Wednesday, April 1, 2020

Home » » Kumpulan Cerita Horor Penunggu Kafe Rumah Kudus

Kumpulan Cerita Horor Penunggu Kafe Rumah Kudus


Kumpulan Cerita Horor - Kalian mungkin masih mengingatku, aku yg pernah bercerita pengalamanku k Pulau Pari saat itu. Kali ini, aku masih ingin berbagi cerita. Menyambung dr cerita yg terdahulu, minggu ke 3 pasca perjalanan kami ke Pulau Pari, aku bertanya kpd teman2ku apakah mereka mendapati kejadian aneh di sana, ternyata benar, masing-masing mengalami kejadian aneh, Aldi kerap kali melihat sesosok wanita berambut panjang di pantai, Eky kerap melihat makhluk hitam seliweran di sekelilingnya, Lolo yg melihat sesosok orang memanjat pohon kelapa malam hari, sedangkan Redo hanya sekali melihat anak kecil bermain petak umpet namun setelah itu hilang bgtu saja, entah mengapa mereka tidak mau membicarakannya, aku tidak bertanya lebih jauh, kupikir biarlah itu berlalu.

Cerita kali ini bukan lagi di Pulau Pari, namun di lingkungan kantorku. Ya, walaupun aku mahasiswa, aku jg sudah bekerja sebagai freelancer di Kompas Gramedia, sebagai apa, aku tidak mau membicarakannya di sini. Pada dasarnya aku adalah org yg rasional, maka setiap hal aneh yg aku lihat, aku selalu berpikir positif dan menganggap itu adalah ‘kerjaan’ yg masih hidup, bukan hantu atau semacamnya. Hingga pd akhirnya, kejadian2 aneh menimpaku, membuat aku mulai berpikir ulang atas setiap pengalaman itu.

Saat itu awal tahun, semua org merasakan libur tahun baru sedangkan aku masih harus k kantor untuk menyelesaikan sesuatu. Dan ya, saat itu kantor sdg sepi. Saat itu siang hari sekitar pukul 14.30, krn sepi

akhirnya aku mencoba k sebuah kafe tempat di mana karyawan KG kerap duduk2 santai. Kafe itu berada di Bentara Budaya Jakarta, tempatny sangat nyaman, menurutku. Konsep outdoor dan berlatar rumah kudus. Rumah kudus ini koleksi KG yg cukup berharga krn dibawa langsung dri asalnya. Di sayap kirinya terdapat satu set gamelan, di sayap kanan terdapat 2 buah grand piano. Sedang di belakangnya adalah galeri yg dipakai utk pameran karya seni rupa & sebagainya..

Kala itu, kafe ternyata tutup, kafe di sini mengikuti pola karyawan. Aku tetap duduk di kafe itu, aku membuka laptopku dan mengerjakan apa yg menjadi tugasku. saat jari-jariku bergerilya di keyboard laptop, tiba2 dari sayap kanan seperti ada yg menekan banyak tuts grand piano secara berbarengan sehingga timbul suara gemuruh. Sontak aku kaget mendengarnya dan penasaran apakah ada org disitu. Aku berjalan ke arah sana, aku meninggalkan laptopku di meja, karna kupikir aman. Saat sampai di pintu dan kudorong, aku lupa kalau ini hari libur dan pintunya dikunci,jika bukan hari libur pintu-pintu ini dibuka sehingga kita bisa melihat ke dlm rumah kudus. Berbekal rasa penasaranku yg tinggi aku mengintip ke dalam, saat aku berusaha mengintip tiba-tiba ada yang menepukku dari belakang. “Mas, sedang lihat apa?” Tanyanya. Aku kaget dan berbalik badan, terlihat sesosok ibu-ibu sekitar umur 40-an, namun masih cantik dan mengenakan kebaya berwarna hijau. “Ah, tidak Bu, saya penasaran kenapa piano di dalam berbunyi, apa ada orang di dalam.” Sahutku. Dia bilang, “itu sudah biasa Mas. Di sini.” Sampai situ saja kalimatnya. Aku tak banyak ingat percakapanku dengannya, namun aku ingat namanya, Sri Nawang Wulan, itu namanya. Ternyata dia punya banyak cerita dan asyik diajak ngobrol.

Aku duduk di undakan depan rumah kudus. Sampai akhirnya gong dari ruang gamelan berbunyi. Aku kaget dan terdiam, kali ini Bu Sri yang mencoba melongok ke dalam, aku mengikutinya. Dia bilang, “punika, enten anak alit dolanan gong ing lebet!” Kalau aku tidak salah arti, artinya “itu, ada anak kecil mainan gong di dalam!” Aku bisa memahami walaupun itu Bahasa Jawa Krama. Aku juga penasaran akhirnya aku mengintip dan tidak melihat apa-apa, justru aku melihat pantulan bayanganku di cermin entah mengapa aku merinding melihatnya. Saat aku menoleh ke belakang, Bu Sri sudah tidak ada!

Aku syok mendapati itu. Mengapa kejadian aneh lagi yg menimpaku! Aku kembali ke meja kafe, dan mencoba mengalihkan pikiranku ke pekerjaanku. Ternyata Bu Sri kembali dgn anak kecil dan menghampiriku ke meja. Aku bersyukur ternyata dia kembali dari toilet dibelakang bukan menghilang scara ghaib. Anak kecil yg dibawa Bu Sri bernama Bagus Purnomo, dia mengenakan baju dengan lurik jawa tapi tidak mengenakan blangkon. Anak itu begitu pendiam, saat Bu Sri bertanya kepadanya dgn lemah lembut pun dia tidak mau berbicara. Lalu, anak kecil itu lari ke belakang rumah kudus, entah mau ke mana, mungkin menghampiri ibunya. Aku kembali ngobrol dgn Bu Sri, dia bercerita kalau dia termasuk keluarga yg memiliki rumah ini sebelum rumah ini dibeli oleh KG. Dia mengatakan terkenang kakeknya yg selalu merawat rumah kudus tersebut. Dia baru sampai semalam dan akan pulang lagi sore itu. Dia hanya rindu terhadap rumah kudus ini. Ternyata ada orang lain di kafe itu untuk duduk, dan dia seorang jurnalis foto terkenal, tidak etis kusebut namanya disini, aku hanya bsa menyebutkan inisialnya EH.

Dia menatapku terus2an saat aku ngobrol dgn Bu Sri, aku memang pernah ikut workshop yg diisi olehnya, mungkin dia masih ingat wajahku. Akhirnya Bu Sri pamit pulang dan dia berjalan ke belakang rumah kudus. Tidak lama aku kebelet buang air kecil, aku masukkan laptopku ke tas dan berjalan ke belakang rumah kudus dan berbelok ke lorong arah toilet galeri dan sampai di toilet. Aku tidak buang air kecil di urinor, melainkan aku masuk ke ruang yg ada kloset dan menutup pintu. Saat sedang buang air kecil, pintuku digedor keras sekali, tiga kali, enam kali, aku agak berteriak kesal “sebentar!!” Sembilan kali dia menggedor pintu. Dari sela bawah pintu aku melihat dan aku kaget bukan kepalang. Kakinya berbulu dan memiliki kuku yang panjang. Aku tidak tahu apa itu! Aku tidak berani ke luar dan dia sudah berhenti mengetuk pintu. Aku berkeringat sangat banyak saat itu. Kaki itu melangkah dan menghilang, aku sengaja mengintip dri bawah utk memastikan, dgn berjongkok ku intip dan kaki itu sudah menghilang

 KLIK DISINI

Aku memberanikan diri ke luar, aku buka pintu pelan2, saat sudah terbuka aku melangkah pelan-pelan, sebelum sampai pintu ke luar “brugg!!” Pintu ruangan terbanting tertutup membuatku kaget dan mataku berkunang-kunang, ingin pingsan rasanya. Aku bergegas menarik pintu dan berlari ke luar. Saat berbelok ke arah lorong, aku mendengar suara bayi menangis, dalam hati “ya Tuhaan, apa lagi ini!!” Aku benar-benar sempoyongan, saat otakku belum mampu merasionalisasikan hal itu, aku mendengar teriakan wanita keras sekali. Aku berjongkok, aku ketakutan setengah mati. Saat aku berjongkok dan hampir menangis ketakutan, aku menengok ke arah kaca ventilasi ruang bawah tanah Bentara Budaya Jakarta, mereka menyalakan lampu ruang bawah tanah dan tiba-tiba saja muncul sesosok wajah wanita rusak dan hancur, mata kanannya berwarna merah dan mata kirinya tidak ada, pipi sobek, hidung sudah hancur. Wanita itu mengenakan baju berwarna coklat gelap dan kain sarung, sedangkan kaki berbulu dan kuku-kukunya persis seperti yang ku lihat di toilet tadi. Wanita itu seakan tiduran miring (horizontal) kepala di kiri dan kaki di kanan ada di bagian dalam ruang bawah tanah. Jika aku berada di atas berarti wanita itu melayang! Aku berusaha bangkit dan berlari setelah itu. Aku kembali ke meja kafe.

Melihat aku begitu kacau, EH menghampiriku dan bertanya, “Mas, baik-baik saja?” Aku tidak menjawabnya dan melipat tanganku ke meja aku sesapkan wajahku di atas tanganku. EH menepukku, aku mengangkat kepalaku dan melihatnya. EH berkata, “daritadi aku lihat Mas agak aneh, Mas berbicara sendiri sedari tadi, akhirnya Mas aku foto, niatnya aku mau kirim ke security, tapi kalo Mas mau beri klarifikasi silahkan. Maaf loh Mas.” Aku menjawab, “Mas E. Boleh saya lihat foto yang Mas ambil.” Dia menunjukkan galeri handphonenya kepadaku, lagi-lagi membuatku terkejut. Aku sendirian! Ke mana Bu Sri!!!

Aku langsung terpikir, Bu Sri berjalan ke belakang rumah kudus yang notabene tidak ada jalan keluar, galeri pun tutup semua...tidak ada jalan lagi disana...Aku baru menyadarinya...Aku menceritakan semuanya kepada Mas EH. Sebagai yang sudah mengenal tempat itu Mas Eh berpesan kepadaku, “itu dia mau kenalan sama Mas. Untung Mas ramah kepada dia, jadi hanya seperti itu.” Ramah saja seperti itu, pikirku.. bagaimana jika aku ketus dan cuek padanya??. “Dulu pernah ada orang yang ditunjukkin juga, tapi dia nggak ramah. Akhirnya orang itu kesurupan, hingga 2 jam. Disini bnyk banget Mas makhluk ghaibnya. Terlalu bnyak utk tempat sebesar ini, krn banyak barang seni tua.” lanjut mas EH. Aku sama sekali tidak membantah, biasanya aku memang tidak percaya dgn hal ini... Pada detik itu, aku langsung percaya. Ramah dan sopan itu memang perlu kpd siapapun, kendati kita berada pada situasi buruk, kita akan mendapat keringanan. Akhirnya aku izin ke manajerku untuk menyelesaikan pekerjaanku di rumah, dia mengizinkan. Dia pikir aku sedang sakit. Sesampainya di rumah aku langsung ke kamar untuk menenangkan diri. Hingga saat ini aku masih ingat jelas wajah wanita yg rusak itu. Aku juga ingat wajah bu sri yang tidak kusangka adalah bagian dari "mereka"...
TAMAT
Share this games :

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.