Wednesday, March 31, 2021

Kumpulan Cerita Dewasa Terbendung Kemolekan Tubuh Diana Dan Riana


Kumpulan Cerita Dewasa - Pukul delapan tepat saat aku melirik jam tanganku ketika memasuki pintu kantor. Segaris senyuman ramah dari Nina, seorang resepsionis yang sedang KKN di kantorku menyambutku hangat. Ucapan selamat pagi kuterima dari Bramanto, satpam kantor yang bertubuh tinggi besar namun memiliki suara seperti tikus kejepit. Kontras sama bodinya. Aku balas menyapanya sambil berlalu menuju ruangan kerjaku. Perusahan tempat aku bekerja ini adalah perusahaan percetakan dan penerbitan terbesar di Indonesia dan aku adalah salah satu manager di situ. Usiaku 28 tahun dan ini adalah tahun keempat aku bekerja di sini. Gelar S1 UI dan S2 di sebuah perguruan tinggi di Australia sepertinya sangat menolongku mencapai posisi ini dalam waktu relatif cepat. Cukup cepat sehingga menimbulkan kecemburuan di antara rekan-rekan senior di sini. Well, bagiku itu problem mereka, yang penting aku tidak menginjak kepala mereka untuk menduduki jabatan ini.

Ruang kerjaku terletak di lantai 4 di gedung milik perusahaanku. Gedung yang cukup besar karena sekaligus menjadi satu dengan tempat percetakan dan penerbitan. Ruang kerjaku tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil. Cukuplah bagiku untuk bisa melakukan senam-senam kecil di siang hari. Oh iya, itu merupakan salah satu kebiasaanku untuk menghilangkan penat dan merenggangkan otot. Kebiasaan itu terbukti cukup sukses mengurangi stress dalam bekerja.

“Tok.. tok.. tok..”
Terdengar ketukan dan sesaat kemudian seraut wajah muncul dari balik daun pintu itu.
“Hai.. good morning Sar,” ucapan itu muncul dari wajah ganteng milik Hendra asistenku.
“Eh.. pagi Hen,” jawabku.
“Wah gimana Sar.. masih ‘hangover’?” Hendra bertanya sambil melangkah duduk di depan mejaku.
“Thank God nggak tuh.. tadi waktu bangun tidur sih sempet agak pusing tapi sekarang udah nggak lagi tuh.”
Hendra semalam yang terpaksa mengantarku pulang karena aku sudah terlalu “Hii” buat mengemudi.
“Sungguh.. aku baru kali itu liat kamu mabuk Sar,” ujarnya sambil sebuah map berisi beberapa berkas yang harus kuperiksa.
“Oh ya.. aku juga nggak tau tuh bisa kebablasan minum gitu,” aku menjawab dengan enteng sambil membaca berkas-berkas yang disodorkannya.

Hubunganku dengan Hendra memang lebih mirip hubungan antar teman biasa. Aku sendiri yang meminta dia agar bersikap informal dalam hubungan kami. Dia baru mulai bersikap formal dengan memanggilku “Bu” apabila dalam situasi-situasi tertentu seperti dalam rapat atau di depan atasanku. Umur kami berdua hampir sama. Aku cuma lebih tua setahun darinya. Hendra sudah berkeluarga dengan satu orang putra balita. Kami biasa bercerita apa saja mulai dari masalah keluarganya atau kantor bahkan sampai masalah seks kami bicarakan dengan gamblang. Tidak jarang kami suka bertukar “joke-joke” ringan mengenai seks.

Hendra memang ganteng, tapi cara bicara dia yang halus bahkan cenderung kemayu makin membuatku tidak risih dengannya. Kalau bisa dibandingkan, gaya bicara dan tindak tanduknya mirip Syahrul Gunawan bintang sinetron yang kemayu itu. Malahan dalam urusan gosip dia menjadi trend setter di kantorku. Apabila terlihat kerumunan ibu-ibu saat jam makan siang dan suasananya riuh, dapat dipastikan kalau Hendra berada di tengah-tengahnya sedang memberikan laporan up to date-nya tentang gosip hari itu.

“Hen, bagaimana tentang nanti siang? Jam berapa Pak Faisal datang?” tanyaku.
Pak Faisal itu adalah suplier yang akan kutemui siang ini.
“Oh iya.. dia datang setelah jam makan siang.”
“Tadi sekretarisnya sudah confirm ke sini,” ujarnya lagi menambahkan.
“Eh tau nggak Sar tentang desas-desus Mbak Diana dengan si Nina resepsionis itu?” kata Hendra mulai dengan nada “rumpi”-nya.
Memang akhir-akhir ini di kalangan karyawan di sini tersebar isu yang mengatakan kalau Diana teman kantorku dari bagian finance yang semalam berulang tahun itu seorang lines dan memiliki “affair” dengan Nina resepsionis baru kantorku.
“Ah masa sih.. Diana khan udah punya suami,” aku menimpali sambil membereskan beberapa pekerjaanku.

Sebetulnya aku tidak suka ngomongin sesama teman. Apalagi gosipnya termasuk dalam kategori yang aku sukai seperti itu.
“Tapi kayaknya benar tuh.. akhir-akhir ini mereka suka keluar makan siang berdua dan selalu nggak mau gabung kalau diajak makan bareng sama yang lain.”
Hendra makin seru dengan gosipnya. Kemudian dengan menurunkan nada suaranya ia berkata,
“Ada lagi yang lebih parah Sar.”
Melihat ekspresi Hendra yang serius aku jadi mulai penasaran akan ceritanya.
“Parah gimana?” tanyaku sambil ikut-ikutan merendahkan nada suaraku.
“Si tikus kejepit Bramanto.. pernah liat mereka berdua kiss-kissan sambil pegang-pegangan di toilet?”
Wah, seruku dalam hati. Gosip sih gosip, tapi kalau ternyata memang betul?
“Pervert banget dong.. si Bramanto ngomong bener tuh?”
Kini aku benar-benar tertarik. Tak dapat terbayangkan olehku kalau di kantor ini telah terjadi hal-hal yang betul-betul “kinky” itu. Bisa-bisa aku tambah betah di sini.

“Aku sih percaya omongan dia, lagi pula kamu nggak tau yah kalo semalam Mbak Diana tuh pulangnya bareng Nina. Lagian baru kali ini khan anak resepsionis yang masih baru udah diundang acara-acara luaran kita,” katanya lagi.
Wah aku tidak sanggup meneruskan bayanganku tentang hubungan mereka itu.
“Ah that’s enough Hen.. aku sih mending diam ajalah.. kecuali benar-benar ngeliat di depan mata kepala sendiri,” kataku, ingin segera menyudahi pembicaraan ini karena aku merasa bersalah sudah membayangkan Diana melakukan perbuatan itu.
“Ok, ok terserah kamu deh Sar, moga-moga juga gosip itu nggak bener semua, aku cerita ke kamu aja sih soalnya khan kamu termasuk dekat sama Mbak Diana.”
Kalimat Hendra seakan mencari pembenaran bagi ke-“ember”-annya itu.
“Knock it off.. will u..” kataku sambil bercanda dan mengibaskan tanganku seakan aku tidak begitu tertarik dengan gosip itu.
“I think we better back to work. Ndra tolong kamu siapkan berkas penawaran dari suplier sebelumnya and I want it on my desk before lunch time.”

Sudah cukup “chit-chat”-nya dan aku kembali ke gaya kantoran lagi.
“Ok deh Mam, eh kamu mau lunch bareng nggak nanti?” Hendra bertanya sambil melangkah menuju pintu.
“Mmm.. aku mau makan siang di sini aja.. thanks buat ajakannya,” jawabku.
“Snip!” Hendra membalas dengan menjentikan jarinya lalu jari telunjuknya mengarah padaku lalu dengan gaya kartunnya yang agak ngeselin dia mengedipkan matanya sambil berucap,
“See u then.”
Grown up man! itu yang terucap dalam hatiku melihat tingkah Hendra yang kadang masih kekanakan. Anyway, kalau tidak ada dia aku kesepian juga sih, soalnya dia orangnya easy goingdan asyik saja (kecuali kalau kami lagi serius kerja). Geli juga sih membayangkan bagaimana kelakuan dia di rumah. Kan dia sudah berkeluarga. Gimana cara istrinya menghadapi sifat “rumpi” dan childish suaminya itu?

Sore itu selepas jam kantor aku masih saja berada di ruang kerjaku. Seperti biasa aku membereskan semua sisa pekerjaanku sekaligus semacam evaluasi pribadi akan kinerjaku hari itu. Itu merupakan salah satu kebiasaanku karena aku tidak mau ada sesuatu yang tercecer atau tertinggal hingga membuatku repot di hari berikutnya.

Dan seperti biasanya suasana lalulintas di depan kantorku sangat padat (tidak cuma di depan kantorku sih, di Jakarta memang dimana-mana padat kalau jam pulang kantor). Biasanya aku suka mampir di “Playan” yang kebetulan dekat dengan kantorku dan bersama beberapa rekan kantor “hangout” di Kafe Wien sampai keadaan jalan mulai lenggang baru pulang.

Tapi saat itu aku malas beranjak keluar kantor dan iseng browsing di internet sambil minum Capucino. 20 menit kemudian aku merasa harus segera ke toilet dan seperti biasa aku suka menggunakan toilet yang terletak di bagian direksi.

Alasanku adalah karena toilet wanita di sana lebih jarang digunakan karena biasa hanya digunakan oleh tamu direksi yang wanita dan para sekretaris direksi saja (lagipula para direksinya adalah pria semuanya).

Aku melintasi ruang kantor utama yang sudah kosong menuju ke bagian selatan lantai 4 ini. Di bagian direksi sebagian besar lampu sudah dipadamkan sehingga hanya lampu-lampu di koridor saja yang masih tetap menyala. Sebenarnya suasana temaram dan sepi ini agak menyeramkan tapi karena sudah empat tahun bekerja di sini aku sudah familiar dengan suasana gedung ini. Lagipula di lantai satu dan dua di bagian produksi kegiatan tetap berlangsung dan masih ramai dengan pekerja.

Aku memasuki toilet wanita yang terletak di tempat paling ujung bagian direksi. Lampunya masih menyala dan tanpa ragu aku melangkah masuk ke dalamnya. Begitu memasuki toilet aku langsung melewati jajaran wastafel di kedua sisi dengan cermin sepanjang dinding kedua sisinya. Ada empat bilik toilet di dalamnya. Di pintu masuk dua bilik pertama tergantung sign “RUSAK/DALAM PERBAIKAN” sehingga aku memasuki pintu ketiga. Ketika aku sedang duduk di toilet itu ada perasaan aneh yang muncul. Perasaan yang mengatakan kalau aku tidak sendiri di ruangan ini. Insting-ku seperti merasakan kehadiran orang lain di ruangan ini. Aku segera mengusir perasaan itu jauh-jauh dan segera setelah selesai buang air kecil aku segera membersihkan diri (tentunya flushing the toilet juga) lalu ingin segera meninggalkan ruangan yang mulai “spooky” itu.


Belum sempat aku keluar tiba-tiba pintu masuk toilet terbuka dan terdengar langkah-langkah kaki yang tergesa-gesa. Ada sedikit suara bisik-bisik singkat yang membuatku mengenali suara itu. Itu suara Diana! rasa ingin tahuku keluar hingga aku perlahan membuka pintu bilik-ku mengintip.

Rupanya mereka berada di sisi yang sama dengan jajaran bilik toilet sehingga aku tidak dapat melihat langsung ke arah mereka. Akan tetapi cermin besar sepanjang sisi seberangnya membuatku bisa melihat mereka melalui cermin itu. Dan apa yang kulihat benar-benar membuat kedua lututku gemetar.

Diana dan Nina si resepsionis sedang bergelut penuh nafsu birahi! kulihat bibir keduanya saling menempel erat dan desah nafas mereka berdua terdengar keras memenuhi ruangan itu. Perasaan antara jijik dan shock aku rasakan menyaksikan dua orang wanita yang kukenal melakukan hubungan sejenis di depan mataku. Ingin aku memalingkan muka karena muak melihat perbuatan mereka namun rasa ingin tahuku terlalu kuat hingga aku menyaksikan “permainan” mereka dari balik pintu toilet ini.

Dan apa yang kulihat benar-benar membuat kedua lututku gemetar kesenangan. Diana dan Nina si resepsionis sedang bergelut penuh nafsu birahi. Kulihat bibir keduanya saling menempel erat dan desah nafas mereka berdua terdengar keras memenuhi ruangan itu. Perasaan antara ingin turut ambil bagian dan shock menyelimutiku menyaksikan dua orang wanita yang kukenal melakukan hubungan sejenis di depan mataku.

Diana terlihat lebih mendominasi “pergumulan” itu sedangkan Nina lebih tampak sebagai objek pemuas. Tangan Diana tampak begitu rakus dan liar menjelajahi setiap lekuk tubuh Nina. Dua pasang tangan yang halus dan lentik terlihat tergesa-gesa saling mencopot pakaian bagian atas pasangan masing-masing. Sepasang bibir yang sama-sama mengenakan lipstik tampak sangat tidak wajar saling menempel lekat seperti itu. Bahkan bayanganku tentang hubungan lesbian selama ini tidak se-“seram” kenyataan yang terlihat gamblang di depan mataku.

Aku menarik nafas panjang dan sejenak berusaha menerima fakta di depanku bahwa gosip si Hendra benar dan cerita Bramanto si satpam juga benar adanya. Tapi mengapa harus Diana? mengapa harus teman yang telah kukenal sejak pertama kali aku kerja di sini dan mulai cukup dekat dua tahun terakhir ini.

Aku tidak menyebut akrab karena hubunganku dengannya memang hanya sebatas hubungan kantor dan di acara-acara luar kantor yang melibatkan orang-orang dari kantor (such as ultah-nya semalam).

Oh iya Diana adalah wanita yang telah berumah tangga, usianya 30 tahun, wajahnya menarik dan memiliki pesona kematangan seorang wanita yang pastinya sangat seksi khususnya di mata pria-pria berpendidikan yang suka dengan wanita yang memiliki intelektualitas dan mandiri.

Nina sendiri masih terlihat sangat muda, mungkin sekitar 22-23 tahun umurnya, kulitnya kuning langsat dan wajahnya khas Mojang Priangan dengan kecantikan yang lumayan.

Kulitnya tampak kencang dengan payudara dan bagian pantat yang cukup montok. Tubuhnya lumayan jangkung dan jujur saja membuatku iri (padahal tinggi badanku yang 162 cm ini menurut teman-teman sudah cukup tinggi). Tapi tetap saja aku iri dengan tinggi badannya, titik.

Saling bergantian kedua wanita itu melepaskan nafsu mereka, meremas dan kemudian menghisap, menjilat (etc.. etc segala jenisnya) payudara pasangannya. Kemudian tubuh Nina yang langsing itu tampak beranjak duduk di atas wastafel.

Diana dengan sigap menarik celana dalam pasangannya sampai lepas hingga tersangkut di sebelah kakinya lalu melakukan oral. WOW!! Tubuh Diana dalam posisi berlutut. Kepalanya tepat berada di antara paha milik Nina yang kadang-kadang menutup mengejang menahan geli.

Kuperhatikan wajah Nina yang sangat “ekspresif” menterjemahkan tiap kenikmatan yang dirasakannya. Matanya yang sayu terbius kenikmatan kadang agak mendelik dan kadang terpejam dalam waktu lama seiring gelombang kenikmatan yang datang menerpanya bagaikan ombak memecah pantai silih berganti.

Kedua telapak tangannya yang halus itupun seperti mengikuti irama yang sama dengan ekspresi wajahnya menjelajahi tiap bagian dadanya sendiri.

Terkadang tangannya membelai, kadang seperti menggaruk dan memelintir kedua ujung payudaranya sendiri.

Dia menikmati itu semua serasa dia hanya sendiri di ruangan ini. Kedua pasangan itu tampak seperti menikmati permainan mereka dengan cara sendiri-sendiri. Kurasakan detak jantungku kian berdentang kencang dan nafasku kian berat.

Lambat tapi pasti fantasi memenuhi kepalaku.

Aku membayangkan kenikmatan saat aku melakukan masturbasi tadi siang. Posisiku yang sedang mengintip menimbulkan semacam sense of privacy yang membuatku makin tenggelam dalam permainan panas yang disuguhkan dua insan sejenis di depan mataku. Aku merasakan ada suatu pesona unik dalam tiap geliat tubuhnya itu.

Pesona yang kuyakin dilihat juga oleh partner-partner seks-ku dalam diriku.

Sekarang Diana sudah duduk di tepi wastafel di samping Nina mereka berciuman sejenak lalu keduanya merogoh tas masing-masing dan mengeluarkan masing-masing mengeluarkan benda panjang dan lonjong yang sudah sangat aku kenal, dildo! My God.. mereka pasti sudah merencanakan ini, aku terkejut melihat “peralatan” mereka yang cukup lengkap itu (jelas menunjukan niat mereka).

Kedua dildo itu berwarna biru muda dan memiliki ukuran panjang sekitar 20 cm (sepertinya dibeli bersamaan di satu tempat melihat model dan warnanya seragam).

Aku cukup akrab dengan “mainan” itu karena aku memiliki koleksi-nya di rumah. Aku memiliki dua buah alat stimulasi sejenis.

Sebuah Dual-dildo (dildo yang memiliki dua “kepala” sehingga bisa digunakan bersamaan dengan arah yang berlawanan), dan satu vibrator jenis standar yaitu dildo yang mampu bergetar dengan tenaga batere dengan tiga tingkatan kecepatan yang dapat diganti-ganti.

Diana dan Nina duduk bersandar pada cermin di atas wastafel. Kini giliran Nina yang gencar mencumbui leher Diana yang tampak mengkilat bersimbah peluh.

Keduanya menggenggam dildo masing-masing dengan pegangan yang begitu mesra serasa seperti memegang sasuatu yang lain.

Sesuatu yang dengan jelas dan eksplisit direpresentasikan oleh bentuk dildo itu.

Sekitar 10 menit kemudian ruangan toilet itu dipenuhi suara nafas dan lenguh kenikmatan tatkala sepasang wanita cantik itu mulai menggunakan “mainan” mereka sesuai dengan kegunaannya.

Kakiku mulai terasa letih disaat Diana dan Nina mulai melenguh panjang dengan nafas yang menderu saling bersahutan.

Makin liar mereka memainkan dildo di tangan mereka yang tersembunyi di dalam rok kerja mereka.

Jelas terlihat guratan kenikmatan memenuhi ekspresi Diana. Sedangkan wajah Nina terlihat mulai blushing, merah padam.

Sedetik kemudian tubuh mereka berdua mengejang menahan derasnya orgasme yang jelas terlihat menyelimuti getaran tubuh mereka berdua.

Mereka bagai hendak menghujamkan dildo itu sampai tertelan semuanya dalam kewanitaan mereka dan tangan mereka yang bebas saling menggenggam erat.

Begitu eratnya sehingga baru terlepas perlahan sesaat setelah desahan nafas kenikmatan terakhir mereka berlalu.

Aku merasa sudah cukup melihat semuanya.

Lebih dari cukup buatku menyaksikan suatu pemandangan yang membuatku cukup “shock” sekaligus membawa sensasi kenikmatan dan keindahan tertentu dalam diriku.

Yang jelas aku seperti melihat sesuatu yang baru dalam diri kaumku sendiri. Lesbian itu nyata adanya! Aku terduduk lemas di atas tutup closet.

Terasa peluh di bagian leherku mengalir hingga ke dadaku.

Aku terus diam sampai mereka berdua meninggalkan ruangan dengan hanya memperdengarkan suara pintu yang ditutup perlahan. 

Lega rasanya bebas setelah terjebak dalam toilet akibat ulah sepasang wanita yang dimabuk “cinta” tadi. Bagiku kata mabuk saja lebih cocok dibanding kata cinta.

My God! dalam keadaan mabuk berat sekalipun aku masih cukup waras untuk tidak bercumbu dengan pasangan sejenis.

Segera aku keluar dan ketika melewati deretan wastafel aku menyempatkan diri merapikan diri di depan cermin.

Tentunya aku tidak bercermin di deretan wastafel tempat Diana dan Nina tadi karena ada semacam perasaan “emoh” tapi ingin menyentuh ataupun mendekati bekas tempat mereka “bermain” tadi. Bahkan aku masih merasakan sisa aura mereka di bagian itu.

Kejadian itu terus kuingat dan aku sengaja tidak keluar untuk bermain threesome dengan mereka karena aku akan menggunakannya supaya aku dapat merasakan manisnya kemaluan mereka berdua (yang aku akhirnya rasakan) tapi nanti akan aku ceritakan pada para pembaca Rumahseks sekalian.

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Mungilnya Memek Keponakan


Kumpulan Cerita Dewasa - Karen aku pernah kerja sebagai EO. Ana minta tolong aku untuk mengatur pesta hutnya. Aku tanya ma Ana, dia maunya pestanya seperti apa dan berapa budgetnya yang disediakan ortunya. Bapaknya Ana adalah adik kandungku, makanya Ana bebas sekali ma aku. Kalo becanda dah kaya ma temennya, padahal umurku dan dia berbeda jauh sekali, 20 tahun lebih. Ya gak apa, jadi aku awet muda kan kalo banyak bergaul dengan bag (termasuk menggauli kale).

Setelah aku mendapat info yang dibutuhkan, aku mencari cafe yang deket dengan rumah adikku, sehingga gak problem dengan trafik yang macet. Aku nego dengan manajer bar itu mengenai arrangement pesta hutnya Ana. Karena ini pesta abg, makan malem mah ala kadarnya saja, yang penting banyak minumannya, non alkoholik tentunya. Aku juga minta disediakan MC dari bar yang bisa memandu beberapa games untuk memeriahkan suasana. Aku minta adikku menyediakan beberapa suvenir dari kantornya sebagai hadiah untuk games itu.

“An, temen-temen kamu kece-kece gak”.
“So pasti om, ana gitu loh”. wah asik juga nih, banyk yg bisa dilihat,
“Tapi mreka datengnya bawa pasangan lo om”. Wah, kecewa juga aku mendengarnya.

Sampe dengan hari H nya. undangan dibuat jam 8 malem. Adik dan iparku dah standby di bar untuk menyambut temen-temen Ana, setelah makan malam, acara potong kue dilakukan, gak ada coreng muka pake krim kue yang sering dilakukan pada acara abg. Setelah itu adikku dan istrinya pulang karena selanjutnya adalah acara buat para abg. Ana minta aku tetap stay, dia tajut kalo ada acara yang meleset dari rencana.

“Om kan gak ada siapa-siapa dirumah, mending juga disini, ntar om turun ja ma temenku yang gak bawa pasangan”.

Memang tadi aku liat ada beberapa prempuan abg yang dateng bergerombol tanpa kawalan pasangannya. Acara games berlangsung meriah, palagi MC nya pinter banget membuat suasana jadi ceria. Setelah acara games slesai, sampailah pada acara puncak. Musik berdentam keras, ditingkahi dengan celoteh DJ yang mengajak para tetamu untuk mulai goyang.

“Om, ini Ayu, om temenin Ayu ya, dia gak punya pasangan”, Ana mengenalkan aku pada seorang abg, seumuranlah ma Ana.

Cantik, wajahnya dihiasi dengan sepasang mata uang indah, bulu mata yang lentik, hidung mancung dan bibir mungil yang merekah. Yang menarik perhatainku, Ayu punya kumis tipis diatas bibirnya yang mengundang untuk dikecup. Diruang yang temaran aku masi bisa menikmati wajah ayunya Ayu. Nama yang sangat sesuai dengan orangnya lagi. Yang lebi menarik lagi, dadanya dihiasi dengan sepasang tonjolan yang lumayan besar. Palagi Ayu mengenakan t shirt dan jin ketat, sehingga semua yang menonjol ditubuhnya menjadi nampak dengan jelas. Pinggangnya ramping dan pinggu serta pantat yang membulat sehingga badannya yang imut berpotongan seperti biola, sangat menggugah napsu.

“Om, tu apanya Ana si”, teriak Ayu ditengah bisingnya musik.
“Aku kakak bokapnya Ana”.
“Kok beda ya om”.
“apa bedanya?”
“Om kliatan lebi mudah, badan om atletis sekali, gak kaya bokapnya Ana, dah botak gendut pula”.
“Lelaki kan juga mesti jaga penampilan, gak prempuan aja kan”.
“Bener banget om, duduk yuk om”. aku mengambil 2 soft drink dan duduk dipojokan berdua Ayu, kringeten juga jingkrakan ngiktui goyangannya Ayu.
“Yu, kamu seksi banget deh, kamu yang paling seksi dari semua yang dateng, Ana ja kalah seksi ma kamu”.
“Om suka kan ngeliatnya”.
“Suka banget Yu, palagi kalo gak pake apa2″, godaku menjurus.
“Ih si om, mulai deh genitnya, ntar kalo liat Ayu gak pake apa2, gak bisa nahan diri lagi”.
“Mangnya kamu suka gak pake apa2 didepan lelaki?”
“Depan cowokku om”.
“Wah bole dong skarang depan aku ya”.
“Maunya”. Musik berganti dengan musik yang lembut.
“Om turun lagi yuk, Ayu pengen dipeluk om”. Aku turun lagi dan melantai (ngepel kale) dengan Ayu, Ayu kupeluk erat, terasa sekali toket besarnya mengganjal didadaku.
“Yu toket kamu besar ya, sering diremes ya”, bisikku.
“Iya om”. Aku mencium telinganya, Ayu menggeliat kegelian,
“om, nakal ih”.
“Tapi suka kan”. Ayu gak menjawab, kembali aku mencium lehernya sehingga Ayu menggelinjang.

Ayu mempererat pelukannya, aku seneng ja dipeluk abg seksi kaya Ayu. Sampe acara slesai Ayu nempel terus ma aku.

“Om tinggal sendiri ya”.
“Kok tau”. “ana yang bilang, napa si om tinggal sendiri”.
“aku dah cere Yu, anak2 ikut ibunya, napa kamu mo gantiin?”
“Mangnya om mau ma Ayu, Ayu kan masi abg, ntar om malu lagi jalan ma Ayu”.
“Wah malah bangga Yu, biasa jalan ma abg yang cantik dan seksi kaya kamu”. Ketika ana melihat Ayu nempel terus ma aku, dia mulai godain,
”Wah ada yang nempel terus neh kaya prangko, ayu cantik kan om, pasti om suka deh ma Ayu, aku kan tau selera om kaya apa”. Aku hanya senyum saja, Ayu cemberut jadinya,
“Udah deh loe sana ma cowok loe aja, gak bole liat orang lagi seneng ja”.
“Iya deh”, Ana meninggalkan kami sambil tertawa berderai.

Setelah acara selesai, aku membereskan administrasinya dengan pihak bar.

“Om, makasi banyak ya buat bantuannya, kalo gak ada om pasti pestaku gak semeriah ini. Yu kamu puilang ikutan om ku ja, dia searah kok sama rumah kamu. Om anterin ayu dulu ya, jangan diapa2in lo temenku yang seksi ini, dah tengah malem soalnya”, ana tersenyum sambil menjabat tanganku.
“Mau aku anter pulang Yu”, tanyaku menoleh ke ayu.
“Bole, kalo gak ngerepotin om”.
“Buat prempuan secantik dan sesekai kamu apa si yang repot”. Ayu aku gandeng menuju ke tempat parkir.
“Om, Ayu males pulang deh”.
“Lo napa”. “Dirumah gak ada siapa2 om, mending juga ma om ada yang nemenin Ayu ngobrol”.
“Mangnya ortu kemana”.
“Wah ortu mah sibuk ma urusan masing2, Ayu jarang ketemu ortu biar serumah juga. ayu ketemu ortu kalo ada keperluan ja, minta duit”.
“O gitu, kamu mo ikut aku ke apartmen?’
“Bole om”.
“Gak takut ma aku”.
“Mangnya om mo makan Ayu”.
“Mau makan bagian2 tertentu dibadan kamu”. Ih si om, bisa aja”. Sepanjang perjalanan ke apartmenku ayu curhat mengenai kondisinya, aku menjadi pendengar yang baik saja, sesekali aku kasi komentar.
“Om, ayu suka deh lelaki kaya om, mature sekali, lagian om ganteng banget, atletis lagi badannya. Om sering maen ma abg ya”.
“Sesekali ja Yu, kalo ada yg seksi kaya kamu, kamu mau kan maen ma aku”. Ayu diem saja, tapi tangannya mulai mengelus2 pahaku, aku tau itu jawabannya atas pertanyaanku.

Sesampainya di apartmen, aku langsung parkir mobil di basement di lot yang diperuntukkan buat aku. Ayu kugandeng ke lift dan lift melumcur ke lantai 40, dimana aku tinggal. Di lift ayu kupeluk dan kucium pipinya,

“Oom”, ayu hanya melenguh sambil memperat pelukannya ke aku.

Di apartment, Ayu langsung inspeksi, apartmenku kecil, ada 2 kamar tidur, ruang tamu yang menyatu dengan ruang makan dan pantri. Di bagian belakang ada tempat untuk cuci pakean dan balkonnya lumayan luas untuk jemur pakean. Ayu cukup lama berdiri di alok menatap kerlap kerlip lampu kota. Aku memeluknya dari belakang sambil mencium kuduknya. Ayu mengeglinjang tapi dia membiarkan tanganku yang mulai mengelus toketnya dari luar t shirtnya.

“Ooom”, lenguhnya ketika toket montoknya mulai kuremas2.

Ayu menggeser2kan pantatnya yang membulat ke selangkanganku. Kontolku dah mengejang dengan kerasnya.

“Ih, om dah ngaceng ya”, katanya sambil terus menggeser2kan pantatnya ke kekontolku. aku makin gemes meremes2 toketnya, terasa sekali besar dan kencengnya toket abg montok ini.
“Om, ayu dah pengen om, masuk yuk”.

Di sofa Ayu langsung melepas pakean luarnya. Wah baru seumur segini dah liar banget ni anak, pikirku. Ya aku seneng ja dapet abg yang liar kaya Ayu gini, pasti nikmat banget dientotinnya. Aku mengeluarkan 2 soft drink dari lemari es. Aku melotot melihat ayu muncul dengan daleman bikini yang minim dan seksi. Toketnya seakan mau tumpah dari branya yang minim sekali. Demikian pula jembutnya berhamburan dari cd bikini yang model g string itu.

“Yu, duduk disebelahku, kamu mau gak aku pijitin”, tanyanya.

aku tinggal memakai celana panjangnya saja. Baju dah kulepas. Ayupun duduk membelakangiku. Aku mulai memijit pelan keningnya dari belakang. Dari kening turun ke kuduk. Ayu hanya terpejam saja menikmati pijitanku, turun lagi ke pundak. “Enak om”, katanya.

“Memangnya om pernah jadi tukang pijit ya”, godanya.

Aku diam saja, tapi tanganku meluncur ke toketnya. Jariku kembali menelusuri toketnya, kuelus2 dengan lembut. Ayu terdiam, napasnya mulai memburu terengah. Jari kuselipkan ke branya dan mengkilik2 pentilnya. Pentilnya langsung mengeras,

“Ooom”, lenguhnya. Aku langsung saja meremes2 toketnya dengan penuh napsu.

Ayu bersandar di dadaku yang bidang. Aku kembali menciumi lehernya sementara kedua toketnya terus saja kuremes2, sehingga napsunya makin berkobar. Kemudian aku minta ayu berbalik sehingga kami duduk berhadapan. Ayu tak menunggu lama, aku segera mengecup bibirnya. Dibalas dengan ganas. Bibirnya kukulum, lidahnya menjalar didalam mulutku sementara tangannya segera turun mencari kontolku. Diusap2, terasa sekali kontolku sudah ngaceng berat, keras sekali. Segera ikat pinggangku dibuka, celanaku dibuka. Aku berdiri sehingga celana panjangku meluncur ke lantai. kontolku yang besar panjang itu nongol dari bagian atas CD ku yang mini. Kami segera bergelut. Aku terus meremas-remas toketnya sementara Ayu mengocok kontolku.

“om keras banget, gede lagi”, katanya sambil jongkok didepanku, melepas cdku dan menciumi kontolku dan menghisap daerah sekelilingnya termasuk biji pelernya.
“Aah Yu, kamu pinter banget bikin aku nikmat”, erangku.
“aaaduuuuuhh. Yu..enak banget emutanmu”. kontolku dijilati seluruhnya kemudian dimasukkan ke mulutnya, dikulum dan diisep2. Kepalanya mengangguk2 mengeluar masukkan kontolku di mulutnya. Akhirnya aku gak tahan lagi. Ayu kubopong ke kamar.

Ayu kubaringkan diranjang. Sambil terus meremas2 toketnya tanganku satunya nyelip ke balik cd bikininya yang g string itu. Otomatis pahanya mengangkang, sehingga aku dengan mudah mempermainkan jembutnya yang lebat.

“Om, geli”, erangnya.
“geli apa nikmat Yu”, tanyanya.
“Dua2nya om, Ayu dientot dong om, udah kepengin banget nih”, katanya to the point.

Tanganku menyusup ke punggungnya sambil mengecup bibirnya. Tali pengikat bra kutarik sehingga toketnya membusung menantang untuk diremas dan dikenyot pentilnya, tanpa penutup lagi. Ikatan CD bikini kutarik dengan mulutku sehingga lepaslah semua penutup tubuhnya yang minim.

“Yu kamu napsuin banget deh”, kataku.

Aku langsung saja menindihnya. penisku kuarahkan ke belahan memeknya yang sudah basah dan sedikit terbuka, lalu aku menekan kontolku sehingga kepala kontolku mulai menerobos masuk memeknya. Ayu mengerang keenakan sambil memeluk punggungku. Aku kembali menciumi bibirnya. Lidahnya menjulur masuk mulutku lagi dan segera kuisep2. sementara itu aku terus menekan pantatku pelan2 sehinggga kepala kontolku masuk memeknya makin dalam dan bless, kontolku sudah masuk setengahnya kedalam memeknya.

“Aah, om nikmat banget om”, erangnya sambil mencengkeram punggungku.

Kedua kakinya dilingkarkan di pinggangku sehingga penisku besarku langsung ambles semuanya di memeknya.

“Om, ssh, enak om, terusin”, erangnya.

Ayu menggeliat2 ketika aku mulai mengeluarmasukkan kontolku di memeknya. Ayu mengejang2kan memeknya meremes2 kontolku yang sedang keluar masuk itu.

“Yu, nikmat banget empotan memek kamu, kamu masi muda gini dah pinter ngeladenin napsuku”, erangku.

aku memeluknya dan kembali menciumi bibirnya, dengan menggebu2 bibirnya kulumat, Ayu mengiringi permainan bibirku dengan membalas mengulum bibirku. Terasa lidahnya menerobos masuk mulutku. Aku mengenjotkan kontolku keluar masuk makin cepat dan keras, Ayu menggeliatkan pinggulnya mengiringi keluar masuknya kontolku di memeknya. Setiap kali aku menancapkan kontolku dalam2 Ayu melenguh keenakan.

Terasa banget kontolku menyesaki seluruh memeknya sampe kedalem. Karena lenguhannya aku makin bernapsu mengenjotkan kontolku. Gak bisa cepet2 karena kakinya masih melingkar dipinggangku, tapi cukuplah untuk menimbulkan rangsang nikmat di memeknya.

Kenikmatan terus berlangsung selama aku terus mengenjotkan kontolku keluar masuk, akhirnya Ayu gak tahan lagi. Jepitan kakinya di pinggangku terlepas dan di kangkangkan lebar2. Posisi ini mempermudah gerakan kontolku keluar masuk memeknya dan rasanya masuk lebih dalam lagi. Tidak lama kemudian Ayu memeluk punggungku makin keras

“Om, Ayu mau nyampe om”.
“Kita bareng ya Yu”, kataku sambil mempercepat enjotanku.
“Om, gak tahan lagi om, Ayu nyampe om,aakh”, jeritnya saking nikmatnya.

Kakinya kembali melingkar di pinggangku sehingga kontolku nancep dalam sekali di memeknya. memeknya otomatis mengejang2 ketika Ayu nyampe sehingga bendungan pejuku bobol juga.

“Akh Yu, aku ngecret Yu, akh”, aku mengerang sambil mengecretkan pejuku beberapa kali di memeknya.

Dengan nafas yang terengah engah dan badan penuh dengan keringat, Ayu kupeluk sementara kontolku masih tetep nancep di memeknya. Ayu menikmati enaknya nyampe. Setelah gak ngos2an, aku mencabut kontolku dari memeknya.kontolku berlumuran lendir memeknya dan pejuku sendiri. Aku berbaring disebelahnya.

“Yu, kamu nikmat banget deh kalo dientot. Kamu yang paling nikmat dari semua abg yang pernah aku entot”, kataku sambil mengelus2 pipiku.
“Ayu mo kok tinggal sama om, biar om gak usah repot cari abg kalo pengen *******. Udah tersedia di rumah”, katanya sambil tersenyum. Aku diam saja.
“Om, Ayu ngantuk dan cape”.
“Ya udah, tidur ja Yu, besok kita tenmpur lagi”. Aku mematikan lampu dan tak lama kemudian kami dah terlelap diranjang yang kusut bertlanjang bulet.

Hari sudah mulai terang ketika kami terbangun. Aku merasa lapar, ayu juga,

“Om, Ayu laper om”, katanya.
“Iya Yu, aku juga laper lagi nih, abis kerja keras sih”, jawabku.
“Mandi dulu yuk” ajakku.

Kami bercanda-canda di kamar mandi seperti anak kecil saling menggosok dan berebutan sabun, aku kemudian menarik tubuhnya merapat ke tubuhku. Aku duduk di toilet dan Ayu duduk dipangkuanku dan aku mengusap2 pahanya.

“Kamu cantik sekali, Yu”, rayuku.

Tanganku pindah ke bukit memeknya mempermainkan jembutnya yang lebat. Aku bisa melakukan itu karena ayu mengangkangkan pahanya. Tanganku terus menjalar ke atas ke pinggangnya.

“geli om”, katanya ketika tanganku menggelitiki pinggangnya.

Ayu menggeliat2 jadinya. Segera aku meremes2 toketnya.

”toket kamu besar ya Yu, kenceng lagi”, kataku.
“om suka kan”, jawabnya.

“ya Yu, aku suka sekali setiap inci dari tubuhmu”, jawabku sambil terus meremes2 toketnya. Aku kemudian mencium bibirnya. Akhirnya usailah kemesraan di kamar mandi. Kami saling mengeringkan badan, dengan masih bertelanjang bulet, aku menyiapkan sarapan buat kita ber 2. Indomi rasa presiden ja ya Yu”.

“Ya abis iklannya indomi dipake ma capres kan”.
“Bisa aja si om, boleh deh, Ayu suka kok apa aja, asal om yang sediain”.
“Ih manjanya”. “Tapi om suka kan Ayu manja2 ma om”.
“Suka banget Yu”.
“ayu tinggal ma om ya, boleh ya om”.
“Nanti om dituduh melarikan anak dibawah umur lagi ma ortu kamu, kan repot kalo dilaporkan polisi sgala. Ayu bole kok kapan aja mo nginep disini”. Ayu diem saja, kulihat ada raut kekecewaan diwajahnya.
“Jangan kecewa dong sayang, aku buatin dulu ya indomi rasa presidennya”. Dia kembali tersenyum.

Cantik sekali Ayu, wajahnya yang tanpa riasan sama sekali tampak cantik segar dan muda sekali. aku langung on lagi ngeliatnya. Segera aku menyiapkan sarapan.

“Kamu mo minum apaan Yu, ada teh kopi atau susu. Kalo susu mah kamu dah punya ya, besar lagi”.
“Oom”, katanya manja.

Aku nyiapin tehm manis ja buat aku dan dia. Setelah indominya mateng, aku tambahin bawang goreng, sedikit kecap asin dan roiko penedap rasa.

“Om enak banget indomi bikinan om, kalo dirumah bikinan pembokat gak seenak bikinan om”.
“Kalo suka ya tambah lagi ya, nanti aku bikinin lagi”.
“enggak lah om, ni kan ukuran jumbo, semangkok juga ayu dah kenyang”.
“semalem kan ukuran jumbo yang masuk, dah kenyang juga”.
“O kalo yang itu masi pengen berkali2 lagi”.
“Haah, berkali2 lagi”.
“Iya om, abis nikmat banget si, abis sarapan maen lagi ya om”. Luar biasa napsunya ni abg pikirku, ya gak apalah, malah aku bisa nikmati ayu terus2an.

Di kamar, ayu sudah berbaring diranjang. kontolku yang belum diapa2in sudah ngaceng berat. Aku segera mengecup bibirnya, beralih ke lehernya dan kemudian turun ke toketnya. toketnya kuremes2, ayu terengah, napsunya berkobar lagi. pentilnya ku emut2 sambil meremas toketnya. Tanganku satunya menjalar kebawah, menerobos lebatnya jembutnya dan mengilik2 itilnya.

“aakh om, pinter banget ngerangsang Ayu”, erangnya.

Ayu mengangkangkan pahanya supaya kilikannya di itilnya makin terasa. Kilikan di itilnya membuat ayu makin liar.

Tangannya mencari kontolku, diremes dan kepalanya dikocok2. Ayu bangkit. kontolku yang tegak berdiri dengan kerasnya. langsung diraih dan dijilati. Pertama cuma kepalanya yang dimasukkan ke mulutnya dan diemut2.

Aku meraih pantatnya dan menarik ayu menelungkup diatasku. Aku mulai menjilati memeknya, ayu menggelinjang setiap kali aku mengecup bibir memeknya. Dengan kedua tangan, aku membuka memeknya pelan2, aku menjilati bagian dalam bibir memeknya. Ayu melepaskan emutannya di kontolku dan mengerang hebat,

“om aakh”. Pantatnya menggelinjang sehingga mulutku melekat erat di memeknya.
“Terus om aakh”, erangnya lagi.

itilnya yang menjadi sasaran berikutnya, ayu makin mengerang keenakan. memeknya makin kebanjiran lendir yang terus merembes, soalnya ayu udah napsu banget. Cukup lama aku mengemut itilnya dan akhirnya

“Om, Ayu nyampe om, aakh”, erangnya.
“om nikmat banget deh, belum dientot udah nikmat begini om”. Ayu memutar badannya kesamping dan berbaring disebelahku.

Aku mencium bibirnya. Kemudian ayu kunaiki, kutancapkan kontolku kememeknya dan kudorongnya masuk pelan2,

“Om, enak, masukin semuanya om, teken lagi om, akh”, erangnya merasakan nikmatnya kontolku nancep lagi di memeknya.

Aku mengenjotkan kontolku keluar masuk, ketika sudah nancep kira2 separonya, aku menggentakkan pantatku kebawah sehingga langsung aja kontolku ambles semuanya di memeknya.

“Om, aakh”, erangnya penuh nikmat.

aku mengenjotkan kontolku keluar masuk makin cepet, sambil menciumi bibirnya sampe akhirnya,

“Om, Ayu nyampe lagi om, ooh”, ayu mengejang2 saking nikmatnya. memeknya otomatis ikut mengejang2. Aku meringis2 keenakan karena kontolku diremes2 memeknya dengan keras, tapi aku masih perkasa.

Kemudian aku mencabut kontolku dan minta ayu nungging. Aku menciumi kedua bongkahan pantatnya, dengan gemas aku menjilati dan mengusapi pantatnya. Mulutku terus merambat ke selangkangannya.

Ayu mendesis merasakan sensasi waktu lidahku menyapu naik dari memeknya ke arah pantatnya. Kedua jariku membuka bibir memeknya dan aku menjulurkan lidah menjilati bagian dalem memeknya. Ayu makin mendesah gak karuan, tubuhnya menggelinjang. Ditengah kenikmatan itu, aku dengan cepat mengganti lidah dengan kontolku. Ayu menahan napas sambil menggigit bibir ketika ****** besarku kembali nancep di memeknya.

“Om”, erangnya ketika akhirnya kontolku ambles semuanya di memeknya.

Aku mulai mengenjotkan kontolku keluar masuk, mula2 pelan, makin lama makin cepat dan keras. Ayu kembali mendesah2 saking enaknya. toketnya kuremes2 dari belakang, tapi enjotan kontolku jalan terus. Ditengah kenikmatan, aku mengganti posisi lagi, aku duduk di kursi dan ayu duduk dipangkuanku membelakangiku. kontolku sudah nancep semuanya lagi di memeknya. Ayu menolehkan kepalanya sehingga aku langsung melumat bibirnya. Ayu semakin cepat menaik turunkan badannya sambil terus ciuman dengan liar.

Aku gak bosen2nya ngeremes toketnya. Pentilnya yang sudah keras itu kuplintir2. Gerakannya makin liar saja, ayu makin tak terkendali menggerakkan badannya, digerakkannya badannya turun naik sekuat tenaga sehingga kontolku nancep dalem banget. “Om Ayu dah mau nyampe lagi om, aduh om, enak banget”, erangnya. Tau ayu udah mau nyampe, aku mengangkat badannya dari pangkuanku sehingga kontolku yang masih perkasa lepas dari memeknya. “Kok brenti om”, tanyanya protes.

Ayu kutelentangkan lagi diranjang, aku naiki dia dan kembali kutancepkannya kontolku kedalam memeknya. Dengan sekali enjot, kontolku sudah ambles semuanya. Aku mulai mengenjotkan kontolku keluar masuk dengan cepat. memeknya mulai berkontraksi, mengejan, meremes2 kontolku, tandanya ayu dah hampir nyampe. Aku makin gencar mengenjotkan kontolku, dan

“Om, Ayu nyampe om, akh”, jeritnya.

Akupun merasakan remesan memeknya karena nyampe. enjotanku makin cepat saja sehingga akhirnya,

“Yu…” aku berteriak menyebut namanya dan pejuku ngecret dengan derasnya di memeknya.
“Om, nikmat banget ya, lagi ya om”, tanyanya.
“istirahat dulu ya Yu, kamu kok gak puas2 si, aku cape juga nih nggelutin kamu”, jawabku.

Aku mencabut kontolku dan terkapar disebelahnya. Tak lama kemudian aku kembali terlelap karena lemes dan nikmat.

Aku terbangun, dah ampir tengah hari. kulihat Ayu masi terkapar dengan lelapnya. Toketnya yang membusung bergerak turun naik seiring dengan tarikan napasnya. Kkinya pada posisi mengangkang sehingga memeknya terkuak diantara kerimbunan jembutnya. Memek yang barusan memberikan kenikmatan tak terhingga bagiku karena jepitan pada kontolku. Memandangi tubuhnya pada posisi menantang seperti itu, napsuku naik lagi, kontolku kembali mulai mengeras. Ayu masih terbaring di ranjang. aku mandi membersihkan diriku, selesai mandi kulihat ayu dah terbangun.

“enak banget tidurnya Yu”.
“Ayu cape banget om, om kok mandi gak ajak2 Ayu”.
“Abis bobonya pules banget, jadi aku gak bangunin kamu. Dah siang ni, mo cari makan gak, aku laper”.
“Ayu juga laper om, mi presidennya dah abis buat maen tadi pagi, kudu diisi batere baru ni, pasti om masi mau maen ma Ayu lagi kan”.
“Tau aja kamu, dah mandi sana”.
“Ayu gak bawa ganti om, masak pake baju yang semalem”.
“Mo pake bajuku, kegedean gak”. Ayu tubuhnya imut, sehingga kalo pake pakeanku pastinya lah kedodoran.
“Gini deh, abis mandi ya terpaksa kamu pake lagi baju itu. Aku anter kamu pulang buat tuker baju, baru kita pergi cari makan”.
“Ayu tapi masi mo disini om”.
“Boleh, kamu boleh ja disini selama kamu mau, tapi kan kamu gak mo pake baju yang semalem”. Ayu segera masuk kamar mandi membersihkan diri, selesai mandi dia mengenakan pakean yang semalem, kulihat dalemannya cuma dimasukkan kantong plastik.
“Yu om, buruan, gatel2 ni, pake baju yang esemalem”. Rumah Ayu gak jauh dari apartmentku.
“Om, brentinya jauhan dari rumah ya, ntar keliahatan ma pembantu lagi Ayu om anter pulang”. Aku berhenti dibawah pohon rindang, Ayu segera menenteng kantong plastik yang berisi dalemannya menuju rumahnya.

Cukup lama aku menunggunya, dia keluar lagi cuma bercelana pendek dan memakai tanktop. toketnya yang membusung nampak sangat menonjol. Aku dah pengen menggemasi toketnya itu.

“Kamu tu seksi sekali deh Yu, pake apa aja tetep aja seksi dan cantik”.
“Kalo gak pake apa2?”
“Wah lebi lagi, merangsang. Kamu mo makan apa?”.
“Terserah om aja, abis makan Ayu om makan lagi kan”.
“So pasti lah, kam kata kamu kita mo isis bensin buat ronde berikutnya”. aku menuju ke mal yang terdekat dari tempat itu. Kit puter2 saja disana mencari makan.
“Yu kamu mo aku beliin pakean?”
“Gak ah om, pakean Ayu dah selemari dirumah”. Akhirnya aku mengajak Ayu makan pasta di satu resto pasta Itali. Ayu doyan banget makan pasta, dia makan semua yang aku pesan dengan lahapnya.
“Wah ngisi bensinnya banyak banget Yu”.
“Biar siap om kerjain lagi”. Pulang makan, ayu berbaring diranjang dan aku duduk disebelahnya.
“Yu, aku dah napsu lagi liat badan kamu”, kataku.

Langsung Ayu melirik daerah kontolku, kelihatan sekali sudah mulai ngaceng karena kelihatan menggelembung.

Aku mengelus2 punggungnya, terus tanganku pindah mengelus pahanya, merayap makin dalam sehingga menggosok memeknya dari luar celana pendeknya.

“Gak berasa om, lepasin dong pakean Ayu”. Aku membuka kancing celana pendeknya dan kulorotkan, Ayu membantu dengan mengangkat pantatnya keatas.

Ayu mengangkangkan pahanya sehingga jariku menggosok2 belahan memeknya dari luar cd.

“Ssh om”, erangnya. terus saja aku mengelus belahan memeknya dari luar cd nya.

Aku mulai menjilati pahanya, jilatanku perlahan menjalar ketengah.

Ayu hanya dapat mencengkram sprei ketika merasakan lidahku yang tebal dan kasar itu menyusup ke pinggir cd nya yang kusingkirkan dengan jari, lalu menyentuh bibir memeknya.


Bukan hanya bibir memeknya yang kujilati, tapi lidahku juga masuk ke liang memeknya. Aku terus mengelus paha dan pantatnya mempercepat naiknya napsunya.

Sesaat kemudian, aku melepas cd nya.

Kembali terpampang dengan jelas .memeknya yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi.

Aku mendekap tubuhnya dari belakang dalam posisi berbaring menyamping.

Dengan lembut aku membelai permukaannya yang ditumbuhi jembut yang lebat.

Sementara tanganku yang satunya mulai naik ke toketnya, menyusup ke dalam tanktopnya,

kemudian kebalik branya kemudian meremas toketnya dengan gemas.

“Yu, toket kamu besar dan keras. Jembut kamu lebat sekali, gak heran napsu kamu besar ya” kataku dekat telinganya sehingga deru nafasku menggelitik.

Ayu hanya terdiam dan meresapi dalam-dalam elusan-elusan pada daerah sensitifnya.

Aku makin getol, jari-jariku kini bukan hanya mengelus memeknya tapi juga mulai mengorek-ngoreknya, tanktop dan branya dah kulepas sehingga aku dapat melihat jelas toketnya dengan pentil yang sudah mengeras.

Tak lama kemudian cd nya pun menyusul kulepaskan, ayu dah tlanjang bulet siap menampung kontolku lagi didalem memeknya.

Ayu merasakan ****** keras di balik celanaku yang kugesek-gesek pada pantatnya.

Aku sangat bernafsu melihat toketnya yang montok itu, aku meremas-remas dan terkadang memilin-milin pentilnya.

Ketika aku menciumi lehernya, nafasku sudah memburu, bulu kuduknya merinding waktu lidahku menyapu kulit lehernya disertai kecupan.

Ayu hanya bisa meresponnya dengan mendesah dan merintih, bahkan menjerit pendek waktu remasanku pada toketnya mengencang atau jariku mengebor memeknya lebih dalam.

Kecupanku bergerak naik menuju mulutnya meninggalkan jejak berupa air liur dan bekas gigitan di permukaan kulit yang dilalui.

Bibirku akhirnya bertemu dengan bibirnya menyumbat erangannya, aku menciuminya dengan gemas.

Aku bergerak lebih cepat dan melumat bibirnya.

Mulutnya mulai terbuka membiarkan lidahku masuk, aku menyapu langit-langit mulutnya dan menggelitik lidahnya dengan lidahku sehingga lidahnya pun turut beradu dengan lidahku.

Kami larut dalam birahi, aku memainkan lidahku di dalam mulutnya.

Setelah puas berciuman, aku melepaskan dekapannya dan melepas pakeanku. Maka menyembullah kontolku yang sudah ngaceng dari tadi. Ayu tetep saja melihat takjub pada kontolku yang begitu besar dan berurat,

“Om, Ayubelum pernah melihat penis sebesar dan sepanjang penis om”. Ayupun pelan-pelan meraih kontolku, tangannya tak muat menggenggamnya.

“Ayo Yu, emutin kontolku” kataku. Kubimbing kontolku dalam genggamanku ke mulutnya. ayu terus memasukkan lebih dalam ke mulutnya lalu mulai memaju-mundurkan kepalanya.

Selain mengemut Ayu mengocok ataupun memijati biji pelirnya.

“Uaahh.. ennakk banget, kamu udah pengalaman yah” ceracauku menikmati emutannya, sementara tanganku yang bercokol di toketnya sedang asyik memelintir dan memencet pentilnya.

Tangan kananku tetap saja mempermainkan memek dan itilnya. Ayu menggelinjang gak karuan, tapi kontolku tetap saja diemutnya. Ayu hanya bisa melenguh tidak jelas karena mulutnya penuh dengan kontolku yang besar.

“Yu, kita mulai aja ya. Aku udah gak tahan nih pengen menikmati memek kamu lagi”, kataku.

Aku menelentangkan Ayu, aku mengambil posisi ditengah kangkangannya, kontolku yang besar dan keras kuarahkan ke memeknya yang sudah makin basah. Ayu menggeliat2 ketika merasakan betapa besarnya penisku yang menerobos masuk memeknya pelan2. memeknya berkontraksi kemasukan penis gede itu.

“Yu, memek kamu peret banget”, kataku sambil terus menekan masuk kontolku pelan2.
“abis penis om besar sekali. Memek Ayu baru sekarang kemasukan yang sebesar penis om, masukin terus om, nikmaat banget deh rasanya”, jawabnya sambil terus menggeliat.

Setengah kontolku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh kontolku telah ada di dalam memeknya. Ayu hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja karena sedang mengalami kenikmatan tiada tara. Aku mulai mengenjotkan kontolku keluar masuk dengan pelan, makin lama makin cepat karena enjotannya makin lancar. Terasa memeknya mengencang meremas kontolku, nikmat banget deh. Tangankua mulai bergerilya ke arah toketnya. toketnya kuremas perlahan, seirama dengan enjotan kontolku di memeknya. Ayu hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, Pinggulnya mengikuti goyangan pinggulku.

kontolku terus saja kukeluar masukkan mengisi seluruh relung memeknya. Sambil mengenjotkan kontolku, aku mengemut pentilnya yang keras dengan lembut.Kumainkan pentil kanan dengan lidahku, namun seluruh permukaan bibirku membentuk huruf O dan melekat di toketnya. Ini semua membuat ayu mendesah lepas, tak tertahan lagi. Aku mulai mempercepat enjotannya. Ayu makin sering menegang, dan merintih, “Ah… ah…” Dalam enjotannya yang begitu cepat dan intens, ayu menjambak rambutku,

“Aaahhh om, Ayu nyampee,” lenguhan panjang dan dalam keluar dari mulutnya. Ayu udah nyampe.

Tangannya yang menjambak rambutku itu pun terkulai lemas. Aku makin intens mengenjotkan kontolku. Bibirnya yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun kulumat, dan ayu membalasnya dengan lumatan juga. Kami saling berpagut mesra sambil bergoyang. Tangan kananku tetap berada ditoketnya, meremas-remas, dan sesekali mempermainkan pentilnya. Terasa memeknya mencengkeram penis gedeku.

“Uhhh,” aku mengejang.

Satu pelukan erat, dan sentakan keras, kontolku menghujam keras ke dalam memeknya, mengiringi muncratnya pejuku. Tepat saat itu juga ayu memelukku erat sekali, mengejang, dan menjerit,

“Aahhh”. Kemudian pelukannya melemas. Ayu nyampe untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan dengan ngecretnya pejuku.

Setelah dengusan napas mereda, aku mencabut kontolku dari memeknya dan terkapar disebelahnya.
“om, penis om lemes aja udah gede, gak heran kalo ngaceng jadi gede banget. Bener kata temen Ayu, makin gede penis yang masuk, makin nikmat rasanya”, katanya.
“memangnya penis cowok kamu kecil ya Yu”, tanyanya.
“Gede sih om, tapi gak segede penis om, tapi nikmat banget deh”, jawabnya sambil menguap.

Tak lama kemudian ayu kembali terlelap. Ayu terbangun karena hpnya bunyi, sms dari Ana rupanya, ngingetin kalo mereka akan kumpul malem ini untuk blajar bersama.

“Dari sapa Yu”.
“Ana om, ngingetin buat blajar bersama di tempat Ana malem ini. Udahan deh nikmatnya ya om, kapan Ayu ngerasain nikmat kaya gini lagi om”.
“Kapan aja kamu mau, aku siap kok Yu, aku juga nikmat banget deh ngentotin kamu. Kamu yang paling nikmat dari semua abg yang pernah aku entotin”. Ayu bangkit dari ranjang menuju kamar mandi.

Gak lama kemudian dia sudah keluar dari kamar mandi dan giliranku untuk membersihkan diri. Setelah rapi berpakaian, aku mengantarkan Ayu kembali ke rumahnya, Ayu mengambil buku2 yang diperlukan untuk belajar bersama, aku mengantarkannya ke tempat Ana.

“Om, nanti jam 9an jemput Ayu lagi ya, Ayu masi pengen ngerasain nikmat ma om lagi, bole ya om”. Wah hebat banget ni akak, gak ada puasnya.
“Ya deh, nanti aku tunggu kamu disini ya, aku sms kamu deh kalo dah sampe”.
“Nanti Ayu sms om juga deh kalo dah mo selesai blajarnya, biar om gak nunggu kelamaan. Kalo dah malem kan jalannya gak macet om ke tempat Ana”.

Jam 9, aku dah standbye deket tempatnya ana, ayu dah sms aku beberapa waktu yang lalu ngasi tau bahwa dia dah selesai blajarnya. Aku mengajak ayu ke pantai, menikmati udara laut yang segar. Bosen kalo ditempatku terus.

“Kamu dah makan Yu”.
“Udah om, om dah makan”.
“Ya udah dong sayang”.
“Ih om mulai deh nggombalin Ayu, pake sayang2an segala. Kok kita kesini si om, Ayu kan pengen ngerasain nikmat lagi ma om”.
“Bosen ditempatku terus Yu, kita ke motel aja yuk, deket sini ada kok”. Aku langsung mengrahkan mobil menuju ke motel.

Mobil masuk garasi dan petugas menutup rolling doornya. Aku menggandeng Ayu naik ke lantai 2. Gak lama kemudian petugas menagih biaya kamar, aku membereskannya. Ayu heran melihay banyaknya kaca sekeliling ruang dan dilangit2.

“Buat apa kaca sebanyak ini om”.
“Kan sensasinya beda Yu, lagi maen sembari melihat kita yang lagi maen”. Ayu membuka pakaiannya dan hanya mengenakan daleman yang tipis berbaring diranjang, akupun segera melepas pakaianku meninggalkan cd nya saja dan berbaring disebelahnya.

kemudian aku mulai meremas-remas pantatnya dengan gemas. setelah itu tanganku mulai menyusup ke dalam cdnya dan meremas kembali pantatnya dari dalam.

Kemudian, aku mengangkat satu kakinya dan menahannya selagi tanganku satunya meraih memeknya.

“Ohh.. om,” rintihnya.

Jariku dengan lincah menggosok-gosok lubang memeknya yang mulai basah. Nafasnya juga mulai cepat dan berat.

Aku membuka cdnya dan membuka lebar-lebar pahanya sehingga memeknya terpampang lebar untuk dijelajahi oleh tanganku. dengan sigap tanganku kembali meraih memeknya dan meremasnya.

Aku menjilati telinganya ketika tanganku mulai bermain diitilnya.

Napsunya sudah tak tertahankan lagi. Ayu mulai mendesah-desah tak keruan. Jilatan maut di telinganya menambah nafsunya. Aku terus menekan-nekan itilnya dari atas ke bawah. ayu meracau tak karuan. “Ahh.. Shh.. om” desahnya bernafsu.

Jariku dengan lihai mengggosok-gosok dan menekan itilnya dengan berirama. desahannya berubah menjadi rintihan kenikmatan. Tak sampai 15 menit kemudian, ayu nyampe.

“om, nikmat banget, belum dientot saja sudah nikmat,” desahnya, tangannya meremas tanganku yang sedang bermain di itilnya dengan bernafsu.

Aku merentangkan kedua pahanya. Kujilat bibir memeknya, rasa menggelitik yang luar biasa menyerang tubuh Ayu. Jilatanku menjalar ke itilnya, kugigit lembut itilnya yang kian merangsang napsunya.

Ayu melenguh keras disertai jeritan-jeritan kenikmatan yang seakan menyuruh aku untuk terus dan tak berhenti. Melihat reaksinya, aku terus menggesekan jariku di liang memeknya yang sudah membanjir.

Tak kuasa menahan nikmat, ayu pun mendesah keras terus-menerus. Ayu meracau tidak beraturan. Kemudian memeknya mengeluarkan cairan deras bening, ayu nyampe untuk kedua kalinya.

“om, ooh”, lenguhnya.

Aku membuka branya dan meremas toketnya dengan sangat keras. Ayu melenguh sakit, kemudian pentilnya yang menjadi sasaran berikutnya, kupilin dan kucubit pelan. Napsunya kembali berkobar, memeknya kembali membasah,

“om, entotin Ayu sekarang, Ayu udah napsu banget om”, erangnya. Akupun mencopot cdku, penis besarku sudah ngaceng berat mengangguk2. Aku menggesekkan kepala kontolku ke bibir memeknya yang sudah basah. Ayu merasakan sensasi lebih daripada jilatan lidahku di memeknya sebelumnya hingga Ayu merintih keras saking nikmatnya.

“Ahh! om.. Ohh.. Entotin Ayu” racaunya.

Dengan perlahan aku memasukkan kepala penis ke dalam memeknya, segera aku menyodok-nyodok kontolku dengan kuat dan keras di memeknya. Rasanya nikmat sekali. Aku mendesah terus-menerus karena kerapatan dan betapa enaknya memeknya. kontolku yang panjang dan besar terasa menyodok bagian terdalam memeknya hingga membuatnya nyampe lagi. “om, Ayu nyampe om, aakh nikmatnya”, erangnya.

Kemudian aku membalikkan badannya yang telah lemas dan menusukkan kontolku ke dalam memeknya dari belakang. Posisi doggie ini lebih nikmat karena terasa lebih menggosok dinding memeknya yang masih sensitif. Akhirnya setelah menggenjotnya selama setengah jam, aku ngecret didalam memeknya. Pejuku terasa dengan kuat menyemprot dinding memeknya. aku menjerit-jerit nikmat dan badanku mengejang-ngejang. Aku dengan kuat meremas toketnya dan menarik-narik pentilnya. Setelah reda, aku berbaring di sebelahnya dan menjilati pentilnya. Pentilnya kusedot-sedot dengan gemas. Aku ingin membuatnya nyampe lagi.

Tanganku kembali menjelajahi memeknya, namun kali ini jariku masuk ke dalam memeknya. Aku menekan-nekan dinding memeknya. Ketika sampai pada suatu titik, badannya mengejang nikmat dan aku kembali menggosok-gosok daerah rawan itu dan menekannya terus menerus. itulah G-Spot. Ayu tidak bertahan lama dan akhirnya nyampe lagi untuk kesekian kalinya. Badannya mengejang dan memeknya kembali berlendir.

“om nikmat banget deh malem ini”, katanya.
“Masi mo lagi kan sayang”. “Kalo om masi kuat ya mau aja”.

Aku mencium bibirnya. ayu menyambut ciumankua dengan napsu juga, bukan cuma bibir yang main, lidah dan ludah pun saling belit dan campur baur dengan liarnya. Sebelah kakinya ngelingker di pinggulku supaya lebih mepet lagi. Tanganku mulai main, menjalari pahanya. Tanganku terus menjalar sampai menyentuh celah di pangkal pahanya. memeknya kugelitik-gelitik. Ayu menggelepar merasakan jari-jariku yang nakal. Bibir kulepas dari bibirnya. 

“Hmmhhh…enak, om.” jeritnya. jari-jariku tambah nakal, menusuk lubang memeknya yang sudah berlendir dan mengocoknya. Ayu tambah menjerit-jerit.
“om…hhh…masukkin penisnya om, Ayu udah nggak tahan..hhhh…hhh…” Aku segera memposisikan diatasmya yang sudah telentang mengangkang. kontolku ditancapkan ke memeknya, ayu melenguh keenakan,
“om penis om nikmat banget deh”. penis kudorong lagi sampai mentok.
“Om..oohhh..nikmatnya” jeritnya. penisku kukocok keluar masuk memeknya.

ayu mulai mengejang-ngejang lagi dan bibirnya tak henti-henti menyuarakan kenikmatan. Kurang lebih dua puluh menitan akhirnya aku ngecret. Ugh, rasanya enak bener. pejuku berhamburan keluar, bermuncratan dan menembak-nembak didalam memeknya. Ayu sendiri sudah beberapa kali nyampe sampe memeknya mengejang-ngejang keenakan. Lendir dari memeknya membanjir…meleber di paha, betis dan pantatnya. Ayu menggeletak lemas. Aku dan dia sama-sama mandi keringat. Nafasnya terengah-engah tak beraturan. dia merebahkan badannya di sampingku.

“Om, dah waktunya pulang, sedih ya, tapi Ayu besok mesti sekolah lagi, pengen nangis deh om”.
“Jangan nangis sayang, masi banyak waktu laen kok buat kita berdua”, aku menenangkan diri.

Setelah bebersih, kita meninggalkan motel dan aku mengantarkan Ayu pulang. Luar biasa hari ini, lemes rasanya aku nggelutin Ayu seharian, tapi nikmatnya top markotop

TAMAT

Kumpulan Cerita Dewasa Ngentot Perawat


Kumpulan Cerita Dewasa - Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 Hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu.

“Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikan dengan kolam ikan berbentuk oval. Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.
“Pak Rafi ya..”.

“Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise. Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.

“Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya Saya kerja di sini..”, Mataku memandangi sekujur tubuhnya.

Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.

Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”.

“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”.

Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja.

Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk.

Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.

“Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”.
“Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.

Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati.

Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun.

Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.

Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku.

Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu.

Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.
“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.
“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.
“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.
“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.
“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.

Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun.

Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku.

Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya.
Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.

“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.
“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.
“Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan.
“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku.
Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.
“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat. Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku.

Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas.

“aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.

Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku.

Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.

Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya.

Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh…”.

Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.

Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku.

Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya dan,

“Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.

Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”.

Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.

Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.

“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.

“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.

Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.

“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak.., masukkan sekarang…”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh….., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss…”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.

Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan!

Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut

“aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat.

Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.

“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.
“Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.
“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr…., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu.

Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku.
Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.

Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati.

Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.

Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku.

Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami. Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya.

Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.

“Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya gampang diremas sama kamu..”. Benar-benar jawaban yang menggemaskan!

Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.

Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.

Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.

“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul…”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik, “Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.

“Sebentar Pak..”, teriaknya.
“Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok…”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri.

Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.
Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan.

Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aa…”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi.

Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.

Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss…, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”.

“Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak.
“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”. Aku tersenyum simpul.
“Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.
“Bosan? Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang.

Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi.

Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain. Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.

Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku..”.

“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan.
“Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”. Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner!!!


Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati. Mbak Ine, pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir. Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab.

Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine.
“Panggil saya teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental.
“Kalau gitu panggil saya Rafi aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an segala..”, balasku sambil tertawa.

Baru 5 hari kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku. Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila.

Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung. Malah kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku.

Sesekali, ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan. Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati.

Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir. Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi.

Saat ini, teh Ine mengenakan daster berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas. Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat apa-apa.

Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine. Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat. Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku.

Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine. Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.

“Kunaon teh..?”, tanyaku memancing.
“Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih…?”, katanya sambil tersenyum simpul.
“Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku.

Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu.

Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya. Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang.

“Fi, kamu pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai selangkanganku.

Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan.

Dengan lembut teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku.

Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata,

“Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”.

Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu. “Gusti Rafi.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku. Terasa ujung penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran lidahnya.

Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat hisapannya. Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian. Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar mempermainkan kedua testisku. “Slurrp.., Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja.

Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan menjilati penisku. Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan.

“Teh Ine.., teeeh…, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat…, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku. Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu.
“Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh….”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine.

Dengan sigap pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya. Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku.

“Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..” Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya.
“Obat awet muda ya teh..”, kataku bercanda.
“Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak. Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air.
“Minum deh.., biar kamu segeran..”.
“Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku.
Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang.
“Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli.
“Teteh mau diapain sih… “, lanjutnya manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.

Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Pancaran aura sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya.

“Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum.
“Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”.

Lalu dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku. Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine. My God.., alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya.

“Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu. Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu.

“Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya. “Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil.

“Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan liar.

“Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”. Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya!

“Aahh….” Teh Ine menjerit panjang.., “Besar betul Fi.., auhh…., besar betuull…, duh gusti enaknya.., aahh..”. Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar biasa!

Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek itu.
Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang.

“Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”.
“Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama teh…”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya.

“Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”.
“Saya juga teh.., terima kasih untuk kenikmatan ini..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra.
“Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebutir pil KB.
“Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya.
“Selamat tidur sayang…”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.

Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat. Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun.

Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam. Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu.

Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto. Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu. Teh Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana. Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar batang penisku mulai membesar.

Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.

Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”. Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya.

“aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.
“Kenapa Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu.
“E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.
“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.
“Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya. 

Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya. Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku.

Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…, aawwww nikmatnya…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah. Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.

Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.

Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine.

“Ahh…, aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine.

Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku. Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak.

“Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur.

Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama

TAMAT