuatlah sesukamu.., cepet Mas.., cepet..!”.

Tanpa basa-basi lagi aku tarik celana dalamnya selutut.., woow.., pemandangan begini indah, vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu banyak. Aku jadi tidak percaya kalau Tante Ita sudah punya anak, aku langsung saja mejilat vaginanya, harum, dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya.

Aku lahap rakus vagina tante, aku mainkan lidahku di clitorisnya, sesekali aku masukkan lidahku ke lubang vaginanya.

“Ough Mas.., ough..”, desah tante sambil memegangi susunya sendiri.

“Terus Mas.., Maas..”, aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu aku masukkan lidahku ke dalam vaginanya, ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.

Kemudian Tante Ita membalikkan badannya telentang di atas meja dengan kedua paha ditekuk ke atas.
“Ayo Mas Otong.., Tante sudah tidak tahan.., mana burungmu Mas.. burungmu sudah pengin ke sarangnya.., wowww.., Mas Otong.., burung Mas Otong kalau bangun dongak ke atas ya..?”. Aku hampir tidak dengar komentar Tante Ita soal burungku, aku melihat pemandangan demikian menantang, vagina dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung tancapkan burungku dibibir vaginanya.
“Aughh..”, teriak tante.
“Kenapa Tante..?”, tanyaku kaget.
“Udahlah Mas.., teruskan.., teruskan..”, aku masukkan kepala burungku di vaginanya, sempit sekali.
“Tante.., sempit sekali Tante.?”.
“Tidak apa-apa Mas.., terus saja.., soalnya sudah lama sich Tante tidak ginian.., ntar juga nikmat..”.

Yah.., aku paksakan sedikit demi sedikit.., baru setengah dari burungku amblas.., Tante Ita sudah seperti cacing kepanasan gelepar ke sana ke mari.

“Augh.., Mas.., ouh.., Mas.., nikmat Mas.., terus Mas.., oughh..”.

Begitu juga aku.., walaupun burungku masuk ke vaginanya cuma setengah, tapi sedotannya oughh luar biasa.., nikmat sekali.

Semakin lama gerakanku semakin cepat. Kali ini burungku sudah amblas dimakan vagina Tante Ita.

Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Ita. Tiba-tiba tante terduduk sambil memelukku, mencakarku.

“Oughh Mas.., ough.., luar biasa.., oughh.., Mas Otong..”, katanya sambil merem-melek.

“Kayaknya ini yang namanya orgasme.., ough..”, burungku tetap di vagina Tante Ita.

“Mas Otong sudah mau keluar ya..?”.

Aku menggeleng.

Kemudian Tante Ita telentang kembali, aku seperti kesetanan menggerakkan badaku maju mundur, aku melirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk dan kucium putingnya yang coklat kemerahan.

Tante Ita semakin mendesah,

“Ough.., Mas..”, tiba-tiba Tante Ita memelukku sedikit agak mencakar punggungku.

“Oughh Mas.., aku keluar lagi..”, kemudian dari kewanitaannya aku rasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin terasa, aku dibuat terbang rasanya.

Ach rasanya aku sudah mau keluar, sambil terus goyang kutanya Tante Ita.

“Tante.., Aku keluarin dimana Tante..?, di dalam boleh nggak..?”.

“Terrsseerraah..”, desah Tante Ita. Ough.., aku percepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh burungku.

Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa.

Akhirnya spermaku aku muntahkan dalam vagina Tante Ita, masih aku gerakkan badanku rupanya kali ini Tante Ita orgasme kembali, dia gigit dadaku. 

“Mas Otong.., Mas Otong.., hebat Kamu Mas”.

Aku kembali kenakan celana dalam serta sarungku. Tante Ita masih tetap telanjang telentang di atas meja.

“Mas Otong.., kalau mau beli rokok lagi yah.., jam-jam begini saja ya.., nah kalau sudah tutup digedor saja.., tidak apa-apa.., malah kalau tidak digedor Tante jadi marah..”, kata tante menggodaku sambil memainkan puting dan clitorisnya yang masih nampak bengkak.

“Tante ingin Mas Otong sering bantuin Tante tutup warung”, kata tante sambil tersenyum genit.

Lalu aku pulang.., baru terasa lemas sakali badanku, tapi itu tidak berarti sama sekali dibandingkan kenikmatan yang baru kudapat. Keesokan harinya ketika aku hendak berangkat ke kantor, saat di depan warung Tante Ita, aku di panggil tante.

“Rokoknya sudah habis ya.., ntar malem beli lagi ya..?”, katanya penuh pengharapan, padahal pembeli sedang banyak-banyaknya, tapi mereka tidak tahu apa maksud perkataan Tante Ita tadi, akupun pergi ke kantor dengan sejuta ingatan kejadian kemarin malam.

TAMAT

Thursday, February 11, 2021

Kumpulan Cerita Dewasa Romansa Hangat Di Antara Kita


Kumpulan Cerita Dewasa - Kisahku ini berawal dari kenangan bersama seoarang gadis yang bernama Lia, yang berusia 23 tahun dan berstatus sebagai seorang mahasisiwi dari sebuah perguruan tinggi di Jakarta.

Saat itu Lia yang sedang mengadakan liburan di sebuah tempat pariswisata yang terkenal dengan wisata pegunungan dan pantainya di sebelah timur pulau Bali, tanpa sengaja bertemu dengan diriku yang menjadi seorang pemain musik di cafe. 

Pertemuan itu sendiri terjadi di internet cafe, yang kebetulan saat itu aku sedang mengetik beberapa lagu-lagu karanganku sendiri yang sengaja aku simpan di folder mailku.

Lia saat itu sedang mencari informasi tentang tujuan wisata yang ada di daerah itu, namun sampai beberapa saat sepertinya Lia tidak menemukan apa yang dia cari. Dengan sangat sopan dan ramah Lia memulai percakapan dengan menanyakan tempat-tempat yang bagus buat di kunjungi ke padaku.

“Maaf apakah anda tahu tempat-tempat wisata unggulan daerah ini?” tanya Lia tiba-tiba.

Aku yang saat itu duduk berjarak 2 meja darinya terkejut oleh pertanyaan spontan itu.

“Anda bertanya kepada saya?” tanyaku kemudian.
“Iya, maaf kalau mengejutkan anda!” Ujarnya kemudian.

Dengan sedikit gugup, kemudian aku menjawab pertanyaan Lia, karena saat itu juga aku masih serius dengan file-file aku.

“Di daerah ini yang menjadi primadona wisatanya adalah pegunungannya, kedua wisata pantai yang menawarkan pemandangan bawah air yang terkenal dengan karang birunya, setelah itu wisata budaya yang menampilkan objek rumah adat daerah ini,” terangku kemudian.

Mungkin karena penjelasan ku cukup menarik buat Lia, dengan raut muka yang ramah, kemudian dia duduk di sebelah mejaku yang tanpa dia sengaja juga dia telah memandangi monitor di depanku yang saat itu terpampang file dari lirik lagu-lagu karanganku yang saat itu sedang aku print.

“Kamu mengarang lagu sendiri yah?” tanya Lia lagi.
“Iya, kebetulan aja aku pemain musik di cafe dan suka menulis lirik lagu,” terangku lagi.
“Boleh aku baca lirik lagu-lagu kamu?” sahut Lia kemudian.
“Silakan, dengan senang hati,” lanjutku dengan menarik kursi di sebelahku dan menyodorkan kepada Lia, yang saat itu sedang berdiri di sampingku.

Setelah beberapa saat Lia membaca semua lirik lagu-lagu aku dengan serius, tak lama Lia berkata, “Kamu menulis kisah pribadi kamu menjadi lirik lagu yah?” tanya Lia lagi. Yang kemudian aku timpali dengan tersenyum kepada Lia.

“Semua lirik lagu-laguku memang dari pengalaman pribadi, karena aku ingin apa yang menjadi kisah hidupku bisa aku rekam dalam bentuk sebuah seni dan akan menjadi kenangan yang sangat berharga bagiku nantinya,” jelasku lebih jauh.
“Oh iya, kita sudah lama ngobrol nih tapi belum mengenal nama masing-masing diantara kita” sahut Lia spontan. Lia mengawalinya dengan menyodorkan tangannya..
“Lia..” ujarnya pendek. Yang kemudian giliran aku utuk melakukan hal yang sama.
“Adietya,” sahutku juga.

Dari perkenalan yang singkat itu, kami sudah saling akrab seperti layaknya teman lama. Saat itu juga dia memutuskan pergi besok paginya untuk mengisi acara liburannya dengan snorkeling di sebuah pulau kecil yang sepi dan berpasir putih.

Waktu menunjukan pukul 08.00 WITA, sesuai janjiku dengan Lia. Aku sudah berdiri di depan kamarnya dan kemudian aku mengetuk pintunya. Tak lama ada sahutan dari dalam.

“Pagi Adiet.. Tunggu bentar yah, aku sudah siap kok,” Dalam hitungan menit Lia sudah keluar dari kamarnya.
“Ayo kita berangkat!” katanya kemudian.

Dengan berjalan menyusuri pantai kita menuju ke perahu motor yang sudah aku pesan semalam. Sebelum naik ke atas perahu motor, aku mengambil peralatan snorkeling untuk kita berdua berupa dua pasang masker berikut finnya. Dalam perjalanan menuju pulau kecil yang hanya membutuhkan waktu 45 menit, aku menjelaskan pemandangan sekitar kita saat itu. Di samping kiri ada pemandangan Gunung Agung dari kejauhan, namun cukup jelas karena cuaca begitu bagus pagi itu.

Sesampainya di tujuan aku dan Lia turun dari perahu motor dan kita lanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri hamparan pasir putih. Aku sudah membuka kaos saat di perahu motor tadi, dan hanya mengenakan celana renang ketika menuju lokasi snorkeling. Tak lama setelah sampai di bawah rindangnya pohon cemara, Lia membuka kaos nya dan terpampanglah suatau pemandangan yang membuat jantungku berdetak sesaat. 

Saat itu Lia mengenakan bikini warna biru tua yang kontras dengan warna kulitnya yang putih mulus. Mataku tertuju di tonjolan dadanya yang aku perkirakan berukuran 36b.

Kemudian pandanganku beralih kebawah menuju pahanya yang mulus di topang oleh sepasang kaki jenjangnya, menjadikan pesona tubuh Lia semakin sempurna. Aku hanya bisa menelan ludah saat itu dan berhayal seandainya aku bisa memeluk tubuh yang sexy itu betapa beruntungnya diriku.

“Hai.. Kenapa melamun?” tegurnya mengejutkanku.
“Aku sudah siap nih” sahut Lia melanjutkan.
“Baiklah kalau begitu” ujarku menimpali tegurannya.

Ini adalah pengalaman pertama bagi Lia untuk snorkeling, dan sebelumnya Lia minta di ajarin sampai bisa. Hal yang paling sulit adalah saat bernafas melalui mulut, karena seluruh wajah tertutup oleh masker, kecuali bagian mulut.

Dengan penuh kesabaran aku mengajari cara-cara snorkeling yang umum dilakukan. Pertama aku membantunya memasang masker yang mana saat itu aku berdiri begitu dekat dengan nya, aroma khas tubuh Lia tercium sesaat, ketika aku membetulkan anak rambut yang menutupi raut wajahnya.

Kemudian Lia memasang fin sendiri, tanpa aku bantu. Tak lama berselang tubuh kita berdua sudah masuk ke dalam air.

Perlahan aku berenang beriringan dengan Lia menuju ke tengah, yang aku perhatikan gaya berenang Lia sangat bagus.

Setelah pengenalan di air cukup, akhirnya aku berenang agak menjauh, untuk memberikan kepercayan buat Lia melakukan snorkelingnya.

Dari dalam air, beberapa kali aku sempat memandangi bentuk tubuh Lia yang aduhai dari arah belakang saat dia berenang, mulai dari belahan pantatnya yang ranum sampai ke tonjolan di dadanya yang menantang.

Kembali aku berenang beriringan dengan Lia untuk meyakinkan kalau dia baik-baik aja. Saat sedang asyiknya kita berenang, tiba-tiba kaki Lia kram.

Dengan tindakan spontan aku memeluknya, agar tidak tenggelam dan membawanya ke sebuah batu karang besar yang menonjol di tengah laut.

Kita berdiri di atas batu karang yang, masih menyisakan bagian leher kita yang tidak tenggelam.

“Thanks ya Diet.. Atas bantuannya,” Ujar Lia sesaat setelah kejadian itu.
“Sama-sama,” timpalku kemudian.

Setelah acara snorkeling yang melelahkan, kita bersepakat untuk istirahat di bawah pohon cemara yang ada di tepian pantai.


Sambil ngobrol tentang pribadi kita masing-masing, Lia meluruskan kakinya yang jenjang di hamparan pasir putih. Lia bercerita tentang kisah asmaranya dengan mantan pacarnya yang berakhir,

karena cowoknya yang super sibuk sudah jarang lagi memperhatikannya.

Aku berusaha menghiburnya dengan mengatakan, kalau seandainya kalian tulus saling mengasihi hal itu tidak akan terjadi dan yang lebih terpenting adalah kedewasaan pasangan itu sendiri dalam menentukan sikap.

Sepertinya Lia sangat senang dengan pendapatku yang demikian, hal itu terlihat dari sikapnya yang terpancar lewat senyumnya yang mengembang.

“Makasih ya Diet.. Kamu sudah mau menjadi teman curhatku,” sahut Lia kemudian.
Aku hanya tersenyum sambil mengatakan, “Saat ini aku sudah bisa membuat kamu tersenyum, mungkin saat lain kamu yang akan membuatku tersenyum.” timpalku pelan.

Tak terasa kedekatan ini membuat tubuh kita semakin dekat, aku mendahuluinya dengan merengkuh tubuhnya untuk merapat ke pelukanku. Lia hanya diam sambil tersipu malu.

“Betapa bahagianya seorang cowok jika mendapatkan dirimu Lia,” lanjutku lagi.
“Kamu begitu baik, sabar, cantik dan memiliki tubuh yang sexy lagi,” tambahku kemudian

Yang di jawab dengan senyumannya yang mempesona. Dengan sedikit keberanian aku mendekatkan bibirku ke bibir Lia yang terbuka basah yang kedua matanya juga sudah terpejam.

Sangat beruntung sekali suasana pantai siang itu sepi dan yang lebih menguntungkan lagi, karena memang lokasi kita duduk jauh berada di ujung. Dengan lembut aku mengulum bibir Lia yang ranum, dan terdengar desahan halus darinya.

“Ohh.. Diet,” desahnya. Sembari membisikan kata-kata mesra aku melanjutkan ciumanku.
“Aku sayang kamu Lia,” bisikku pelan.

Tanganku juga tak tingal diam, dengan perlahan aku mengelus punggung Lia yang hanya di lapisi bikini tanpa bra di dalamnya. Sesaat tindakan ini membuat Lia semakin terangsang yang diiringi dengan sikap memelukku erat.

“Oh.. Diet teruskan,” desahnya lagi.

Tanpa menghentikan tindakanku, tanganku yang satunya meremas payudara yang berukuran 36b itu dari luar bikini yang disambut dengan desahan berikutnya.

“Ohh..” desah Lia kembali.

Perlahan aku mulai membuka bikini Lia dari bagian atasnya dan berhenti sesaat sampai di pinggangnya, maka tersembulah payudara Lia yang ranum menggairahkan dengan di hiasi ujung nya yang merah dan mulai keras.

Sepertinya Lia mulai terangsang sekali. Tanpa menunggu lama lidahku langsung mengecup permukaan payudar Lia dengan lembut dan pelan.

Lidahku menelusuri setiap bagian payudaranya dengan lincah.

Putingya aku hisap dengan lembut, sesaat setelah Lia bergetar pelan. Beralaskan kain pantai warna biru, aku merebahkan tubuh Lia yang sexy pelan.

Aku melanjutkan kegiatanku dengan memegang telapak kaki Lia kemudian, sesaat setelah Lia menelentang dan mencumbui setiap jengkal kakinya. Di mulai dengan menjilati tepalak kakinya yang mulus dan jari-jari kakinya yang lentik. Lidahku juga menghisap ujung jari-jari kakinya, yang membuat Lia semakin menggelinjang lembut.

“Oh.. Diet.. Kamu pintar menaikkan gairahku,” desahnya pelan.

Berikutnya lidahku berpindah untuk memberikan kepuasan lagi ke bagian tubuh Lia yang lain. Kali ini adalah bagian lehernya yang aku mulai dengan mencumbu bagian belakang telinganya. Kembali Lia mendesah pelan..

“Ohh.. Teruskan Diet,” desahnya.

Setelah cukup lama tangan Lia berdiam diri, akhirnya tergerak juga untuk mengambil bagian di kesempatan ini. Tonjolan di celana renangku sudah begitu keras, setelah tangan Lia masuk membelai penisku dengan lembut.

“Oh.. Lia.. Sss..” desahku kemudian.

Kemudian aku lanjutkan untuk membuka sisa dari bikini Lia yang di pinggang dengan menariknya kebawah sampai ke pangkal kaki. Dengan lembut aku menjulurkan lidahku ke bagian perut Lia yang ternyata dia sedikit kegelian.

“Hek.. Geli Diet,” ujarnya.

Seketika aku menghentikan menjilati bagian perutnya, yang aku lanjutkan dengan menjlati pahanya bagian dalam yang berakhir di pangkalnya yang berbulu hitam dan sangat lebat, tapi tertata rapi dan beraroma khas.

Tak lama berselang aku menjulurkan lidahku ke bibir luar vagina Lia dengan lembut. Hal ini menimbulkan sensasi tersendiri buat Lia.

“Ohh.. Diet.. Sss..” desahnya bergetar.

Kemudian aku lanjutkan dengan menjulurkan ujung lidahku di clitorisnya yang sudah menonjol dikit. Tubuh Lia semakin bergetar setelah menerima perlakuan lidahku.

“Ohh.. Enak.. Sayang..” desahnya pelan. Lendir di lubang vagina Lia semakin deras keluar, menandakan kalau Lia begitu terangsang hebat.

“Ohh.. Diet.. Masukin sekarang.. Sayang..” pintanya mesra.

Sambil merangkak aku kembali menciumi bibir Lia yang terbuka, karena menahan rangsangan yang hebat. Dengan lembut aku memegang penisku dan mengarahkan nya ke lubang vagina Lia pelan. Tanpa kesulitan aku melesakan penisku ke dalam lubang vagina Lia, karena lendir Lia cukup memudahkan bagi penisku untuk menyeruak ke bagian dalam vaginanya.

“Ohh.. Tekan lebih dalam.. Diet..” pintanya kemudian. Yang diiringi dengan bibirnya mendesis lirih.
“Ssshh..” desis Lia. Perlahan dan lembut aku memaju mundurkan pinggulku untuk menusukkan penisku lebih dalam lagi.

Sret.. Sret.., irama penisku beradu dengan vagina Lia. Setelah cukup lama bersentuhan, terasa tubuh Lia bergetar dan mendesirlah cairan di dalam vagina Lia dengan hangat, menyirami kepala penisku. Lia mencapai orgasmenya di barengi dengan jeritan nya yang menggairahkan.

“Diet.. Aku sampai.. Ohh..” teriaknya lembut.

Kemudian aku mengecup bibir Lia dengan lembut, dan kembali memaju mundurkan penisku. Dalam beberapa saat aku merasakan tanda-tanda akan mencapai puncak, seketika aku mempercepat kocokan ku ke dalam vagina Lia. Sret.. Sret.. Sret, bunyi penisku beradu dengan vagina Lia. Bergetar tubuhku saat aku menyemprotkan spermaku ke dalam vagina Lia dengan deras, sambil memeluk erat tubuh Lia yang sexy. 

“Ohh.. Sayang.. Enak.. Sekali..” jeritku sesaat setelah spermaku membasahi seluruh bagian dalam vagina Lia. Setelah itu aku kembali mengecup bibir Lia dengan lembut dan membisikkan kata-kata..
“Makasih yah sayang.. Kamu sudah membahagiakan aku,” bisikku lembut.

Begitulah seterusnya kisah cinta antara aku dan Lia yang berujung hubungan lebih serius sepulang nya Lia Ke Jakarta.

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Gadis Penggoda Bernama Maria


Kumpulan Cerita Dewasa - Maria. Itu namaku. Kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan ketika aku berusia 11 tahun. Saat itu, aku benar-benar sendirian. Rasa takut dan kesepian menyerang hati dan pikiranku. Yang paling menyedihkan adalah, aku sama sekali tidak pernah dikenalkan ataupun berjumpa dengan kerabat ayah maupun ibu. Aku tidak pernah bertanya. Selama ini aku hanya mengenal ayah dan ibu saja. Dan itu sudah lebih dari cukup bagiku. Kami bertiga sangat bahagia.

Aku tidak ingat, bagaimana aku bisa sampai di panti asuhan itu. Yayasan Bunda Erika, aku membacanya di sebuah papan nama di depan pintu masuk bangunan itu. Di sana, banyak anak-anak yang sebaya denganku. Kehadiran mereka membuatku setidaknya “lupa” akan kemalangan yang baru saja menimpaku. Tidak lamapun, aku merasa kalau aku telah menemukan rumah baru bagiku. Enam bulan pun berlalu.

Pada suatu hari yang cerah, mendadak kami dibangunkan oleh Bunda Risa, salah satu pengurus di tempat kami.
“Ayo bangun, cepat mandi, pakai pakaian terbaik kalian, setelah itu kalian harus berkumpul di aula. Kita akan kedatangan seseorang yang sangat istimewa”, katanya sambil tersenyum hangat.
Dan aku pun bertanya, “Bunda, tamu istimewanya siapa sih? Artis ya?”
“Mungkin ya..”, kata Bunda Risa sambil tertawa kecil.
“Karena dia adalah putra tunggal dari pemilik yayasan ini..”

Tak kusangka, pertemuanku dengan Erik Torian bisa mengubah hidupku, seluruhnya. Saat dia melewati barisan anak-anak yang lain, dia tiba-tiba berhenti tepat di depanku. Senyuman misterius menghiasi wajahnya. Dengan posisi membungkuk, dia mengamati wajahku dengan teliti. Temannya yang ikut bersamanya pun ikut memperhatikan diriku. 

“Ada apa Torian? Apa kau kenal dengan anak ini?”, tanyanya.
“Tidak”, Erik masih memandangiku sambil memegang mukaku, seolah-olah aku tidak bernyawa.
“Sempurna” katanya dingin.
“Seperti boneka..”
Aku yakin sekali dia bergumam [“..boneka yang aku idam-idamkan”]
Lalu dia melepaskan wajahku dan langsung meninggalkanku begitu saja.

Sehari setelah kunjungan itu, Erik bersama temannya itu kembali mengunjungi yayasan, untuk mengadopsi diriku.
“Halo.. Maria” Erik melemparkan senyum yang berbeda dari kemarin.
“Mulai saat ini, aku-lah yang akan merawat dan mengurus Maria. Kamu tidak harus memanggil aku ‘ayah’ atau sebutan lainnya, panggil saja aku Erik.”

Sambil mengalihkan pandangannya ke temannya, dia melanjutkan,”Nah.., ini adalah temanku, namanya Tomi.”
Akupun menyunggingkan senyuman ke arah Tomi yang membalasku dengan senyuman hangat.

Aku sama sekali tidak percaya bahwa ternyata Erik tinggal sendirian di rumah megah seperti ini dan masih berusia 24 tahun saat itu. Diam-diam, aku kagum dengan penampilan Erik dan Tomi yang sangat menarik. Berada di tengah-tengah mereka saja sudah sangat membuatku special. Erik sangatlah baik padaku. Dia selalu membelikan baju-baju indah dan boneka porselain untuk dipajang dikamar tidurku. Dia sangat memanjakan aku. Tapi, dia juga bersikap disiplin. Aku tidak diperbolehkan untuk keluar rumah selain ke sekolah tanpa dirinya.

Empat bulan berlalu, rasa sayangku terhadap Erik mulai bertambah. Hari itu, aku mulai merasa bosan di rumah dan Erik belum pulang dari kantor. Aku pun menunggunya untuk pulang sambil bermain Play Station di kamarku. Tepat jam 10.30 malam, aku mendengar suara pintu di sebelah kamarku berbunyi.
“Erik sudah pulang!!”, pikirku senang.

Aku pun berlari keluar kamar untuk menyambutnya. Tapi, di depan kamar Erik aku berhenti. Pintunya terbuka sedikit. Dan aku bisa tahu apa yang terjadi di dalam sana. Erik bersama seorang wanita yang sangat cantik, berambut panjang, kulitnya pun sempurna. Aku hanya bisa terdiam terpaku. Aku melihat Erik mulai menciumi bibir wanita itu dengan penuh nafsu. Tangannya meraba-raba dan meremas payudara wanita itu.

“Ohh..Erik”

Pelan-pelan, tangan Erik menyingkap rok wanita itu dan menari-nari di sekitar pinggul dan pahanya. Tak lama, Erik sudah habis melucuti pakaian wanita itu. Erik merebahkan wanita itu ke tempat tidur dan menindihnya, tangan Erik bermain-main dengan tubuh wanita itu, menciuminya dengan membabi buta, menciumi leher, menciumi payudara wanita itu sambil meremas-remasnya.

“Ohh..Eriik..” Aku mendengar desahan wanita itu.

Aku melihatnya. Aku tidak percaya bahwa aku menyaksikan itu semua. Tapi, aku tidak bergerak sedikit pun. Aku tidak bisa.

Erik pun membuka resleting celananya dan mengeluarkan ‘senjata’nya, kedua kaki wanita itu dipegang dengan tangan Erik dan Erik segera menancapkan ‘senjata’nya ke liang wanita yang sudah basah itu dengan sangat kasar. Wanita itu mengerang dengan keras. Tanpa sadar, pipiku sudah dibasahi oleh air mata. Hatiku terasa sakit dan ngilu. Tapi, aku tetap tidak bisa beranjak dari sana. Aku tetap melihat perbuatan Erik tanpa berkedip sambil berlinang air mata.

Erik masih melanjutkan permainannya bersama wanita cantik itu, dia menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan sangat cepat. Teriakan kepuasan dari wanita itu pun membahana di seluruh ruangan. Sepuluh menit setelah itu, Erik terlihat kejang sesaat sambil mengerang tertahan. Erik pun menghela napas dan beristirahat sejenak, masih dalam rangkulan wanita itu. Permainan berakhir.


Tapi aku masih mematung di depan kamarnya, memperhatikan Erik dari sebelah pintu yang sedikit terbuka. Aku tidak mau bergerak juga, seolah-olah aku sengaja ingin ditemukan oleh Erik. Benar saja, aku melihat Erik berbenah memberesi bajunya dan bergerak menuju pintu. Dia membuka pintu dan melihat diriku mematung sambil menangis di sana. Dia memperhatikanku sejenak dan senyuman misterius itu hadir lagi.

Dia pun membungkukkan tubuhnya, 
“Hey, tukang ngintip cilik. Aku nggak marah kok. Hanya saja, aku sudah mempersiapkan hukuman yang tepat untukmu. Tapi, tidak saat ini. Ayo, aku temani kamu sampai kamu tertidur. Kalau kamu capek, besok bolos saja.”
Erik pun menggendongku yang masih terisak kekamar tidurku. Dan semalaman dia tidur sambil memelukku dengan hangat.
“Aku..aku..sayang Erik”
“Erik adalah milikku..hanya milikku seorang”
Pikiranku berputar-putar memikirkan hal itu. Tak lama, aku pun tertidur lelap.

Hari ini adalah ulang tahunku yang ke-14. Aku senang sekali, karena Erik telah mempersiapkan sebuah pesta ulang tahun untukku di sebuah hotel bintang 5.

Ballroom hotel itu sangat indah, Erik mempersiapkannya secara spesial. Aku pun mengenakan gaun berwarna putih yang baru dibelikan Erik. Kata Erik, aku sangat cantik dengan baju itu, “Kamu cocok sekali dengan warna putih, sangat matching dengan warna kulitmu.. Dan lagi, sekarang.. kamu semakin cantik.”

Teman-teman perempuanku juga berdecak kagum melihat penampilanku saat itu.
“Kamu cantik ya Maria? Beruntung sekali kamu punya ayah angkat seperti Erik..”
Kata Sara, teman baikku sambil tertawa meledek. Sara melirik ke arah Erik yang sedang duduk di meja pojok bersama Tomi.
“Hey Maria, Erik itu ganteng banget ya? Temennya juga..” ujar Sara sambil tertawa kecil.
Aku pun hanya bisa tertawa, aku pun menetujuinya. Akhir-akhir ini, kami memang jadi sering membicarakan soal cowok. Mungkin karena puber. Tak lama, Aryo temanku yang sepertinya suka denganku datang, sambil menyerahkan hadiah, dia mencium kedua pipiku. Tanpa sadar pipiku bersemu merah.

Setelah pesta usai, Erik mengajakku istirahat di kamar hotel. Aku lumayan capek, tapi aku senang. Dan setiba di kamar, aku memeluk Erik sambil mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih Erik..aku sayang sekali sama Erik..”
Erik pun membalas pelukanku sejenak dan kemudian melepasnya, dan dia memegang kedua lenganku sambil memandangku dengan serius. Aku pun merasa heran dan sedikit takut.
“..Erik? Kenapa? Marah yaa? Aku..melakukan kesalahan apa?”

Tanpa banyak bicara, Erik menggeretku ke tempat tidur, mencopot dasinya dan menggunakannya untuk mengikat kedua tanganku dengan kencang. Aku memekik dan mulai menangis.
“Eriik!! Sakit!! Kenapa??!!”
Dia melihatku dengan pandangan marah. Kemudian berteriak,
“Kenapa??!! Kenapa katamu?! Kamu itu perempuan apa??!! Masih kecil sudah kenal laki-laki!! Sudah kuputuskan! Kamu harus di hukum atas perbuatanmu barusan dan perbuatanmu 2 tahun yang lalu!!”

Deg. Jantungku terasa berhenti mengingat kejadian itu.
“Erik marah..”, pikirku.
Aku pun merasa ketakutan. Aku takut dibenci. Aku tidak mau kehilangan lagi orang yang kusayangi.
Tiba-tiba, Erik menarik gaunku dengan sangat kasar sehingga menjadi robek. Aku berteriak.
“Ini akibatnya kalau jadi perempuan genit!!”
Erik menariknya lagi untuk kedua kalinya, pakaian dalamku semakin terlihat. Celana dalamku juga akan dilepasnya.
“Erriik!! Jangaan!!”, aku berteriak ketakutan.

Terlambat, aku sudah telanjang total. Hanya sisa-sisa gaunku-lah yang masih menyembunyikan bagian-bagian tubuhku sedikit. Erik melihatku dengan penuh nafsu. Nafasnya terdengar berat penuh dengan kemarahan dan birahi. Dia pun menahan tanganku yang terikat dan mendekatkan bibirnya ke bibirku.
“Aku harus menjadi orang pertama yang..”
Erik tidak menyelesaikan kata-katanya dan mulai melumat bibirku dengan sedikit kasar.
“Hmmphh..”
Untuk pertama kalinya aku merasakan ada getaran yang aneh pada tubuhku. Sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Erik terus berlanjut menciumku, aku bisa merasakan lidahnya memijat lidahku. Aku pun mengikuti permainannya, sedikit takut, sedikit ingin tahu. Erik mulai meremas-remas payudaraku yang belum tumbuh seutuhnya.
“Ahh..”
Aku mulai menikmati getaran aneh pada diriku.
“Panas..badanku terasa panas..Erik..” pikirku dalam hati.
Erik melanjutkan ciumannya ke leher dan menggigitnya sedikit, remasan tangannya di payudaraku makin kuat.
“Ahh..!!” nafasku makin memburu.

Tiba-tiba Erik berhenti dan melihatku sambil tersenyum misterius.
“Hmm..kamu menyukainya bukan? Ya kan, setan cilik?”
Mukaku bersemu merah, tapi terlalu takut untuk berbicara, tubuhku bergetar hebat. Erik melepaskan kemejanya dan celananya, masih memandangiku. Aku terlalu malu untuk memandang wajahnya.

“Aku rasa, kamu sudah siap untuk permainan selanjutnya..”
Erik tertawa kecil, sedikit kemarahan masih tersisa pada dirinya. Erik kembali menciumiku, kali ini dia meremas payudaraku sambil menghisapnya.
“Hhh..!!”
“Tidak apa-apa..kalau Erik..tidak apa-apa.” pikirku.

Aku memejamkan mataku erat-erat ketika Erik mulai memasukkan ‘senjata’nya ke dalam diriku.
“Emm..” aku tidak berani bilang kalau aku merasa sakit.
Erik mulai tidak sabar, dan dia memasukkannya dengan kasar.
“Aaahh..!!”
Aku menjerit dan mulai menangis lagi. ‘Senjata’nya sudah memasuki diriku seutuhnya dan sakit yang kurasakan itu sedikit aneh, ada kenikmatan di dalamnya. Aku mulai sedikit meronta sambil berteriak. Tapi Erik menahanku dengan kuat. Erik menciumi diriku yang bergetar hebat dengan sedikit paksa. Bosan dengan posisinya, Erik membalikkan posisi tubuhku menjadi telungkup. 
“Erriik..!! tidaak!!” aku sangat malu melakukan posisi itu.

Tetapi Erik tidak peduli dan melanjutkan kembali permainannya. Setiap kali tubuh Erik menghentak, aku menjerit sekeras-kerasnya. Erik melakukan gerakan menghentak itu secara teratur, dan tiba-tiba aku merasakan getaran yang sangat hebat dalam diriku, aku merasakan ‘liang’ku
menyempit karena otot-otot di tubuhku menjadi tegang. Aku pun berteriak lebih keras dari sebelumnya.

“Ohh..Maria.”

Aku merasakan tangan Erik meremas pinggulku dengan kuat. Tubuh Erik mengejang, dan cairan deras pun mengalir dari ‘liang’ku. Aku mendesah panjang. Tubuhku masih bergetar. Erik masih menindihku dan mulai menciumi punggungku.
“Hhhmm.. pilihanku memang selalu tepat”, gumamnya.
Aku memilih untuk diam. Erik bergeser ke sampingku. Dia memandangiku yang masih berlinang air mata. Tersenyum Erik mengecup kepalaku sambil mengelusnya.
“Maria, kamu adalah milikku seorang.. tidak ada satupun yang boleh menyentuhmu tanpa seizin-ku.”

Erik memeluk tubuhku yang kecil dengan erat.
“Ya Erik..aku adalah milikmu. Aku akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, asal kau tidak membenciku.” Aku masih terisak.
“Anak bodoh.. Aku tidak akan pernah membencimu Maria..”
Pelukan Erik semakin erat. Mukaku terasa panas. Dan aku segera membenamkan diriku ke dalam pelukan Erik.

“Terima kasih..Erik.”

TAMAT