Wednesday, July 29, 2020

Home » » Kumpulan Cerita Dewasa Tidur Seranjang Dengan Menantu Waktu Di Kapal

Kumpulan Cerita Dewasa Tidur Seranjang Dengan Menantu Waktu Di Kapal


Kumpulan Cerita Dewasa - Menyaksikan berita di TV tentang pulangnya para TKI dari Malaysia dengan kapal besar, aku jadi teringat kisahku yang juga terjadi di kapal besar itu. Sekitar lima tahun yang lalu saya mendapat telegram dari anak perempuanku dan menerima anak-anak lagi.

Sudah sebagian besar ia ikut serta yang bekerja di Irian Jaya dan ia sangat berharap aku bisa menungguinya saat ia menerima. Suaminya akan menjemputku dalam waktu 1-2 minggu setelah selesai urusan kantornya. Benar saja, dua minggu kemudian menantuku, Bimo, datang. Ia sedang menjalani pekerjaan di Jawa Timur sekitar dua minggu. Setelah selesai, ia menjemputku dan masih menginap selama tiga hari sebelum berangkat dari pelabuhan Tanjung Perak.

Hari H pun tiba. Pagi-pagi diantar anak bungsuku kami berangkat ke Tanjung Perak yang jaraknya sekitar dua jam perjalanan dari kota kami. Karena sudah tiba, aku sudah sering pergi mengunjungi anak-anak yang tersebar di beberapa kota. Untuk anakku yang di Irian Jaya ini merupakan kunjunganku yang pertama, maklum jaraknya jauh sekali. Menurut menantuku, lama perjalanan laut hingga 3 hari 2 malam.

Sampai di pelabuhan Bimo segera mengurus tiket yang sudah dipesannya. Kemudian kami naik ke kapal besar itu. Penumpang kapal yang berhasil terbang membuat para pengantar tidak bisa ikut naik, termasuk anak bungsuku. Baru sekali saya naik kapal laut. Sungguh mengejutkan karena penumpangnya ribuan orang dan sebagian besar hanya duduk di dek atau lorong-lorong kapal.

Sebagian lagi tempat tidur bangsal seperti kamar asrama dengan tempat tidur raksasa yang memuat beragam orang. Ikuti langkah demi langkah mereka, bahkan berpindah melewati beberapa orang, sampai pada bagian ujung kapal yang merupakan deretan kamar. Hanya sekitar 1 0 kamar, itupun ukurannya Cuma sekitar 3 × 3 meter. Ini kuketahui setelah Bimo membuka pintu kamar dan kami memasukinya.

“Ini kamar kita, bu,” kata Bimo sambil masuk lalu masuk ke seluruh kami. Dengan canggung aku masuk. Yang nampak memenuhi hampir separuh ruangan yang dilengkapi dengan kayu yang mana. Perlahan aku duduk di ranjang dan menyibak gorden di alas. Nampak air laut di kaca bulat dan tebal itu. Saya pikir kami berada di bawah permukaan laut.

“Maaf, bu, harga tiket kamar di atas mahal sekali, senang saya pilih yang di sini,” ujar Bimo merasakan kegalauanku.

"Ah, tak apa-apa Bim, dari harus tidur di dek kapal," sahutku.

“Sebaiknya kita sekarang mandi dulu saja, bu. Kalau terlambat nanti antrinya lama sekali. ”

Benar kata Bimo, Saat sampai di deretan kamar mandi (ada 6) sudah ada antrian sekitar 2-3 orang di setiap kamar mandi. Mandi pun harus buru-buru dan biar praktis aku langsung pakai daster saja.

Sekitar jam 2 siang mulai kapal bergerak. Setelah puas melihat-lihat suasana kapal yang dijejali ribuan orang, terus seperti pengungsi, akupun kembali ke kamar. Bimo masuk ke kamar sambil membawa beberapa makanan dan minuman. Sekitar jam 5 sore terdengar bel dibunyikan oleh awak kapal.

“Itu pertanda kita harus antri makan malam, bu,” jelas Bimo. Dan sekali lagi kami harus berbaris antri mengambil nasi dengan lauk sayur dan sedikit ikan laut. Nampan, piring dan sendok aluminium yang kami pakai mengingatkanku akan para napi di penjara. Ternyata beginilah pelayanan kapal laut kita. Selewat jam 7 malam makanan tidak disediakan lagi. Membayangkan bagaimana mengumpulkan nampan, piring dan sendok itu terbang dengan air yang sangat terbatas aku jadi sulit membeli makanan yang sudah ada di mulut.

Bimo memulihkan peralatan makan sementara aku ke kamar mandi untuk cuci dan pipis. Cape sekali hari dan aku harus segera tidur malam itu. Kapal yang bergoyang-goyang karena ombak besar membuat kepalaku pening.

“Silakan ibu tidur dulu. Saya masih perlu menyiapkan laporan untuk kantor, ”kata Bimo sambil membuka berkas-berkasnya di meja kecil sambil duduk di lantai kapal yang berkarpet. Aku pun naik ke tempat tidur mengambil posisi mepet ke dinding kapal. Sekilas terlintas di benakku, “Aku, janda usia 45 tahun, tidur seranjang dengan menantuku?” Tapi segera kutepis ingat ini dalam pembahasan santun dan santun Bimo selama ini. Untuk tidur di lantai kapal aku tak tega.

Entah berapa lama terlelap, aku terbangun karena ada yang memelukku. Saat kubuka mata, kamar hitam sekali, posisi sementara tubuhku sudah telentang. Segera aku setuju Bimo mau lakukan yang tidak senonoh dan aku siap berontak. Tapi beberapa saat kurasakan tidak ada gerakan dari sebaliknya dan malah terdengar dengkur halusnya. Ternyata Bimo tertidur.

Bagaimana ini? Apa yang harus saya perbarui dari atas dan dadaku (yang tidak berbeha seperti kebiasaan saya jika tidur) serta tantangan yang menindih paha kananku? Aku tak tega membangunkan dan membuat serba salah dengan posisi yang demikian itu. Aku tak bisa menyalahkannya karena ia tertidur dan kami termasuk mempertimbangkan pas-pasan untuk dua orang. Akhirnya aku memilih diam saja dan bertahan pada posisi itu daripada dari gesekan kulit akhirnya kuketahui jika Bimo saat itu bertelanjang dada. Dan persentuhan paha kami juga menandakan bahwa Bimo tidak memakai celana panjang. Mungkin dia hanya memakai celana pendek atau celana dalam saja, pikirku. Aku dag-dig-dug membayangkan dia tidur telanjang.

Kupejamkan mata dan cobalah tidur lagi sambil berharap Bimo melepaskan pelukannya agar aku bisa berguling ke dinding kapal memunggunginya. Namun sampai terkantuk-kantuk harapanku tak terkabul. Sampai aku terlelap lagi tangan dan tubuh kekar Bimo masih menelangkupi dadaku dan pahanya menindih pahaku. Mungkin ia tengah membayangkan tidur dengan berbicara, pikirku. Aku lebih bisa memaklumi dan tidak lagi peduli dengan posisi tidur kami.

Beberapa lama kemudian, aku menggeliat dan terbangun lagi. Kini tubuh kekar Bimo ternyata sudah ada di atasku, menindihku. Ternyata terasa pahaku dikangkangkannya jadi celana dalam yang pas di celana karena aku sudah tertarik ke atas. Tonjolan penisnya yang tegang terasa sekali. Remasan diaktifkan di payudaraku, meski masih tertutup daster, membuatku meronta.

“Bimo! Apa-apaan ini? Aku ibu mertuamu, Bim! ” Ucapku setengah berteriak takut kamar sebelah sambil tanganku menolakkan dada telanjangnya.

“Ugh, maaf bu, kukira tadi aku tidur dengan istriku. Sudah hampir seperti aku puasa, bu? ”

“Iya, tapi jangan dilampiaskan ke aku dong,” kataku jengkel sambil menepis persiapan yang nakal. Sementara selangkanganku tak menerima berkutik menerima dan merasakan tekanan penisnya yang terbalut celana dalam.

“Aku..aku hanya ingin memeluk-meluk saja kok, bu. Tidak sampai itu? " jawabnya polos.

“Aku kuatir kamu lupa diri” lalu memperkosaku? ” belaku sambil berhasil meraih pahanya tapi tenagaku tak cukup kuat.

“Sumpah, bu. Aku cuma mau memeluk-meluk saja dan tidak bakalan memperkosa. Kalau aku pasti dari tadi celana dalamku dan ibu sudah kulepas? ” balasnya.

Aku berhenti berontak sambil melepaskan kata-katanya. Benarkah ini terjadi hanya karena dia sedang bernafsu setelah dikeluarkan tidak ketemu. Puting kiriku terasa dipelintir kecil. Greeeng, kurasakan nikmat sesaat. Sudah lama aku tak merasakan kenikmatan ini. Ada keinginan untuk berontak namun ada juga yang mendukung untuk menikmati kemesraan ini.

“Benar, Bim. Janji, bukankah copot celana dalam? ” tantangku.

"Iya, bu, aku janji tidak akan mencopot celana dalam kita?"

Hshhh .... hsshh .... Semakin aku menikmati cumbuannya. Ingin menikmati kenikmatan saat masih ada. Meski agak canggung, lambat-lambat tanganku malah memeluk punggung Bimo yang naik posisinya hingga kepala kami sejajar. Ia mulai mengecup-ngecup wajahku. Aku butuh melengos tapi berhasil sudah memegang pipiku dan bibirnya mendarat di bibirku. Ufh… bibirku disedotnya, lidahnya pindah mulutku. Mula-mula aku pasif, tapi lama-lama ikut aktif juga bersilat lidah. Kami saling sedot dan isep lidah dan bibir.

“Bu, dasternya dilepas saja ya,” kata Bimo mendadak setelah kami lelah berciuman.

"Ingat janjimu, Bim .." kataku.

"Aku kan janji tidak melepas celana dalam kan, bu?" jawabnya sambil diselesaikan sambil menari k dasterku ke atas. Entah kenapa aku tidak bisa menolak dan hanya pasrah kompilasi daster yang dilempar entah kemana, dan kami tinggal berbalut cd. Yang kulakukan kemudian hanya memejamkan mata kompilasi tubuh kekar itu memelukiku, menghisapi susuku kiri kanan dan memulihkan-nekan selangkanganku, menjilati sekujur tubuh. Aku menggelinjang kenikmatan sambil mempererat pelukanku di punggungnya. Oooh… aku malah terlena. Tubuh kami basah mandi keringat.

Pantatku mendadak terangkat kompilasi salah stau jari Bimo mengelus bibir vaginaku yang masih tertutup cd.

"Bim, jangan?"

"Aku hanya bisa mengelus dari luar kok, bu?"

"Nanti aku jadi terangsang, Bim?"

“Nggak apa-apa kan, bu. Saat ini kita saling memuaskan saja deh, bu. Aku akan bikin ibu orgasme tanpa dibuka cd ibu? ”

Benar saja, sejurus kemudian luar biasa kurasakan kompilasi gesekan dan pijatan jemari Bimo di bawah perutku semakin pembohong. Aku segera mendapatkan sesuatu yang keluar dari vaginaku.

KLIK DISINI

"Ibu sudah basah ya?" Tanya Bimo nakal. Aku jadi malu dan memilih diam saja sambil terus menikmati rabaan gila itu. Ya, aku memang sudah hampir orgasme dan Bimo tahu itu. Serta merta ia akan mengubah posisi yang memungkinkan untuk menjilati cd di bagian selangkanganku. Kakiku dinaikkannya dan tubuhku agak diseret naik, sementara bagian cd-nya tepat di depan wajahku.

Uh ... eh ... sambil memegang kedua pahaku Bimo memainkan lidahnya berhasil hebat. Menjilati paha, perut lalu semakin turun di bibir vaginaku. Ia tak canggung menggigit-gigit cd ku dan mengalahkannya dengan lidah jadi masuk .. Aku makin basah. Banjir. “Ooh… Bim… Bim ..” Aku mulai mengejan berkejat-kejat, menumpahkan semuanya sampai merembesi cd dan Bimo menghisapinya kuat.

Tangan kananku dipegang Bimo dan ditaruhnya di gelembung cd-nya yang berisi penis tegang itu. Tanganku diremas-remaskannya di benda tumpul lembut-keras yang panjangnya sekitar 17 cm itu. Aku yang semula canggung jadi makin terbiasa, malah akhirnya terbawa nafsu untuk dicium malah dari luar cd. Bimo mendesis kompilasi barangnya kujilat dan kukocok-kocok dari luar.

“Ak… aku mau keluar juga, bu?” erangnya ketika tanganku bergerak lebih kuat dan sekejap kemudian kurasakan penisnya menekan kuat bergetar-getar memuncratkan isinya di dalam cd. Barang itu terus kuperas habis sampai akhirnya melemas dan tubuh Bimo menggelosoh kecapaian dan dagunya diletakkan di vaginaku. Satu sama! Dia ejakulasi sekali, aku juga orgasme sekali.

“Cape ya, bu?” tanyanya sambil memelukku. Dengan manja aku menyorongkan kepala ke dadanya yang berbulu. Tangannya segera meremas susuku lagi.

“Sudah dulu, Bim?” bisikku sambil menghentikan remasannya.

“Berarti nanti lagi ya, bu?” Aku tak menjawab dan cuma memberinya remasan kecil dipenisnya yang telah mengecil. Oh, nikmatnya seks….

“Ini jam berapa, Bim?”

“Paling masih sekitar jam 12 malam, bu. Masih dua hari lagi kita sampai. Aku akan puasi ibu selama dua hari ini. Kita tidak perlu keluar kamar?”

Gila, pikirku! Selama 2 hari 2 malam main seks dengan Bimo? Apa aku bisa tahan untuk tidak melepas celana dalam? Mungkin aku masih tahan, tapi Bimo? Namanya juga laki-laki, kalau nafsunya naik pasti main paksa. Bagaimana kalau aku jadi hamil? Sudah lama aku tak minum pil KB lagi. Aku merinding manakala membayangkan dihamili Bimo. Tapi aku tak mau lepas juga dari pelukannya. Tak peduli tubuh kami bersimbah keringat dan seprei ranjang acak-acakan.

Malam pertama itu kami ulangi tiga kali lagi pergumulan nikmat itu. Beruntung malam itu kami masih kuat bertahan tak lepas cd, meski cd yang kami pakai sudah kuyup terkena air mani berkali-kali. Kami tak dengar lagi bel makan pagi karena saat itu masih terlelap. Bangun sekitar jam 10 siang kudapati tubuh kami masih berpelukan. Susuku yang berbeha nomor 36 menempel lekat di dadanya. Cahaya remang-remang dari jendela kaca membuat wajahku memanas, malu. Kalau semalam kami tak saling melihat wajah karena gelap aku masih bisa menahan malu, maka siang ini kami harus bertatap muka.

Kuperhatikan Bimo yang terpejam. Gila! Tubuhnya benar-benar seperti Bima dalam pewayangan. Besar, kekar agak hitam dengan rambut di dadanya. Dadaku berdesir setiap kali rambut itu menerpa putingku. Perlahan kulepaskan diriku dari pelukannya dan dia kudorong sampai telentang. Tonjolan di balik cd-nya dan helai-helai rambut yang mencuat dari cd itu menjanjikan suatu kenikmatan yang… ah, mestinya tak boleh kubayangkan. Dan beruntung memang semalam aku belum merasakannya kecuali dari luar cd. Aku tak bisa membayangkan barang itu menusukku. Perlahan aku menuruni ranjang.

“Mau kemana, bu?” Mendadak Bimo terbangun dan menarik tubuhku kembali dalam pelukannya.

“Mau mandi, Bim,” jawabku.

“Nanti sajalah, bu, agak sore saja. Hari ini aku mau kita di ranjang ini saja. Kalau ibu lapar bisa makan roti yang sudah kubeli.” Aku tak berdaya ketika Bimo menggulingkan tubuhku kembali ke ranjang. Menelentangkanku lalu memanjat dan menunggangikuku lagi. Ufhh… lagi-lagi tetek montokku jadi bulan-bulanan mulutnya, demikian pula tekanan-tekanan pada vaginaku membuat pahaku semakin terkangkang lebar. Sedikit demi sedikit gairahku meletup lagi, terlebih setelah merasakan tonjolan zakar Bimo menggesek-gesekku dengan ketat.

“Bim, lama-lama aku nggak kuat kalau dirangsang begini terus?” bisikku.

“Kalau nggak kuat ya tinggal dikeluarin saja to, bu,” jawabnya sambil mencucup putingku dan menyedotnya.

“Maksudku, aku takut nanti jadi kepingin buka cd…. egghh….. jangan keras-keras, Bim?” desahku. Bimo mengurangi tekanan di vaginaku.

“Aku kan sudah janji tak akan buka cd ibu. Tapi kalau ibu dengan sukarela buka sendiri ya bukan salahku lho…. hehehe?” guraunya sambi mencium bibirku.

“Untuk variasi, coba deh ibu di atas…. tolong diisepin tetekku dong, bu?” pintanya manja. Aku mandah saja ketika ia memelukku lalu menggulingkan tubuhnya hingga telentang dan aku menindihnya. Dibimbingnya kepalaku ke putingnya. Pelan kujilat-jilat lalu kuisap.

“Yang kuat, bu?”erangnya sementara tangannya bergerak turun ke arah pantatku. Meremas dan menekan-nekannya sambil mengayun zakarnya ke atas sehingga bertemu dengan vaginaku meski masih terbungkus cd. Sejenak kemudian pahaku dibukanya dengan dua tangan lalu tangan itu mulai mengobok-obok daerah sensitifku itu. Sebentar saja aku kembali basah.

“Bim, oh Bim.. aku mau keluar,” desisku tak tahan. Namun Bimo mendadak menghentikan gerakan tangannya sehingga aku blingsatan.

“Teruskan, Bim,” pintaku sambil meletakkan tangannya di memekku lagi, tapi ia tetap diam.

“Jangan buru-buru, bu. Makin lama makin nikmat kan?” godanya membuatku tak sabar. Nafsuku yang sudah di ubun-ubun minta penuntasan segera tapi Bimo sengaja menggodaku. Entah dapat kekuatan dari mana tiba-tiba aku jadi beringas. Kududuki perut Bimo lalu kuambil tangan kanannya, kupilih telunjuknya lalu kubawa ke arah vaginaku. Kusisipkan jari itu di sela-sela cd ku dan segera kumasuk kan ke liang vagina.

“Bim, tolong kau puasi aku dengan jarimu…. Aku nggak tahan lagi?” Kutusuk-tusukkan jari Bimo dalam-dalam. Dan setelah kurasakan ia mulai menggerakkan jarinya keluar masuk, aku lalu meneletangkan tubuh ke belakang, sampai kepalaku bertumpu pada pahanya. Ugh… egh… kunikmati kocokan jari Bimo di vulvaku. Kurasakan cairanku menderas. Mataku membeliak menikmati surga dunia itu. Gilanya, kemudian aku merasa pahaku ditarik ke atas dan sekarang bukan lagi jari Bimo, melainkan lidahnya yang yang menusuk-nusuk memasuki vaginaku. Ia memang tidak membuka cd-ku, hanya menyibakkan bagian bawahnya lebar-lebar.

“Seeer… cret…. suuur?” aku sampai ke klimaks. Pantatku berkejat-kejat mengejan gemetaran dan Bimo menelan semua maniku sampai aku lemas. Ia terus menyedot dan menjilat-jilat. Sungguh edan! Tubuhku terjelepak di pahanya dengan nafas ngos-ngosan. Namun kurasakan jemari Bimo menggantikan lidahnya menusuki lubang memekku. Tidak hanya satu jari, tapi 2 kadang 3 jari masuk bareng!

“Cukup, Bim..” pintaku.

“Belum, bu,” jawabnya sambil terus merangsang klitorisku, “wanita biasanya bisa mencapai orgasme berkali-kali. Aku mau buktikan itu,” katanya.

Tak menunggu lama, ucapan Bimo terbukti. Syahwatku memuncak lagi dan cairanku mengucur lagi. Bimo mengerjaiku dengan cara itu sampai aku empat kali orgasme. Apa ia juga melakukan hal ini pada istrinya, anakku?

“Nah, sekarang terbukti aku lebih kuat kan, bu. Aku belum sekalipun buka cd tapi ibu malah memaksaku mengocok vagina ibu?”

“Aku benar-benar tak kuat, Bim. Sudah bertahun-tahun aku tak pernah merasakan kenikmatan dan sekarang kamu merangsangnya terus sejak semalaman. Siapa bisa tahan?”

“Apa itu berarti ibu tidak mau pakai cd lagi?”

“Aku tetap pakai dan kamu juga. Aku takut hamil?”

Setelah empat kali orgasme berturut-turut, tulang-tulangku seperti dilolosi. Pelan kugeser tubuhku turun dari ranjang mengambil cd baru dari tas lalu tanpa sungkan kupakai di depan Bimo.

“Kamu juga harus ganti cd baru, Bim, kan sudah bau bekas sperma kemarin kan..”

`”Iya, iya, bu” sekalian aja nanti waktu mandi. Sekarang aku ingin ibu ganti memuaskanku?”

Tangan Bimo menggapaiku dan mendudukkan pantatku tepat di atas zakarnya. Kugoyang-goyang pantatku sampai Bimo mendesis-desis sambil meremasi tetekku. Kupercepat rangsanganku pakai tangan. Kugenggam zakar di balik cd itu dan kukocok-kocok sampai 15 menit barulah kemudian Bimo memelukku erat-erat sambil menyemburkan sperma di dalam cd nya. Setelah habis kuperas, ia memelukku dan menggulirkan tubuh kami ke ranjang. Kami terdiam. Kudengar nafasnya agak memburu. Kami benar-benar capai berpacu dalam birahi.

Bel makan siang berbunyi tapi kami tetap tak beranjak keluar kamar. Kami hanya makan roti dan minum minuman kaleng yang dibeli Bimo, entah apa tapi rasanya agak hangat di badan. Selama ini kami masih bertahan pakai cd.

“Aku akan berusaha sampai ibu buka cd sendiri,” tekadnya sambil mengecup dan menggigit-gigit telingaku, mengecupi wajahku, menciumi bibirku, menjilati dagu, leher, dada, menyedoti tetekku kiri-kanan, turun terus sampai aku menggelinjang ketika lidahnya sampai di perutku, pusar dan terus turun. Menyelip-nyelip di cd di daerah selangkanganku. Menyentuh-nyentuh lubang vagina, menerobos sampai klitorisku dapat diemut dan dimainkan dengan lidahnya.

Uuffgghh…. kurasakan nikmat mengalir dari selangkangan sampai ke kepalaku. Kutekan kepala Bimo keras-keras. “Aa…. aku nggak kuat, Bim… hsshh…. hsshhh.. enaaak banget…. nikmaaat?” tanpa sadar tanganku beralih ke cdku dan cepat melepasnya. Bimo membantuku melepas cd itu setelah melewati paha. Kini aku bugil gil dengan paha ngangkang dijilati menantuku! Suur… cret….cret…. aku orgasme lagi dengan paha ngangkang berkejat-kejat. Mungkin ini yang ke-10 kali sejak kemarin. Dan lagi-lagi Bimo melahapnya dengan ganas, menyedot, mengisapku sampai kering.

“Terbukti, kan, ibu sudah buka cd sendiri,” bisiknya sambil menaikiku lagi hingga bibirnya mencapai bibirku dan selangkangannya menekan vaginaku. “Sekarang ibu akan kupaksa membuka cdku juga?” desisnya samibl menekan-nekan dan memutar-mutar tonjolan cdnya ke vaginaku. Batang besar yang tercetak di cd itu sekarang masuk memanjang di bibir vaginaku. Digesekkannya naik turun membangkitkan birahiku lagi. Remasan di tetekku dan mungkin pengaruh minuman kaleng tadi mempercepat syahwatku naik lagi.

“Ja….jangan, Bim. Jangan perkosa aku…. nanti hamil?” erangku sambil memelukkan pahaku ke pahanya dan tanganku ke punggungnya, tak kuat merasakan rangsangan yang melanda.

“Tidak, bu…. tapi ibu sendiri yang bakal minta kuperkosa. Ibu ingin zakarku masuk ke memek ibu, kan?”

“Jang…. jangan, Bim….. eegghhh?” aku harus mengejan lagi hendak mengeluarkan mani. Namun mendadak Bimo berbalik dan membuat posisi 69. Lidahnya kini bebas memasuki vaginaku tanpa halangan cd, sedangkan tonjolan besar zakarnya tepat di depan wajahku yang mau tak mau terpaksa kupegang supaya tidak menekan wajahku terlalu kuat. Berdenyut-denyut benda tumpul kenyal itu di genggamanku. Kukocok-kocok dan, karena ukuran cdnya yang kecil, membuat kepala zakar itu sekarang muncul di perutnya.

“Jilat, bu…. isep….” pintanya sambil mengarahkan tonjolan itu ke mulutku. Aku yang sudah tak mampu berpikir jernih perlahan tapi pasti menuruti permintaan gilanya yang belum pernah kulakukan pada suamiku sekalipun. Ufh.. kukulum-kulum kecil ujung penisnya dan membuat benda panjang itu semakin keluar dari cd, seperti ular. Kupegang batang ular itu sementara kepalanya masuk ke mulutku semakin dalam. Semakin dalam dan semakin bergelenyar, berkejut-kejut di mulutku. Agar lebih leluasa, cdnya semakin kuturunkan dan sekejap kemudian tanpa sadar cd itu sudah kulepas dari pahanya!

Lagi-lagi Bimo membuktikan keampuhan rangsangannya pada tubuhku. Kocokan zakarnya di mulutku semakin cepat, cepat dan craaat croot crooot! Spermanya kontan memenuhi mulutku, ada yang tertelan, ada yang meleleh keluar dari bibirku. Sementara bibir bawahku pun memancarkan maninya lagi bertubi-tubi…. disambut oleh mulut Bimo yang menampungnya sampai tuntas. Tuntas tas, sampai kami berdua terjelepak kecapaiannya di ranjang. Gemuruh dada dan sengal-sengal nafas kami memenuhi udara kamar mesum itu.

“Thanks ya bu. Ibu sudah buka cdku, berarti aku boleh melakukan apa saja dengan penisku pada ibu kan?” tanyanya menggodaku.

“Ta…tapi jangan kau hamili aku, Bim?”

“Memang ibu masih bisa hamil?”

“Masih, Bim…. meski sudah 45 tahun aku masih mens?”

“Ya, nanti kita atur sajalah, bu…. yang penting aku boleh masukkan penis ke sini kan?” rajuknya sambil mengelus vaginaku dan membawa tanganku memegang penisnya.

“Tap…. tapi pelan-pelan saja ya Bim dan jangan dikeluarkan di dalam?” akhirnya aku memenuhi desakan nafsunya.

“Thanks, bu,” katanya lagi sambil mengecupku dan menunggangiku lagi. Mengangkangkan pahaku lagi lalu memacuku. Bagai joki tak kenal lelah. Aku pun rela jadi kuda pacu lagi. Terlebih setelah merasakan barang panjang itu berkembang lagi bergerak-gerak di selangkanganku. Menusuk-nusuk mencari jalan masuk.

“Bim, egh, Bim…jangan masukkan Bim..” aku masih takut-takut. Tapi Bimo tak peduli dan tetap mengarahkan kepala zakarnya ke vaginaku. Menggosok-gosok pintu lubang, menjujut-jujut mau masuk. Kurapatkan paha, tapi tangan Bimo cepat membukanya lagi, menekan ke kiri-kanan dan bleess….. zakar panjang itu ambles ke dalam memekku yang licin penuh lendir mani.

“Bim, gila kamu!” Badanku melenting ke atas memeluknya, merasakan sensasi gila di selangkangan. Yah, akhirnya sambil duduk kunikmati kocokan zakar Bimo yang memaju-mundurkan pantatku. Sakit, nikmat, nafsu syahwat campur jadi satu.

“Bim…. Bim…. jangan keluarkan di dalam?” aku mengingatkan tapi Bimo malah tambah rapat memeluk pantat belakangku dan menggerakkan pantatnya sendiri maju-mundur, keluar masuk.

“Aku mau sampai tuntas, bu..” bisiknya di sela-sela deru nafasnya.

“Aku bisa hamil, Bim!”

“Aku tak percaya.”

“Serius, Bim!”

“Sekarang kita nikmati saja, bu…. hamil urusan nanti.” Gocohannya tambah keras dan aku malah semakin menggigil merasakan nikmat syahwat itu sampai ke ubun-ubun. Ketakutan akan kehamilan pun jadi terlupakan.

Bimo mendorongku telentang ke ranjang dan dia lalu jadi joki piawai. Mengolah gerakan pantatnya, zakarnya keluar masuk, naik turun, mencangkul, menusuk, mengobrak-abrik memekku sampai akhirnya dia menekan sangat keras dan crooot… crooot… crooot…. cruuut… cruut…. cret…!! Sperma hangat mengaliri rahimku dan akupun mengejan berkejat-kejat lagi menumpahkan mani. Memeluk punggung dan pahanya erat-erat. Kami mencapai puncak bersamaan. Dan ini kali pertama zakarnya bersarang di vaginaku tanpa bisa kularang karena aku juga menginginkan. Resiko hamil kujadikan urusan belakang.

Kenikmatan itu berlanjut kami mandi dan makan malam. Semalaman lagi kami bergumul memanjakan syahwat hingga terdengar sirene Namun untuk mencapai pelabuhan itupun masih perlu waktu dua jam lagi dan itupun terus kami menggunakan mereguk madu nafsu di kapal itu. Kami membiarkan penumpang yang lain melihat lebih dari mereka yang melihat tubuh dan wajah kami yang kusut masai pucat pasi kehabisan mani.

Setelah dua bulan saya menemani anakku di Irian Jaya, dan dua bulan lagi kami sembunyikan-sembunyi terus berzinah. Demikian pula Saat Bimo mengantarkan pulang ke Jawa Timur, kami memilih naik kapal laut lagi, bahkan kami menginap tiga hari di hotel Surabaya sebelum pulang ke rumah.

Tahun depan, aku minta Bimo mau menjemputku untuk menengok anakku lagi. Setelah merasakan kelelakian Bimo, rasanya aku jadi tak kuat "puasa" berlama-lama. Aku akan mau dengan laki-laki lain. Dan aku harus segera sterilisasi untuk mencegah kelahiran anakku sesaat cucuku.

TAMAT
Share this games :

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.