Sunday, March 21, 2021

Home » » Kumpulan Cerita Dewasa Birahi Liar Di Dalam Keluarga Kami Part 6

Kumpulan Cerita Dewasa Birahi Liar Di Dalam Keluarga Kami Part 6


Kumpulan Cerita Dewasa - Lelaki bernama Sapto itu tampak senang sekali menerima uang dari Tante Tari. Uang gaji untuk tiga bulan ke depan, dari Mamie.

Sementara aku memperhatikan keadaan di sekeliling villa kayu ini.

Villa yang terbuat dari balok - balok kayu glondongan ini dikitari oleh kebun sawo.

Setelah Sapto berlalu, Tante Tari menghampiriku, “Kebun sawo di sekeliling villa ini punya mamiemu semua Bon.”

“Ogitu ya. Aku kan baru dipertemukan dengan Mamie beberapa hari yang lalu. Menginjak villa ini pun baru sekarang, “sahutku.

“Nanti semua harta mamiemu akan menjadi milikmu Bon. Karena anaknya hanya kamu satu - satunya. “

“Aku bahkan harus berjuang untuk mengembangkan harta Mamie. Bukan cuma memilikinya saja. “

“Nanti aku juga mau berinvestasi. Mungkin aku akan menyerahkannya padamu untuk mengelola investasiku agar berkembang step by step. “

“Investasi Tante ingin dikembangkan dalam bentuk apa?”

“Terserah kamu Bon. Kamu tentu lebih tau harus dikembangkan dalam bentuk apa. Aku sih yang penting berkembang tapi aman. “

“Kalau mau aman sih kembangkan dalam dunia properti aja Tante. “

“Properti apa saja contohnya?”

“Misalnya, beli tanah di daerah strategis. Lalu bangun rukpo - ruko. Setelah selesai ya dijual ruko - rukonya. “

“Naaah… boleh tuh. Bikin perumahan juga boleh. “

“Kalau oerumahan harus luas lahannya. Sedangkan di Jogja mau pun di Solo sudah sulit mencari lahan luas - luas Tante. Kalau bangun ruko sih tanah setengah hektar juga bisa dijadikan beberapa buah ruko. Lalu cari lagi lahan lain… itu pun kalau dananya cukup. “

Tante Tari lalu membisikkan jumlah dana yang dimilikiinya. Aku tercengang dibuatnya. Mungkin hampir sama jumlahnya dengan saldo Mamie di bank… !

Tapi aku berusaha untuk bersikap datar - datar saja. Lalu melangkah ke dalam villa kayu itu.

Ternyata di dalam villa itu ditata sedemikian nyamannya sehingga aku tertegun sejenak, karena tak menyangka kalau di dalam villa itu tampak serba mewah, tidak sederhana seperti kelihatan dari luarnya. Di dalam villa kayu itu ada kulkas, televisi, mesin cuci, microwave dan sebagainya. Tentu saja ada listrik yang waktu membiayainya dulu pasti mahal sekali, karena kabelnya harus membentang jauh ke jalan raya.

Namun yang paling kukagumi adalah Tante Tari itu… yang telah menanggalkan gaunnya, meski ada lingerie di balik gaun putih bersih itu.

Lalu sambil bertolak pinggang ia menatapku dan bertanya, “Apakah aku memenuhi syarat untuk dijadikan kekasih tercintamu?”

“Belum kelihatan semuanya. Jadi aku belum bisa menilainya Tan. “

“Nah begitu aja… panggil aku Tan aja, jangan dikengkapkan jadi tante. Karena umurku kan baru duapuluhlima tahun. Belum layak dipanggil tante, “ucapnya sambil duduk di atas sofa bertilamkan kain putih bersih.

“Iya, “sahutku sambil duduk di sampingnya. Ingin melihat dengan jelas ketika ia sudah melepaskan behanya. Tampaklah samar - samar sepasang toket yang tidak besar. Tapi tampak seperti masih kencang sekali. Tak ubahnya toket perawan.

“Toketku kecil kan?” ucapnya sambil menyembulkan toketnya dari belahan lingerienya.

Dengan tangan agak gemetaran, kupegang toket yang diangsurkan padaku itu.

“Segini sih sedang Tante. Masih kencang padat gini… kayak toket ABG yang masih perawan.”

“Sekujur tubuh dan segenap jiwaku akan menjadi milikmu Bon. “ucap Tante Tari sambil menanggalkan lingerienya. Lalu juga celana dalamnya. Tampak sebentuk memek yang mungil, dengan sedikit jembut pendek - pendek di atasnya, “Tapi lepasin dong pakaianmu. Masa cuma aku yang telanjang sendiri?”

Aku tersenyum sambil melepaskan baju dan celana katunku. Disusul dengan pelepasan celana dalamku.

Tante Tari langsung menyergap kontolku yang sudah agak tegang tapi belum full ngaceng. “Satu - satunya lelaki yang pernah kurasakan kontolnya adalah lelaki tua yang mantan suamiku itu. Sekarang aku mendapatkan sesuatu yang jauh lebih gagah. Orangnya pun ganteng sekali. Hmmm… sekarang sudah boleh kuoral?

“Tadinya justru aku yang ingin mengoral Tante. Soalnya memek Tante itu… aaah… menggiurkan sekali Tan. “

“Ya udah kalau gitu .. lakukanlah, “ucap Tante Tari sambil melompat ke atas bed. Lalu menelentang sambil mengusap - usap memeknya yang mungil dan menggiurkan itu.

Aku pun langsung merayap ke antara dua paha putih mulus yang sudah direnggangkan, sampai wajahku berhadapan dengan memeknya. Lalu kuciumi memek mungil itu sanbil mengangakannya dengan kedua tanganku, sampai tampak bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Mulailah aku menjilati memek Tante Tari yang penampilannya seperti gadis belasan tahun itu.

“Aaaaaahhhh… bermimpi pun tidak kalau aku akan mengalami ini semua Bona… “ucap Tante Tari sambil mengusap - usap rambutku.

Dan tubuh indahnya mulai menggeliat - geliat setelah aku mulai gencar menjilati bagian dalam memeknya yang berwarna pink itu. Terlebih lagi setelah aku menjilati itilnya disertai dengan sedotan - sedotan agak kuat, mendesah dan merintihnya adik bungsu Mamie itu dibuatnya, “Booonaaaaa… aaaaaa… aaaaaah Boooon…

Kamu sudah pandai sekali maen oral… ini luar biasa enaknya Boooon… tapi jangan terlalu lama yaaaa… aku takut keburu orga… Boooon… iyaaaaa… itilnya jilatin dan isep - isep terus Boooon… itilnya ajaaaa… itilnyaaaaa… iyaaaaa… itilnya… itiiiil… aaaaaaah Boooon …

Dengan sigap kutanggapi permintaan Tante Tari itu dengan meletakkan moncong kontolku yang sudah ngaceng berat ini, tepat di mulut memeknya yang sudah kemerahan.

Dan dengan sekuat tenaga kudesakkan kontolku sampai membenam kepalanya. Kudesakkan laagi sekuat tenaga… blesssss melesak amblas lebih dari separuhnya.

Tante Tari pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya, “Maaf ya gak jadi nyepong kontolmu… keburu tak kuat… keburu ingin dientot oleh kontolmu yang panjang gede ini… “

“Nggak apa. Aku lebih suka mengoral daripada dioral, “sahutku sambil mulai mengayun kontol ngacengku perlahan - lahan dulu. Memang sebenarnyalah aku seperti itu. Lebih suka menjilati memek daripada kontolku diselomoti cewek. Sebabnya, kalau terlalu lama kontolku diselomoti, pada waktunya dientotkan di dalam liang memek malah gelis metu (cepat keluar).

Dan kini aku sedang mulai menikmati liang memek Tante tari ini. Gila… sempit sekali liang memek tanteku ini. Tak kalah sempit dengan liang memek Tante Artini waktu baru pertama kali kuperawani, tak kalah sempit dengan liang memek Mbak Rina dan Mbak Lidya waktu aku memecahkan selaput dara mereka.

“Memeknya sempit sekali Tante… gak beda dengan memek perawan sebelum disetubuhi cowok, “kataku setengah berbisik waktu mulai asyik mengayun kontolku, bemaju - mundur di dalam liang memek adik bungsu Mamie ini.

“Kan selalu dirawat oleh ramu - ramuan tradisional, “sahut Tante Tari sambil merapatkan pipinya ke pipiku. “Lagian kontolmu ini… kegedean Bon. Tentu aja liang memek mana pun akan terasa sempit bagimu. Jangan terlalu cepet ngentotnya ya… slow aja… biar romantis… “

Tante Tari melanjutkan ucapannya itu dengan mencium bibirku, lalu menyedot lidahku ke dalam mulutnya. Terkadang menyedot bibirku juga, seolah sedang melumatnya. Ini berlangsung lama… lama sekali, sementara liang memeknya terasa sudah mulai mekar… menyesuaikan diri dengan ukuran kontolku yang memang di atas rata - rata.

O, betapa nikmatnya menyetubuhi adik bungsu Mamie ini… !

Rupanya dia senang “slow motion”, sehingga gesekan demi gesekan di antara alat vital kami lebih bisa dihayati. Gesekan nikmat yang membuat kami serasa tengah berada di kahyangan… seolah tengah berada di surga… surga dunia.

Setelah lumatannya dilepaskan, kualihkan mulutku untuk menjilati leher jenjangnya disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Sementara tanganku pun ikut beraksi. Tangan kiriku meremas - remas toket kanannya, sementara tangan kananku digunakan untuk mengusap - usap rambutnya yang tergerai lepas.

Tante Tari mulai menggeliat - geliat erotis. Desah - desah nafasnya pun mulai terdengar berbaur dengan rintihan - rintihan histerisnya, “Aaaaah… aaaaa… aaaaahhhh… Booon… aaaaaah… ini luar biasa nikmatnya… tak kusangka… bakal menikmati semuanya ini… aku cinta kamu Booon… cintaaaa…

Aaaaaah… kontolmu luar biasa nikmatnyaaaa… entot terusss… perlahan gini aja Boooon… aku ingin menghayati nikmatnya disetubuhi olehmu… aku sayang kamuuuu… cinta kamuuu… Boooonaaaaa… entooootttt terussss… Booonaaa… luar biasa indahnya dunia ini Booon… cintai aku juga ya Bona Sayaaaang…

Kedua tangan Tante Tari pun terkadang meremas - remas kain seprai, di saat lain meremas - remas bahuku, rambutku, tengkukku… dan terkadang mengepak - ngepak kasur, seolah burung patah sayap, ingin terbang tapi tak bisa.

Dalam indahnya menikmati semua ini, terngiang lagi kata - kata Mamie… agar Tante Tari jatuh cinta padaku. Agar hartanya jangan jatuh ke tangan lelaki pemorotan.

Tapi aku melakukan semuanya ini bukan untuk harta. Bukan. Aku hanya ingin menikmati hidup yang “terlambat nakal” ini. Karena semasa masih kuliah, aku tak pernah bertualang dengan siapa pun. Dan kini aku bebas melakukannya dengan wanita pilihanku sendiri… meski dengan keluargaku sendiri.

Sementara itu keringatku mulai bercucuran. Bercampur baur dengan keringat tanteku. Dan manakala keringat sudah membasahi tubuh kami ini, Tante Tari berbisik terengah, “Aku sudah mau lepas… mau orgasme… oooooohhhhh… sekarang percepat entotanmu sayang… aku mau lepas… mau lepasssssssss …

Tante Tari mulai berkelojotan. Aku pun mempercepat entotanku, seolah pelari marathon yang sedang sprint di depan garis finish… dan Tante Tari semakin klepek - klepek… sampai akhirnya menggeliat dan mengejang. Dengan mulut ternganga, dengan mata terpejam dan nafas tertahan.

Pada saat itulah kutancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai menabrak dan mentok di dasar liang sanggama Tante Tari …

Pada saat itulah kurasakan sesuatu yang sangat indah. Bahwa liang memek tanteku berkedut - kedut… empot - empotan seperti pantat ayam waktu ditiupin… mpot mpot mpot… apakah ini yang disebut mpot ayam?

Namun gilanya, aku pun tak dapat bertahan lagi. Tiba - tiba moncong kontolku memuntahkan lendir kenikmatanku… crooootttt … crooootttttt … crooootttttttt… croootttt… crooooooooooooottttttttttttttttttt… crottt… croooooooooooooooooootttttttttt… !

Aku menggelepar di atas perut tanteku.

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai. Dengan keringat membanjiri tubuh kami.

Ketika kuperhatikan wajah Tante Tari yang sedang menatapku dengan senyum di bibir mungilnya… tampak sekali bedanya. Dia lebih cantik dari sebelumnya. Cantiknya seorang wanita muda yang baru menikmati kepuasan birahi.

Lalu ia mencium bibirku dengan mesranya, disusul dengan bisikan, “Terima kasih Bona Sayaaaang… baru sekali ini aku merasakan puas yang benar - benar puas… barusan kita bareng - bareng lepasnya ya?”

“Iya Tante… gak kuat nahan lagi. Memek Tante terlalu enak sih. “

“Mudah - mudahan aku hamil nanti ya Bon. Soalnya sekarang aku sedang di dalam masa subur. “

“Tante mau punya anak dariku. “

“Sangat mau. Kalau anaknya cowok, biar ganteng seperti ayahnya. “

“Kalau anaknya cewek, biar cantik jelita seperti ibunya. Tapi kita gak boleh menikah.”

“Biar aja. Yang penting aku ingin cinta kita berbunga dan berbuah.”

“Iya Tante, “sahutku sambil mencabut kontolku dari liang memek tanteku. Kemudian aku turun dari bed sambil mengepal pakaianku. Dan melangkah menuju kamar mandi.

Ternyata kamar mandinya pun tak beda dengan kamar mandi dalam rumah - rumah elit di kota besar. Lengkap dengan bathtubnya segala. Mamie memang punya selera tinggi. Maklum beliau kan belasan tahun hidup di Hongkong bersama seorang pengusaha tajir melilit. Tentu saja seleranya pun tidak murahan.

Lalu entah kenapa, setelah bersih - bersih dan mengenakan pakaian lagi, aku teringat pada Mamie dan ingin meneleponnya. Maka kukeluarkan handphone dari saku celanaku. Kupijit nomor Mamie. Dan :

“Ya sayang… ada apa?”

“Boleh kami nginap di villa kayu Mam?”

“Boleh. Boleh. Usahakan agar dia mencintaimu Sayang. “

“Sudah. “

“Haaa? Sudah?!”

“Iya, “sahutku yang tetap ngomong perlahan. Takut terdengar oleh Tante Tari yang masih terkapar di atas bed itu.

“Hebat. Anak Mamie memang punya daya pesona tinggi. Mamienya aja sampai bertekuk lutut. Jadi maksud sudah itu, sudah kamu gauli?”

“Iya. “

“Hihihiiii… baguusss… berarti dia takkan jatuh ke tangan lelaki yang cuma ingin morotin duitnya. Tau nggak? Duit dia itu lebih banyak daripada duit Mamie Bon. Tapi dia gak ngerti mau diapakan duit sebanyak itu. Makanya nanti kamu arahkan, agar duitnya dikembangkan. Jangan dihabiskan begitu saja.

“Iya Mam. Sudah ya. “

“Iya, iyaaaa… kalau mau nginep di villa kayu itu, ngineplah dengan tenang. Yang penting Mamie juga harus dapet jatah nanti yaaa… emwuaaaah… “

Ketika keluar dari kamar mandi, kulihat Tante Tari sedang rebah miring sambil memeluk bantal guling, dalam keadaan masih telanjang bulat.

Kutepuk - tepuk bokongnya yang proporsional, gede tidak tepos pun tidak.

Tante Tari membalikkan badannya. Membuka kelopak matanya. Menatapku dengan senyum manis di bibir mungilnya. “Udah pakai baju lagi? Belanja di Jogja sih besok lagi aja Bon. Aku masih ingin berlama - lama bersamamu di sini. “

“Iya Tan. Mau nginep juga bisa. Besok atau lusa aja pulangnya. “

“Harus ngomong dulu sama mamiemu. Biar dia nggak merasa cemas. “

“Sudah nelepon barusan. Minta izin mau nginep di sini. “

“Terus mamiemu bilang apa?”

“Ngasih izin. Mau nginep seminggu juga di sini boleh. “

“Hihihiii… asyik dong. Kita bisa memadu cinta sepuasnya di sini. Tapi kalau sudah pulang ke rumah… mati kutu nanti. “

“Kenapa mati kutu? Kamar kita kan berdampingan. Di antara kamar Tante dengan kamarku kan ada pintu. Kunci pintu itu ada padaku. Jadi kapan saja kita bisa melakukannya setelah pulang nanti. “

“Owh… iya ya. Aku pasti ketagihan nanti. Karena baru sekali ini merasakan nikmatnya disetubuhi cowok… yang lebih muda dariku pula cowoknya, “ucap Tante Tari sambil meremas tanganku dengan lembut.

Ketika aku duduk di samping Tante Tari yang maish telanjang, dia bangkit sambil berkata, “Sebentar… mau bersih - bersih dulu Sayang. “

Lalu ia bergegas menuju kamar mandi.

Aku menunggunya sambil duduk bersila di atas bed.

Tak lama kemudian Tante Tari muncul lagi, dengan tubuh dibalut handuk putih yang tersedia di kamar mandi. “Tanah mamiemu di sini cukup luas Bon. Mau sekalian survey?”

“Boleh, “aku mengangguk sambil turun dari bed, “Kita kan mau nginep di sini. Tapi pada gak bawa baju ganti ya?”

“Iya sih. Gak usah nginepo segala deh. Kalau nanti mau ngentot aku lagi kan tinggal buka pintu yang menghubungkan kamarmu dengan kamarku aja. “

“Terus kita mau pulang aja gitu?”

“Ke Jogja dulu. Mau nyari gaun batik yang bagus. “

“Hehehee… percuma aja aku nelepon Mamie tadi, minta izin untuk tidur di sini. “

“Gak percuma lah. Kan nanti malam kita masih bisa main di kamarku, “ucap Tante Tari disusul dengan kecupan hangat di pipiku.

Akhirnya aku setuju untuk pulang dan mampir dulu di Jogja. Sambil berjalan menuju tempat parkir mobilku, Tante Tari menunjukkan dari mana ke mana batas tanah punya Mamie. Semuanya ditanami pohon sawo. Semuanya tampak subur. Jadi kurasa tiada yang perlu direkayasa lagi.

Dalam perjalanan menuju Jogja, Tante Tari berkata, “Bon… meski kita saling mencintai, kita takkan bisa menikah. Tapi aku tidak rela kehilangan kamu. Meski pada suatu saat kamu sudah menikah, hubungan kita harus jalan terus. “

“Aaaah… jangan mikir sejauh itu Tante. Aku sih belum mikir nikah segala. Apalagi sekarang sudah punya Tante Tari, yang cantik dan sulit dicari tandingannya. Mendingan konsen sama Tante aja… tapi itu pun kalau Tante menginginkannya juga. “

“Mungkin aku takkan menikah lagi. Aku akan menganggap kamu aja sebagai suamiku, walau pun kita tidak bisa menikah secara sah. “

“Siap Tante. “

“Siap apa?”

“Siap untuk menjalin hubungan rahasia dengan Tante. Tapi Mamie juga takkan menghalangi hubungan kita Tan. “

“Aku memang paling disayangi di antara adik - adik mamiemu. Tapi dalam masalah hubungan kita, entahlah. Mungkin beliau akan melarang… “

“Nggak mungkin, “sergahku, “Mamie malah menyuruh aku menghibur Tante… biar jangan murung terus katanya. “

“Menghibur kan gak sama dengan mencintai Bon. “

“Lihat aja nanti. Aku akan memperlakukan Tante semesra mungkin di depan Mamie. Kujamin Mamie takkan merintangi. “

“Ohya?! Mudah - mudahan aja seperti itu. Tapi aku butuh rumah pribadi juga Bon. “

“Bisa kucarikan rumah sih. Maju di Solo apa di Jogja?”

“Di mana aja. Yang penting suasananya aman, nyaman dan bebas. Dan yang terpenting, bisa hidup bersama denganmu Bonaku Sayaaang, “ucap Tante Tari yang lagi - lagi disusul dengan kecupan mesranya di pipi kiriku.

“Iya Tan, “cuma itu yang bisa kuucapkan sebagai tanggapan untuk ucapannya.

“Jujur Bon… sebenarnya simpananku di bank lebih besar daripada simpanan mamiemu. Karena aku punya rekening di lima bank. Karena itu aku ingin punya cowok yang kucintai dan bisa dipercaya untuk mengembangkan dana simpananku. Supaya kalau aku punya anak kelak, masa depan anaknya akan terjamin. Dan cowok itu adalah kamu Sayang.

“Iya Tan, “sahutku singkat lagi, karena sedang konsen nyetir.

“Entah kamu itu punya daya pikat yang segitu hebatnya. Sehingga dalam hitungan jam - jaman, aku sudah mencintaimu begini dalamnya. “

“Aku akan merawat cinta Tante itu dengan segala daya dan upaya. “

“Kamu siap untuk punya anak dariku?”

“Siap Tante. Lahirnya seorang anak, bisa memperkuat tali cinta kita. “

“Makanya nanti di rumah, kamu harus rajin menyetubuhi aku selama masa suburku ini. Biar jadi anak… anak kita. “

“Tapi pada waktu hamil, mungkin Tante harus bersembunyi dulu. Jangan ketemu saudara dan siapa pun. “

“Makanya aku minta dicarikan rumah, tujuannya kan untuk itu. Kalau aku hamil di rumahmu kan nggak enak sama mamiemu. Karena dia akan terbebani oleh rahasia pribadiku. “

“Tinggal di kompleks perumahan elit, yang tetangganya pada cuek - cuek mau nggak?”

“Mau. Justru suasana cuek - cuekan gitu yang aku mau. Di mana perumahannya?”

“Di Jogja. Dekat bandara. Tapi harga rumah di sana hitungannya sudah milyar Tan. Enam milyar ke atas. “

“Gakpapa. Justru rumah seperti itu yang kuinginkan. Duapuluh milyar juga gakpapa, asalkan sesuai antara harga dengan kondisinya. “

“Sekarang sih keburu sore. Besok aja lihat - lihat rumah yang mau dijual di kompleks perumahan elit itu ya. “

“Kamu aja sendiri yang surveynya Bon. Kan rumah itu nantinya untuk kita berdua. Kalau kata kamu bagus, ya aku pun pasti menganggap bagus. “

“Tapi lebih enak lagi kalau Tante ikut melihatnya besok. “

“Gak usah Sayang. Aku ingin kamu mengurus semua keperluanku. Pokoknya semua dana simpananku itu akan kuserahkan padamu untuk mengelolanya. “

Ternyata Tante Tari sudah sangat percaya padaku. Sehingga dana sebesar itu pun mau diserahkan padaku untuk mengelolanya.

Pantaslah Mamie berkeras agar bisa merebut hati Tante Tari. Kalau ketemu lelaki yang gak bener, bisa dikuras habis nanti duitnya.

“Ya sudah, kalau Tante akan mempercayakannya semua padaku, nanti smeuanya aku yang ngurus. Tante duduk manis aja. “

“Naaah… itu yang aku mau Sayaaang… “Tante Tari mengusap - usap rambutku dengan lembut, “Pokoknya segala urusan pribadiku akan kuserahkan padamu semua. “

“Tapi kalau harga rumah itu sudah cocok, Tante kan harus menandatangani akte jual belinya di notaris nanti. “

“Kamu aja yang tandatangani. Rumah itu memang untukmu kok. “

“Haaa?! “

“Kenapa seperti kaget? Rumah itu atas namamu nanti. Jadi kalau aku tinggal di sana, aku seolah - olah tinggal di rumah suamiku sendiri. “

Aku cuma nyengir kuda. Tak tahu apa yang harus kukatakan.

“Itu sebagai tanda keseriusan cintaku aja Bon. Kalau aku tidak serius menincintaimu, mana mungkin kuserahkan puki eeeh… memekku padamu?”

“Iya Tante. Mudah - mudahan aja hubungan kita baik terus ya. “

“Nanti aku akan melakukan RTGS, untuk memindahkan dana dari bank - bank aku ke bank kamu. “

“Sekarang sih udah gak zaman RTGS Tante. Ada yang jauh lebih praktis. Tanpa disulitkan oleh PPATK dan sebagainya. “

“Ya udah. Pakai aja caramu. Yang penting dana dari rekeningku pindahkan ke rekeningmu. Aku sih gak kuatoir - kuatir amat. Mantan suamiku tiap bulan juga transfer nanti. Begitu perjanjiannya sebelum kami bercerai. “

“Kata Mamie, Tante diteror terus oleh istri pertamanya ya?”

“Iya. Soalnya modal awal yang dipakai oleh mantan suamiku adalah duit istri pertamanya. Tapi sebenarnya perusahaan tambangnya itu maju pesat setelah aku dijadikan istri mudanya. Aaaah… sudahlah. Gak perlu ngomongin dia lagi. Suka jengkel jadinya. “

Mendengar hal itu aku pun mengalihkan topik pembicaraan, “Kata Mamie, ibu Tante masih ada ya?”

“Masih ada. Masih seger kok. Usianya kan lebih muda daripada mamiemu. “

“Ohya? Mmm… berarti beliau itu ibu tiri mamie ya?”

“Iya. Tapi ibuku sih gak beda - bredain anak tiri dengan anak kandung. “

“Tinggal di mana dia sekarang?”

“Di Semarang. “

“Setelah kakek meninggal, ibu Tante nikah lagi nggak? Kan masih muda. “

“Nggak mau nikah lagi. Soalnya waktu kakekmu masih ada, dia sangat dimanjakan sama Kakek. Makanya setelah kakekmu meninggal, dia gak mau nikah lagi. Takut gak disayang seperti sama Kakek lagi katanya. “

“Tante juga dimanjakan oleh mantan suami waktu masih di Kalimantan ya. “

“Sangat sangat dimanjakan. Tapi aku merasa hidup dalam kepalsuan. Karena sebenarnya aku tidak mencintainya. Cuma merasa kasihan aja, karena dia sudah habis - habisan untuk memanjakanku. Tapi sudah ah… jangan bahas dia lagi. “

Setibanya di Jogja, kuantar Tante Tari belanja gaun - gaun batik yang katanya sih bagus - bagus. Sementara aku belum bisa membedakan mana batik yang kualitasnya bagus atau tidak. Di mataku batik itu sama saja bagusnya.

Setelah mendapatkan gaun - ghaun batik yang diinginkannya, Tante Tari mengajakku makan malam dulu, karena hari memang sudah jam delapan malam.

Pada saat makan malam itulah aku membuka sesuatu yang ingin kukatakan sejak di villa kayu tadi.

“Tante… aku mau menceritakan suatu rahasia, tapi aku minta Tante janji dulu… janji takkan marah, “kataku.

Tante Tari menatapku dengan sorot menyelidik. Lalu bertanya, “Rahasia soal apa? Sudah punya cewek ya? Nggak… aku takkan marah. Yang penting kamu harus selalu mendampingiku setelah beli rumah nanti. “

“Begini… sebelum berjumpa dengan Mamie, aku kos di rumah Tante Artini. “

“Ohya? Terus di situ kamu punya cewek?”

“Jangan potong dulu dong Tanteku Sayang, “ucapku sambil meremas tangan Tante Tari yang tergeletak di atas meja. “Tante pasti sudah tau bahwa Tante Artini itu pernah menikah dengan lelaki yang dijodohkan oleh almarhum Kakek. Tapi ternyata lelaki itu seorang gay. Kemudian Tante Artini minta cerai. Dan dia menjadi seorang janda dalam keadaan masih perawan.

“Sampai sekarang kamu maih punya hubungan dengan Mbak Ar?”

“Masih Tante. Nah… aku sudah bicara jujur pada Tante. Karena aku tak mau menyembunyikan masalah pribadiku sedikit pun. “

Tante Tari tercenung sejenak. Lalu wajahnya mendadak jadi ceria, seolah menemukan ilham bagus di benaknya. Lalu berkata, “Nggak apa. Aku malah jadi punya teman senasib dan serahasia. Nanti Mbak Ar akan kuajak pindah ke rumah yang akan dibeli itu. Jadi kalau aku hamil, aku punya teman. Hihihiii… biar cepat selesai, sekarang kita ke rumah dia aja yuk.

Aku senang sekali melihat keceriaan Tante Tari itu. Tapi entah bagaimana sikap Tante Artini kalau sudah buka - bukaan dengannya nanti. Mudah - mudahan Tante Artini menerima kenyataan itu dengan “berbesar hati” seperti Tante Tari.

Maka setelah keluar dari rumah makan itu aku arahkan mobilku menuju rumah Tante Artini.

“Tante Ar nasibnya tidak sebaik Tante Tari, “ucapku di belakang setir, “Tante Tari kan jadi janda juga punya dana sedemikian gedenya di bank - bank. Sedangkan Tante Ar, punya rumah kos juga dimodali oleh Mamie. “

“Iya… kasian juga sih Mbak Ar itu. Jadi setelah menjadi janda dia masih tetap perawan?”

“Iya. Kan mantan suaminya gak suka perempuan. “

“Beruntung dong kamu bisa dapetin keperawanan Mbak Ar… hihihiii… kebayang… “

“Iya… jadi janda di usia tigapuluh tahun, masih perawan pula. “

Tante Artini terkejut melihat kedatanganku bersama adik bungsunya. Sementara untuk membuka masalah itu kuserahkan kepada Tante Tari. Karena lidahku terasa kelu untuk menyampaikannya.

Tapi aku merasa beruntung… karena setelah Tante Tari membuka semuanya, Tante Artini tidak kelihatan marah sedikit pun. Dia malah menciumi pipi Tante Tari lalu berkata, “Berarti kita bakal punya teman kalau salah seorang di antara kita hamil nanti ya. “

“Kalau dua - duanya hamil bareng gimana?” tanyaku sambil mencium pipi Tante Artini, lalu mencium pipi Tante Tari juga.

“Biarin aja, “sahut Tante Tari, “kan ada Bona tercinta. Iiiih… aku jadi horny lagi nih… “

“Ya udah… di sini aja mainnya. Kan istanamu baru mau dibeli, “sahut Tante Artini sambil mencium pipi Tante Tari lagi.

Lalu kami bertiga ketawa cekikikan sambil melangkah ke dalam kamar tante Artini…


Dengan memiliki Tante Artini dan Tante Tari, aku sudah merasa lengkap. Karena Tante Artini berperawakan tinggi montok, mirip - mirip Mamie, sementara Tante Tari berperawakan tinggi langsing dengan toket sedang - sedang saja. Jadi kalau aku jenuh dengan kemontokan Tante Artini, aku bisa menyalurkan hasrat birahiku kepada tante tari yang berperawakan tinggi langing dan sepasang toket yang sedang - sedang saja tyapi masih sangat kencang dan padat itu.

Tapi kini baik Tante Artini mau pun Tante tari sudah sama - sama telanjang bulat di depan mataku. Siapa dulu yang harus kulahap nih? Yang montok dulu atau yang langsing dulu?

Mereka menyerahkan padaku, mau siapa yang akan kuentot duluan. Dengan Tante Tari baru beberapa jam yang lalu aku menyetubuhinya. Sementara dengan Tante Artini, sudah agak lama aku tidak menggaulinya. Lagipula aku ingin agar kekagetannya reda (setelah melihatku membawa Tante Tari berikut penjelasannya), maka akhirnya kuputuskan untuk mengentot Tante Artini dulu.

“Mulai saat ini Tante jangan minum pil anti hamil lagi ya, “ucapku sambil memainkan pentil toket Tante Artini yang mulai menegang itu.

“Iya, “sahut tante Artini, “kalau ada teman gini, aku ingin hamil. Mumpung usiaku baru tigapuluh. “

“Aku juga ingin cepat hamil, “kata Tante Tari sambil mengusap - usap memeknya, “Supaya kalau sudah tua kelak, ada yang ngurus. “

“Beruntung kita punya keponakan yang ganteng kayak Bona ini ya Tar. “

“Iya Mbak. Makanya aku butuh cinta dan kasih sayangnya sekaligus jadi sosok yang bisa melindungiku. “

Aku tidak ikut ngomong, karena sedang melorot turun, untuk menjilati memek Tante Artini. Memek yang terindah di antara memek - memek yang pernah kulihat, kusentuh dan kuentot.

Daan kini aku tengah menepuk - nepuk memek cantik yang seolah tengah tersenyum lucu padaku itu. Puk… puk… puk… !

Lalu kungangakan memek Tante Artini selebar mungkin. Sehingga bagian yang berwarna pink itu mulai terbuka, seolah menantang lidahku untuk menggasak dan menggeseknya. Ya… aku mulai menjilati bagian yang berwarna pink itu dengan lahap. Namun Tante Tari yang tengah celentang di sebelah kananku tetap mendapat sentuhanku juga.

Dan ketika aku mulai asyik menjilati memek Tante Artini, jari tengah tangan kananku pun sudah menyelundup ke dalam liang memek Tante Tari.

Ini terasa asyik sekali, karena aku bisa mainkan dua memek sekaligus. Dua memek yang berlainan bentuknya.

Bahkan setelah aku membenamkan kontolku ke dalam memek Tante Artini, tangan kiriku bisa memegang toket kanan Tante Artini, sementara tangan kananku bisa memegang toket kanan Tante Tari.

Aku pun mulai mengentot liang memek Tante Artini yang tak kalah sempitnya dengan liang memek Tante Tari. Sedangkan tangan kiriku mulai meremas - remas toket kanan Tante Artini, sementara tangan kananku meremas - remas toket kanan Tante Tari.

Aku merasa sedang menikmati dua jenis toket yang berlainan bentuknya. Karena toket Tante Artini lumayan gede, meski tidak segede toket Mamie. Sementara toket Tante Tari termasuk kecil, tapi padat dan kencang sekali.

Sehingga aku jadi sangat bersemangat untuk mengayun kontolku di dalam liang memek Tante Artini.

Sementara Tante Tari menikmati remasanku di toket kanannya, sambil bermasturbasi dengan menggesek - gesekkan jemarinya ke itilnya sendiri… !

Tante Artini pun mulai mendesah dan menggeliat, lalu merintih - rintih histeris. “Aaaahhh… aaaaa… aaaaaah… Boooonaaaa… aku sudah tergila - gila oleh gesekan kontolmu yang luar biasa enaknya ini Boooon… “

Tante Tari pun mulai mendesah - desah, mungkin akibat masturbasinya yang dilengkapi dengan remasanku di toket kecilnya… !

Maka riuhlah suasana di dalam kamar Tante Artini ini. Bahwa rintihan - rintihan histeris Tante Artini bercampur baur dengan desahan nafas Tante Tari yang semakin gencar menggesek - gesekkan jemari ke itilnya sendiri.

Ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada suatu saat Tante Tari memberikan isyarat sambil menunjuk ke memeknya sendiri. Aku pun merayapkan tanganku ke memek Tante Tari. Ternyata memeknya sudah basah sekali.

Aku mengangguk sambil memberi isyarat agar Tante Tari bersabar menunggu.

Untungnya Tante Artini mulai berkelojotan. Lalu mengejang tegang dengan liang memek berkedut - kedut kencang, pertanda sedang mengalami orgasme.

Aku masih besabar menunggu, sambil tetap mengentot Tante Artini. Sampai akhirnya Tante Artini sendiri yang memberi isyarat agar aku pindah ke atas tubuh adiknya.

Aku mengangguk. Mencium bibir Tante Artini, kemudian mencabut kontolku dari liang memeknya. Dan cepat merayap ke atas perut Tante Tari yang menyambutku dengan senyum dan tatapan wanita muda yang sedang horny.

Tanpa banyak langkah lain, aku langsung memasukkan kontolku ke dalam liang memek Tante Tari yang sudah basah ini. Dan mulai mengentotnya.

Pada saat itulah Tante Tari berkata terengah, “Aku yakin bakal hamil ni Bon… soalnya… ooooh… kontolmu terasa enak sekali… baru dientot sebentar aja udah terasa nikmatnya… semoga aku hamil ya Booon… “

“Iya Tante. Yang penting aku ingin membahagiakan dan melindungi Tante seperti yang Tante inginkan, “sahutku sambil mencium bibirnya dengan hangat. Dan mulai mempercepat entotanku.

Aku yakin bahwa aku bakal kuat bertahan lama menyetubuhi kedua bulekku itu. Karena tadi siang aku baru menyetubuhi Tante Tari. Sehingga sekarang aku seolah sedang memainkan peran di ronde kedua, yang pasti lebih lama durasinya.

Aku punya target, setelah kedua tanteku mencapai orgasme, selanjutnya acara bebas sepuasnya. Tante Artini sudah orgasme. Maka aku akan mengupayakan agar Tante Tari pada saat staminaku masih stabil.

Maka sambil mengentot memek Tante Tari, kujilati lehernya dan kuemut pentil toketnya. Bahkan ketiaknya pun kujilati disertai dengan sedotan - sedotan kuat, terkadang disertai gigitan - gigitan kecil.

Maka belasan menit kemudian Tante Tari berkelojotan, lalu mengejang tegang dan… orgasme… !

Lalu aku pindah ke tante Artini lagi. Kali ini kuminta Tante Artini menungging, karena aku ingin melakukan posisi doggy. Tante Artini menurut saja. Ia merangkak, lalu menungging. Dan aku membenamkan batang kontolku ke liang memek Tante Artini yang masih dalam keadaan agak becek, sehingga kontolku agak mudah mnembenam ke dalam liang tempiknya.

Tante Tari tidak memperturutkan keletihannya. Ia menyaksikanku yang sedang ngentot kakaknya dalam posisi doggi ini sambil tersenyum - senyum. Bahkan ia ikut membantuku, dengan menggerayangi bagian atas, memek kakaknya. Setelah menemukan itilnya, Tante Tari pun mengelus - elus itil kakaknya itu.

Tentu saja Tante Artini jadi klepek - klepek dibuatnya.

Tapi kali ini aku tak mau menunggu sampai Tante Artini orgasme lagi. Ketika melihat Tante Tari sudah menungging di samping kakaknya, sambil menepuk - nepuk pantatnya sendiri, kucabut kontolku dari liang memek Tante Artini. Lalu kejebloskan ke dalam liang memek Tante Tari… !

Kemudian aku mulai dengan keasyikan baru. Berlutut sambil mengentot memek Tante Tari yang sedang menungging. Sementara Tante Artini sudah celentang lagi sambil memperhatikan adiknya yang sedang kuentot habis - habisan ini.

Tiba - tiba aku mendapatkan ilham. Tante Artini kuminta agar menelentang dengan memek berada tepat di bawah mulut Tante Tari. Kemudian Tante Tari kuminta untuk “membantu” agar Tante Artini mencapai orgasme, dengan jalan menjilati memeknya.

“Hihihihi… kayak di dalam bokep - bokep ya, “sahut Tante Tari. Namun Tante Tari melaksanakan juga apa yang kusarankan. Ia tetap menungging dengan memek yang sedang kuentot, namun mulutnya langsung menyergap memek kakaknya. Kemudian menjilatinya dengan lahap.

Sementara aku tetap asyik mengentot Tante Tari dalam posisi doggy ini.

Ketika giliran Tante Artini yang kuentot dalam posisi doggy, Tante Tari giliran celentang dengan memek berada di bawah mulut Tante Artini. Kemudian Tante Artini pun menjilati memek Tante Tari, sementara memeknya sendiri sedang kuentot.

Banyak… banyak lagi yang kami lakukan malam itu. Sampai akhirnya aku berejakulasi di antara mulut kedua tanteku. Ya… mulut Tante Artini dan Tante tari kubagi secara adil. Crooot ke mulut Tante Artini, lalu croooot ke mulut Tante Tari. Sebgian lagi crot crot croooot di pipi mereka.

Lalu kami bertiga terkapar beberapa saat, dalam keadaan masih telanjang bulat semua.

Setelah bersih - bersih, Tante Tari mengemukakan keinginannya untuk mengajak pindah ke rumah yang akan kucari dan kubeli besok.

“Lalu kos - kosan itu gimana ya?” ucap Tante Artini sambil menunduk.

“Kan rumah kos gak perlu ditunggui tiap hari. Banyak pemilik rumah kois yang rumah pribadinya jauh dari rumah kos itu, “sahut Tante Tari.

“Lalu rumahku ini ditinggalkan begitu saja dalam keadaan terkunci?” tanya Tante Artini.

Aku yang menjawab, “Rombak total rumah ini. Jadikan bangunan yang sesuai dengan mini market. Lalu kontrakkan ke pihak yang berminat untuk membuka minimart di sini. Soal biaya perombakannya biar serahkan kepada Tante Tari saja. “

“Mmm… serahkan sama Bona lah. Kan duitku mau dipegang semuanya oleh Bona, “sahut Tante Tari.

Aku mengangguk sambil berkata, “Iya… aku lupa. “

Tante Tari menepuk lutut Tante Artini sambil berkata, “Kita kan sama - sama memiliki Bona. Dan kalau salah seorang di antara kita hamil, kan ada saudara yang ikut mengurus. Lagian kalau kita di rumah terus juga takkan jenuh, karena ada teman ngobrol yang sama - sama bisa menyimpan rahasia. “

Tante Artini menatap Tante Tari sambil tersenyum. Lalu menyahut, “Iya deh. Aku ikut keinginan adik terseyangku aja. “

“Naaah… begitu dong, “ucap Tante Tari yang disusul dengan kecupan di pipi kakaknya.

Atas desakan Tante Tari, akhirnya Tante Artini mau juga diajak ke rumah Mamie.

Tengah malam kami baru tiba di rumah.

Tante Artini masuk ke kamar di sebelah kamarku, sementara aku mauk ke dalam kamarku sendiri.

Mungkin Mamie sudah tidur. Tapi aku ingin bertemu dengan beliau, untuk melaporkan segala yang telah terjadi di antara aku dan Tante Tari, bahkan juga aku mau melaporkan masalah hubunganku dengan Tante Artini.

Aku memang tak mau menyimpan rahasia apa pun terhadap Mamie.

Lalu aku memijat tombol lift. Setelah pintunya terbuka, aku masik ke dalam lift, menuju lantai tiga.

Setelah berada di lantai tiga, kulihat Mamie sedang tidur celentang dengan daster putih yang tersingkap sampai ke perutnya.

Aaaah… aneh memang. Melihat bagian - bagian terlarang Mamie, selalu saja darahku berdesir. Apakah aku belum kenyang main dengan Tante Tari dan Tante Artini tadi?

Lalu kenapa diam - diam kontolku langsung ngaceng melihat memek Mamie yang tidak bercelana dalam itu?

Ohya, aku ingat bahwa setiap kali mau tidur, Mamie tak pernah mengenakan celana dalam dan beha. Kalau sudah malam, biasanya Mamie hanya mengenakan kimono atau daster saja, tanpa pakaian dalam lagi di baliknya.

Tanpa berpikir pabnjang lagi kulepaskan segala yang melekat di tubuhku. Lalu dalam keadaan telanjang aku naik ke atas bed Mamie.

Dengan hati - hati kurenggangkan sepasang paha Mamie yang putih mulus dan gempal itu. Tadinya aku ingin menjilati memek Mamie dulu. Tapi setelah dingangakan, ternyata memeknya dalam keadaan basah.

Mungkin benar kata orang - orang. Bahwa memek perempuan montok selalu basah.

Lalu dengan hati - hati kuletakkan moncong kontolku di mulut memek Mami. Dan kudorong sekuat tenaga… bleeessss… kontolku mulai menyelundup ke dalam liang kewanitaan Mamie…

“Aaaaaau… ! ‘ pekik Mamie sambil melotot, “Ya Tuhan… kamu Sayang? Kirain siapa… !”

Sebagai jawaban kuayun kontolku perlahan - lahan di dalam liang memek Mamie yang memang basah dan licin ini.

Mamie pun mendekap pinggangku sambil berkata setengah berbisik, “Katanya sudah sama Tari tadi. “

“Aaaah… Mamie tetap akan bersemayam di dalam batinku, sebagai wanita yang paling spesial di dunia ini. Meski pun aku sudah kawin dengan cewek secantik bidadari sekali pun, hubungan rahasia dengan Mamie tak boleh putus. “

Mamie mencium sepasang pipi dan bibirku. Lalu berkata, “Iya Sayang… mamie juga akan selalu menyayangi dan mencintaimu di seumur hidup mamie. Aaaa… aaaaaah… pelan dulu ngentotnya Sayaaang… jangan langsung cepat begini… “

Lalu kupelankan kecepatan entotanku.

Mamie pun merapatkan pipinya ke pipiku sambil berkata, “Setelah tau bahwa kamu ini anak kandung Mamie… anehnya… tiap kali bersetubuh sama kamu malah jadi tambah nikmat Sayang… “

“Iya Mam… aku juga begitu. Bahkan ada perasaan takut kalau semua ini dihentikan… pasti aku akan sedih sekali mamieku Sayang… biarkan aja dosanya kita tanggung berdua… karena kita sudah telanjur menikmati hubungan rahasia ini. “

“Tuh tuh tuuuuh… sekarang nikmatnya ini terasa mengalir dari ujung kaki sampai ke ubun - ubun kepala mamie sayang… ooo… oooo… oooooh… sambil emut lagi pentil tetek mamie Bon… “

Kuikuti saja keinginan mamie itu, mengemut pentil toket gedenya sambil mengentot liang memeknya secara berirama. Kontolku bermaju mundur terus di dalam lubang licin dan hangat Mamie… sretttt… bleessss… srttttt… blessss… srtttt… blesssss… srttttt… blessssssss… srettttt …

Sementara dekapan Mamie di pinggangku makin erat saja rasanya.

Lalu rintihan - rintihan tertahan pun mulai terdengar di telingaku. Lebih mirip bisikan yang hanya aku bisa dengar. “Mamie sayang Bonaaa… ooooh… ternyata kepuasan itu hanya kudapatkan dari anakku sendiri… Booonaaaa… Mamie sangat sayang sama kamu Booon… ayoooo… entot terus Sayaaang…

Entooootttt… entoooootttttttt… aaah… aaaaaaaa… aaaaaaah… makin lama makin enaaaaak… entoooot terusss sayaaang… entoooot memek mamie sepuasmu… entooooootttttttttt… entoooottttttt… kontolmu luar biasa enaknyaaaa… kontol enaaak… entoooooottttttttt… entttooooooooooootttttttt teruuuuuuuussssssssssss…

Keringat pun mulai membasahi tubuhku dan tubuh montok Mamie. Karena sudah lama kami melakukan semuanya ini.

Sehingga pada suatu saat Mamie membisiki telingaku dengan suara tersendat, “Sayaang… mamie udah mau lepas… ayo barengin kalau bisa… biar nikmaaaaat… “

Aku berusaha untuk mengikuti keinginan Mamie. Dengan segenap gairah kugencarkan entotanku. Maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya di dalam liang memek Mamie tersayang dan tercinta… !

Mamie pun mulai menggelepar - gelepar. Lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang, dengan kedua tangan meremas dan menjambak rambutku, dengan nafas tertahan dan mata terpejam erat - erat.

Dan… wow… aku berhasil melakukan keinginan Mamie. Bahwa ketika liang memek Mamie mengejut - ngejut, kontolku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crooottttt… croooottttcroootttt… croooooooooooooottttttt… crooootttttt… crottttt… croooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooottttttttttttttttttttt… !

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai di pantai teramat indah bernama kepuasan.

Mamie pun mencium bibirku dengan hangatnya. Lalu berkata lirih, “Terima kasih Sayang. Kamu adalah satu - satunya lelaki yang paling memuaskan buat mamie. Dan mamie makin sayang padamu. Sayang sekali… emwuaaaah… “Mamie menutup ucapannya dengan kecupan hangat lagi di bibirku.

Setelah kucabut kontolku dari liang memek Mamie yang sudah sangat becek itu, Mamie pun bangkit. Duduk sambil menyeka memeknya dengan kertas tissue basah. “Katanya mau tidur di villa kayu. Kenapa gak jadi?” tanya Mamie.

“Tante Tari ngajak ke rumah Tante Artini, “sahutku, “Lalu Tante Artini dibawa ke sini sekalian. “

“Ohya?! Di bawah ada Artini segala?”

“Iya Mam. Sekalian aku juga mau ngomong soal Tante Artini. “

“Mau ngomong bahwa kamu pernah menggauli dia juga ya?”

“Iiiih… Mamie kok tau aja. “

“Dari awal kamu datang ke sini, mamie liat sikap Artini padamu. Begitu penuh perhatian kelihatannya. Makanya mamie sudah menduga kalau di antara dia dengan kamu pernah terjadi sesuatu. “

“Iya Mam. Awalnya Tante Artini mengaku masih perawan, padahal statusnya janda. Karena itu dia ingin tau seperti apa rasanya bersetubuh itu. Lalu… dia memberikan keperawanannya padaku, Mam. “

“”Berarti dia benar - benar masih perawan saat itu?”

“Iya Mam. Makanya sebelum berjumpa dengan Mamie, aku sudah ada hubungan rahasia dengan Tante Artini. Masalah ini tak mau kurahasiakan kepada Tante Tari. “

“Tari cemburu dan marah?”

“Tidak Mam. Dia malah berniat untuk serumah dengan Tante Artini, supaya kalau Tante Tari hamil, ada yang nemenin ya Tante Artini itu. Aku bahkan disuruh beli rumah untuk Tante Tari, yang nantinya akan dihuni oleh Tante Artini juga. Ohya Mam… seluruh dana kepunyaan Tante Tari akan diserahkan semuanya padaku, supaya aku bisa mengembangkannya.

“Berarti Tari sangat mencintaimu Bon. Tapi ingat… kamu harus tetap jadi manusia jujur. Duit Tari itu jangan dipakai untuk foya - foya. Kasihanilah Tari yang sekarang hidup menjanda. “

“Iya Mam. Aku bahkan berniat untuk mengembangkan dana Tante Tari sebisa mungkin. Ohya Mam… mengenai tugas dari Mamie, aku hanya mau mengurus bisnisnya saja. Tentang masalah pengelolaan tanah - tanah Mamie, nanti aku akan merekrut sarjana pertanian yang seangkatan denganku. Biar dia yang mengurus masalah pertaniannya, sementara aku hanya akan mengurus bisnisnya saja.

Mamie mengangguk dengan senyum. Dan berkata, “Sebenarnya mamie juga merasakan hal seperti itu. Tadinya ingin mengurus tanah - tanah warisan dari almarhum suamiku. Tapi setelah terjun ke dunia agro bisnis, ternyata hasilnya jauh lebih gede daripada bertani. Hihihiii… syukurlah kalau kamu pun sudah sepandangan dengan Mamie.

“Iya Mam. Mungkin nanti aku akan merekrut beberapa teman seangkatanku. Lalu mereka akan dipecah ke masing - masing lokasi tanah punya Mamie. Misalnya yang di Jabar seorang, yang di Jateng seorang dan yang di Jatim seorang. “

“Tanah mamie bukan cuma di pulau Jawa, Sayang. Di Sumatra ada, di Kalimantan ada. Malahan di Papua juga ada… bahkan tanah mamie yang paling luas ya di Papua itu. Berarti kamu harus merekrut paling sedikit enam orang sarjana pertanian. Atau gimana ya kalau tanah - tanah yang di luar Jawa itu dijualin aja?

“Nanti dulu Mam. Harus dipikirkan dulu baik - buruknya. Soalnya tanah itu walau pun dibom takkan habis. Dan harga tanah di negara kita masa depannya sangat baik. Makanya daripada mengoleksi mobil mendingan ngoleksi tanah. Karena harga tanah naik terus, sementara kalau kitabeli mobil, tahun depan pasti akan turun nilainya…

“Iya… kamu betul Bon. Mama seneng mendengar wawasan kamu yang ternyata sudah luas begitu. “

“Iya Mam. Kalau Mamie punya duit yang nganggur, belikan tanah atau rumah aja. Aku punya teman tiga tahun yang lalu beli rumah harganya dua milyar. Sekarang sudah ditawar tujuh milyar gak dilepas Mam. Dalam masa tiga tahun aja perkembangannya sedemikian bagus kalau investasi di bidang properti kan?”

“Oke… dalam soal bisnis, mamie setuju pada pendirian dan wawasanmu. Makanya nanti terserah kamu, harta dan dana mamie itu mau dijadikan apa. Yang penting hasilnya poisitif, “kata Mamkie, “Sekarang mengenai Tari dan Artini itu mau dibagaimanakan? Mamie sih gak mau berpandangan kolot. Pasti kamu membutuhkan perempuan untuk membangkitkan gairah hidup dan bisnismu.

“Iya Mam. Tapi kalau ditinggalkan kasihan Tante tari dan Tante Artini itu. Mereka sudah sangat mencintaiku. Dan bagusnya, mereka bisa kompak. Tidak saling cemburu. Makanya aku akan memperlakukan mereka sebagai istri - istriku, tapi takkan melaksanakan akad nikah secara sah. Ohya… memangnya Mamie gak cemburu kalau mereka kujadikan sebagai wanita simpananku?

“Aku ini kan ibumu Sayang. Kalau kamu punya pacar lalu menikah, misalnya, mamie malah bangga karena anakku sudah ada jodohnya. Tapi hubungan rahasia kita harus berjalan terus… itu saja syaratnya. “

Lalu aku dan Mamie merundingkan banyak hal. Baik tentang bisnis mau pun tentang masalah pribadi kami.

Sampai akhirnya aku tertidur di dalam belaian dan pelukan Mamie.

Keesokan paginya, setelah makan sarapan pagi bersama Mamie, Tante Artini dan Tante Tari, mamie mengajak Tante Artini dan Tante Tari ke lantai tiga, lewat tangga biasa. Karena lift itu seolah jadi rahasiaku dengan Mamie. Aku pun diajak naik ke lantai tiga. Ke ruang keluarga yang sangat jarang dipakai oleh Mamie.

Di situlah Mamie membahas masalah hubunganku dengan kedua tanteku itu.

Mamie berkata, “Aku sudah tahu bahwa di Artini dan Tari sudah menjalin hubungan seperti suami istri dengan Bona. Gak apa - apa. Aku malah merasa jadi ada teman dua orang sekaligus adik - adik kandungku. “

Tante Artini dan Tante Tari saling pandang sambil tersenyum.

“Kalian mengerti apa yang kumaksud teman barusan?” tanya Mamie pada kedua adiknya.

Kedua tanteku saling pandang lagi.

“Begini, “lanjut Mamie, “pada waktu Bona baru datang diantar oleh Artini itu, aku belum tau kalau Bona itu anak kandungku. Artini juga belum tau kan?”

“Njeh Mbak, “sahut Tante Artini.

“Nah pada saat itu, jujur aja… aku melihat kegantengan Bona, sementara aku sendiri sudah lama sekali tidak mendapatkan sentuhan lelaki. Sampai akhirnya kuminta Bona menggauliku. Begitu sering kami melakukannya. Sampai datang ibu angkat Bona sekaligus menjelaskan siapa Bona sebenarnya. Bahwa Bona itu Fajar yang waktu masih bayi merah kuberikan kepada Bu Maryani, ibu angkat Bona itu.

Kedua tanteku saling pandang lagi, dengan sorot wajah semakin serius.

Mamie melanjutkan, “Gilanya, aku sudah telanjur ketagihan. Sehingga setelah aku tau bahwa Bona itu anak kandungku, aku tak bisa menghentikan kegilaan itu. Bona pun sepakat, untuk tetap melanjutkan kebiasaan gila tapi nikmat itu. “

“Nah… “ucap Mamie di ujung pengakuan singkatnya, “sekarang ternyata kalian juga ingin memiliki Bona kan? Gak apa - apa. Kita anggap aja Bona itu sebagai milik kita bertiga. Tapi ingat, masalah ini jangan sampai bocor ke luar. Kita harus pandai - pandai merahasiakannya. Surtini dan Haryati juga jangan sampai tau.

Kemudian Mamie dan kedua adiknya berunding, tentang langkah - langkah selanjutnya, disertai dengan canda tawa.

Aku pun senang mendengarkannya. Tapi aku harus ke Jogja, untuk melihat - lihat rumah yang akan dijual. Untuk Tante Tari itu. Sekalian ingin menjumpai teman seangkatanku yang bernama Charlita, tapi biasa dipanggil Tata itu. Karena aku akan merekrut dia, kalau dia belum mendapatkan lapangan kerja.

Maka aku pamitan kepada Mamie dan kedua adiknya.

“Maju ke mana Bon? “tanya Tante Artini.

“Mau membeli rumah untuk boss muda ini, “kataku sambil menunjuk Tante Tari.

Tante tari pun serasa diingatkan. Lalu ia mengeluarkan sebuah buku cek dari tas kecilnya dan menyerahkannya padaku sambil berkata, “Semua cek yang sebuku ini sudah ditandatangani semua. Nanti tinggal menulis nominal dan tanggal ceknya aja Bon. “

“Iya Tante. “

Sebelum berangkat, aku mencium bibir Mamie, bibir Tante Artini dan bibir Tante Tari.

Tiada rahasia lagi di antara kami berempat. Karena itu aku tidak melakukan cipika - cipiki lagi, melainkan cium bibir mereka satu persatu.

Beberapa saat kemudian, aku sudah berada di dalam sedan hitam yang sudah menjadi milikku itu, menuju Jogjakarta.

Tadinya aku ingin menuju perumahan elit di dekat bandara itu. Tapi aku ingin mendapatkan kepastian dulu dari Charlita, apakah dia bersedia kurekrut atau tidak. Sayang aku belum punya nomor hapenya. Sehingga aku tidak bisa call dan mengajaknya ketemuan di suatu tempat yang nyaman. Tapi aku masih ingat rumahnya, di daerah Ngadiwinatan, masuk ke dalam gang kecil.

Setibanya di Jogja aku langsung menuju ke arah rumah Tata Charlita.

Setelah memarkir mobil, aku melangkah ke dalam gang kecil yang hanya bisa dilewati motor atau sepeda itu.

Dan… maaaak… kebetulan sekali Tata sedang berdiri di depan rumahnya. Sehingga aku bisa menyapanya langsung, “Tata cantik… lagi ngapain?”

Tata tampak kaget. Memandang ke arahku dan menyahut, “Hai Bona ! Tumben maen ke sini. Mau ke rumah siapa?”

“Mau ke rumah kamu. Kok seperti mau pergi? “

“Mmm… iya sih tadinya mau pergi, tapi gak penting - penting amat. Ayo masuk, “Tata membuka pintu pagarnya. Aku pun masuk ke dalam pekarangan yang lebarnya cuma semeter lebih sedikit, mungkin. Kemudian masuk juga ke dalam rumahnya. Ke ruang tamu yang kira - kira hanya berukuran 2 X 2 meter.

“Untung kamu datang hari ini. Kalau besok, aku sudah pulang ke kampung, “kata Tata setelah mempersilakanku duduk di kursi rotan.

“Terus rumah ini mau ditinggalkan kosong?”

“Iya. Rumah ini kembalikan aja kuncinya kepada pemiliknya. “

“Owh… ini bukan rumah kamu?”

“Bukan. Aku cuma ngontrak di sini. Ntar dulu… kayaknya kamu serius Bon. Ada hal yang bisa kubantu?” tanyanya.

“Kamu sudah dapat kerjaan belum?” aku balik bertanya.

“Belum, “Tata menggeleng, “Memangnya kamu mau ngasih kerjaan sama aku?”

“Iya, “sahutku. Kemudian kututurkan maksudku datang ke rumahnya, untuk menempatkannya di salah satu lokasi tanah milik Mamie.

Tata pun mendengarkannya dengan serius.

“Tanahnya di mana saja Bon?”

“Di Jatim ada, di Jateng dan Jabar juga ada. Bahkan di Sumatra, Kalimantan dan Papua juga ada. Terserah kamu, mau pilih yang mana lokasinya. “

“Di Jabarnya sebelah mana?”

“Dekat perbatasan antara Jabar dengan Jateng. “

“Waaah… aku pilih di Jabar aja, biar dekat kampungku. “

“Kampungmu di mana sih?”

“Di Ciamis. “ “Mmmm… pantesan kamu manis. Amis dalam bahasa Sunda berarti manis kan?”

“Iya… hihihiiii… selama kenal denganku, baru sekali ini kamu muji aku manis. Biasanya sih cuek mulu. Sampai aku mikir, jangan - jangan kamu ini LGBT. “

“Hush… aku ini normal Ta. Apa perlu kubuktikan?”

“Hihihiii… gak usah, gak usah… aku percaya deh. Percayaaa… “Tata mengibas - ngibaskan tangannya sambil geleng - geleng kepala.

BERSAMBUNG
Share this games :

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.